Menjadi pria idaman banyak wanita? Sungguh tidak pernah terlintas dalam pikiran seorang pemuda berusia 22 tahun yang akrab dipanggil Bayu.
Pemuda kampung yang tidak pernah percaya diri untuk menjalin hubungan spesial dengan wanita, tidak pernah menyangka, keputusannya merantau ke ibu kota, membuat Bayu menjadi pria yang paling diinginkan para wanita.
Apakah hal itu membuat Bayu senang? Atau justru Bayu akan mendapat banyak masalah karenanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rcancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Merapikan Hutan
Waktu baru menunjukkan pukul sepuluh lebih sedikit. Di sana, di depan gedung Home Service, nampak wanita yang kemarin datang ke gedung itu, terlihat baru saja turun dari mobil mahalnya. Dengan langkah yang begitu elegan, wanita itu melangkah masuk dengan penuh rasa harap agar kali ini dia bisa bertemu dengan pria yang dia inginkan.
"Selamat datang, Nona Karina," sapa pria berwajah oriental yang saat itu sedang duduk di meja kerjanya. Dengan ramah pria itu menyambut kedatangan tamu yang sudah tiga kali datang kesini.
Karina membalas ucapan pria itu dan dia langsung mendaratkan pantatnya di atas kursi, berhadapan dengan pemilik usaha. "Bagaimana, Tuan? Apa Bayu bisa?"
Sang bos tersenyum. "Dari kemarin Bayu belum pulang, Nona," jawab pria itu dengan tenang.
"Belum pulang? Maksud anda?" sudah pasti Karina terkejut mendengarnya.
Sang bos tersenyum tipis, lalu dia menceritakan semua kejadian yang menimpa Bayu hingga saat ini keberadaan anak muda itu di mana.
"Astaga! Sekarang anaknya gimana?"
"Tadi sih dia bilang sudah lebih baik. Mungkin sekarang anak itu lagi menjalankan tugasnya di rumah itu. Karena memang, kebetulan si pemilik rumah memesan jasa Bayu untuk dua hari," terang Sang bos.
"Nah, tuh! Kenapa dia dua hari bisa menggunakan Bayu, tapi saya nggak bisa? Apa anda sengaja menghalangi saya?" tuduh Karina salah paham.
"Astaga! Bukan begitu maksud saya," sang bos jelas terkejut mendapatkan tuduhan Karina. "Ini kan situasinya beda."
"Beda apaan!" Karina tak mau mengalah. "Gini aja deh, saya minta alamat rumah tempat Bayu tugas hari ini. Biar saya nggak perlu menunggu lama kaya kemarin."
"Waduh! Mana bisa, nanti saya ..."
"Tu kan! Berarti anda yang menghalangi saya. Apa anda takut anda tidak kebagian pembayarannya?" tuduh Karina dengan entengnya, tapi sukses membuat pemilik usaha terperangah saat itu juga.
"Aduh, bukan begitu, Nona," sang bos nampak frustasi.
"Ya udah sini kasih alamatnya. Toh, aku hanya mau ketemu Bayu dan bicara mengenai hal ini. Kalau tahu jawabannya langsung, saya bakalan lebih puas."
"Huft!" Sang bos menghebuskan nafas kesabarannya. "Baiklah," pria itu pun segera menyodorkan sebuah alamat.
"Seliana Gomes? Ini Selin, putrinya Roberto Gomes, pengusaha alat trasportasi kan?" tanya Karina nampak kaget kala mengetahui alamat yang ditunjukan.
"Ya nggak tahu. Anda kenal?" gantian, saat ini si Bos yang nampak terkejut.
"Ya kenal lah. Rumahnya aja di cempaka Indah. Dia punya usaha produksi alat kecantikan," terang Karina. "Ya sudah, saya langsung ke sana aja," Karina segera bangkit, lalu meninggalkan tempat itu tanpa permisi.
"Astaga! Anak muda jaman sekarang, main pergi aja. Dasar, nggak sopan!" gerutu sang bos.
Sementara itu, Bayu, yang tadinya ingin menghindari obrolan dewasa, menjurus ke arah permainan ranjang dengan menjalankan pekerjaanya, tapi justru saat ini, dia malah menghadapi godaan yang sangat besar.
Karena Selin terus memaksa untuk membuktikan dugaan Bayu, pemuda itu kini sedang berlutut, dengan mata menatap celah sempit berwarna merah jambu yang dihiasi bulu-bulu tipis milik Selin.
Pandangan Bayu juga sesekali terlempar ke arah layar ponsel yang Selin pegang. Di dalam layar tersebut, terpampang foto seorang wanita yang posisinya sama seperti Selin, membentangkan kedua kaki di sisi kanan kiri kursi, sembari memamerkan aset pribadinya.
Entah sudah berapa kali Bayu menelan ludahnya sendiri. Yang pasti jiwa laki-laki Bayu saat ini kembali bergejolak karena pemandangan indah di depan matanya.
"Gimana? Udah menemukan perbedaannya?" tanya Selin, menatap serius wajah pria yang berlutut di hadapannya.
"Yang di foto lubangnya sudah melebar, sedangkan punya Mbak Selin masih sempit. Tapi, apa ini sudah terbukti?" tanya Bayu dengan polosnya.
"Terus, kamu ingin, kamu nyodok punyaku, gitu? Buat membuktikan pemikiranmu? Enak aja!" sungut Selin ketus.
"Bukan begitu maksud aku," Bayu tergagap. Tapi kalau dipikir secara baik-baik, memang benar, jalan satu-satunya agar pemikiran Bayu terbukti benar atau salah, lubang sempit Selin harus di sodok.
Selin menutup kedua kakinya. "Sini kamu berdiri. Biar aku rapikan hutanmu yang lebat itu," ucapnya sembari meraih gunting yang tergeletak di atas meja, tepat di sisi kanan, kursi yang Selin duduki.
"Waduhh! Nggak usah, Mbak. Biar saya aja nanti pas pulang," tolak Bayu saat itu juga.
"Nggak usah nolak. Udah cepet berdiri!" titah Selin galak. "Lagian, orang aku udah lihat punya kamu ini. Kalau kamu nolak, nanti aku nggak akan ngantar kamu pulang."
"Astaga!" Bayu terperangah. Dia tidak menyangka, Selin akan bereaksi seperti itu. Bayu pun langsung berdiri. Dia tidak mau menanggung resiko pulang sendiri, karena dia belum terlalu paham arah jalan selain bantuan dari map di ponselnya.
Meski ini bukan pertama kali Bayu memperlihatkan isi celananya, rasa canggung tetap menyeruak dalam benak pemuda itu. Mata Bayu menatap ke bawah dan secara spontan senyumnya terkembang kala menyaksikan benda pusakanya keluar dari kolor dan terangguk-angguk.
"Kamu pegangin pucuknya, Bay," Selin kembali memberi perintah, dan Bayu sudah pastiuntuk langsung melaksanakannya
Pelan tapi pasti, Selin mulai memangkas beberapa bagian bulu yang nampak tebal. Yang membuat Bayu heran, Selin juga beberapa kali nenempelkan lubang hidungnya pada bagian tubuh Bayu yang berbulu dan menghirup aromanya.
"Apa Mbak Selin nggak jijik? Itu kan bau keringat?" tanya Bayu sangat penasaran.
"Nggak dong!" jawab Selin enteng. "Justru yang bau keringat itu lebih seger dan menggoda, daripada bau wangi."
Kepala Bayu sontak menggeleng keheranan dan merasa semakin aneh. "Kenapa Nggak sampai gundul sih, Mbak?" tanyanya, kala menyadari beberapa hasil potongan bulunya.
"Bagusan begini, ada sisa. Biar punya kamu tetap sehat," jawab Selin begitu meyakinkan.
Bayu pun hanya terdiam tapi keningnya berkerut. Dia ingin melempar pertanyaan kembali, tapi segera diurungkan.
"Punya kamu sudah tegang bange, Bay. Benihnya mau dikeluarin lagi apa nggak?" tawar Selin sembari memangkas bulu-bulu yang ada di sekitar kantung berisi dua telur.
"Nggak lah, nanti punya saya kelelahan, ngeluarin benih terus," balas Bayu.
Menurut Selin, Bayu itu berbohong. Padahal kenyataannya memang benar. Dari kemarin Bayu sudah mengeluarkan benih tiga kali dalam waktu kurang dari empat jam bersama Amanda. Ditambah lagi tadi pagi. Jadi kali ini, Bayu memilih menahannya
Keduanya pun terus terlibat obrolan sembari tetap melakukan kegiatan mereka.
Sementara itu, di sebuah bangunan, nampak sang ketua kelompok hitam, kembali memberi tugas pada satu wanita yang sedari tadi menunduk.
"Ingat! Aku tidak mau tahu, secepatnya kamu harus bisa menjebak anak itu. Paham!"
"Paham, Bos," balas si wanita agak takut.
"Ya udah, sana pergi! Lakukan tugasmu dengan baik dan jangan sampai gagal!"
"Baik, Bos. Permisi," wanita itu lalu bangkit dengan kepala menunduk. Wanita itu pun segera melangkah keluar.
"Sepertinya, cowok bernama Bayu itu penting sekali buat kelompok ini. Kalau seperti ini, aku harus bisa memanfaatkan keadaan ini agar aku bisa bebas dari kelompok pengedar ini."