Meski sudah menikah, Liam Arkand Damien menolak untuk melihat wajah istrinya karena takut jatuh cinta. Pernikahan mereka tidak lebih dari sekedar formalitas di hadapan Publik.
Trauma dari masa lalu nya lah yang membuatnya sangat dingin terhadap wanita bahkan pada istrinya sendiri. Alina Zafirah Al-Mu'tasim, wanita bercadar yang shalihah, menjadi korban dari sikap arogan suaminya yang tak pernah ia pahami.
Ikuti kisah mereka dalam membangun rasa dan cinta di balik cadar Alina🥀
💠Follow fb-ig @pearlysea
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pearlysea, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
•Cinta di layar media•
Suara alarm nyaring berbunyi menyerupai rotor helikopter menggema dari kamar Liam, membuat suasana pagi yang hening jadi riuh seketika.
Liam membuka matanya sesaat, mengerjap perlahan, tapi alih-alih bangun, ia malah berguling dan menutup telinganya dengan bantal, lalu kembali terlelap seolah suara itu hanya angin lewat.
Di lantai bawah, Alina yang sedang sibuk menyiapkan sarapan di dapur langsung mendengar kebisingan itu.
"Astaghfirullah hal adzim.." gumamnya lalu menghela napas panjang, ia naik ke lantai atas dan mendekati pintu kamar Liam.
"LIAM!" panggilnya keras, mengetuk pintu dengan irama yang makin lama makin cepat.
"Liam, bangun! Alarm-mu sudah seperti sirine ambulans!" teriaknya.
Namun, tak ada respons. Liam tetap saja tak bergeming. Alina akhirnya mencoba mengetuk pintu lebih keras lagi, hampir menirukan suara ketukan drum.
"Liam! Itu alarm sudah cukup untuk membangunkan orang satu RT, kenapa kamu tidak bangun-bangun juga?!" gerutunya setengah jengkel. Tapi tetap saja, tidak ada suara atau tanda-tanda pergerakan dari dalam kamar.
"Kau masih hidup atau sudah mati?!
"Hei Firaun!!!" Alina kembali berteriak untuk yang terakhir kalinya. Alina mendengus seraya memikirkan kehidupan Liam sebelum menikah, apa dia selalu di bangunkan Alarm setiap kali berangkat kerja? atau di bangunkan orang tuanya.
"Aku tidak mengerti! aku benar benar tidak mengerti, orang sepertinya dipercaya untuk memimpin perusahaan, huh!"
Akhirnya, Alina menyerah. Dengan rasa kesal, ia kembali ke dapur, melanjutkan menyiapkan sarapan dan bekal Liam, itu pun jika ia jadi berangkat ke kantor.
Liam terbangun satu jam kemudian dengan suara alarm yang masih mengaum seperti sirene kapal perang. Dengan mata masih mengantuk, ia meraih alarm itu, dan segera mematikannya sambil mengucek mata. Begitu sadar dengan angka yang tertera di jam, matanya langsung membulat.
"Astaga! Aku terlambat!"
Secepat kilat beringsut dari ranjang dan berlari ke kamar mandi, hampir menabrak pintu. Begitu selesai mandi, ia langsung menyambar jas yang sudah Alina setel rapi semalam dan memakainya dalam keadaan setengah acak-acakan.
Liam melompat-lompat sambil mengencangkan dasinya, ia meraih tas kantornya dan berlari turun tangga hingga nyaris terpeleset di anak tangga terakhir.
Di meja makan, Alina duduk santai sambil sarapan, matanya fokus ke layar ponsel, asyik membaca novel online.
“Alina! Aku terlambat! Kenapa kau tidak membangunkanku?” serunya panik.
Alina melirik Liam, di balik cadarnya senyum geli tersungging.
"Aku sudah coba, Yang Mulia Firaun. Kupikir tadi aku sedang menggergaji pintu kamarmu saking kerasnya mengetuk.”
Liam melongo, kemudian menghela napas, setengah kesal setengah malu.
"Lalu kenapa suara alarm ini malah membuatku aku makin pules?"
Ya, bagaimana tidak pulas, dia saja baru bisa tidur pukul tiga pagi gara gara semalaman membayangkan Aliana dan membuatnta melupakan tugasnya esok pagi.
"Lain kali, mungkin aku harus panggil marching band lewat depan pintumu atau aku panggil helikopter langsung?" Alina menjawab santai, sambil tetap menatap layar ponsel.
Liam menelan ludah, memasukkan roti tanpa sadar bahwa ia memakannya tanpa mengoleskan apa-apa.
"Aku... aku benar-benar harus pergi sekarang."
Alina hanya menggeleng, menahan tawa sambil menyuapkan sarapannya lagi.
"Kalau besok masih begini, aku panggil saja tetangga sebelah untuk nyanyi karaoke di depan kamarmu. tapi sepertinya itu juga tidak akan berguna."
Liam mendengus, menelan rotinya yang membuat tenggorokannya seret, ia lantas meminum susu Alina yang tinggal setengah gelas tanpa merasa bersalah sedikit pun, membuat Alina memelototinya.
"Hei, itu susuku!" protesnya, setengah kesal, padahal Alina sudah menyiapkan kopi untuknya, tapi dia malam meneguk susu miliknya.
Liam menggembungkan pipinya dan menelan susu itu sebelum menjawab,
"Susu sapi, bukan susumu!" jawabnya iseng, membuat Alina semakin melebarkan matanya. Maksudnya apa dia tidak jijik meminum bekas bibir istri yang di bencinya, Alina geleng geleng kepala. Setelah itu liam pergi tanpa berpamitan.
"Bawakan vas bunga dan guci yang kau hancurkan kemarin, jangan lupa!" teriak Alina menatap punggung Liam.
"Ya!" Sahutnya keras.
Pria berahang tegas itu langsung bergegas ke luar rumah menuju mobil, memanggil sopir untuk bersiap mengantarnya.
Liam duduk di sebelah kemudi sang supir. Namun, saat hampir menutup pintu mobil, suara langkah kaki terdengar dari belakangnya. Alina berlari dengan cepat sambil mengangkat tas bekal, membuat hijab dan cadarnya sedikit berkibar
"Hei, tunggu!"
Liam menghela napas, lalu menurunkan kaca jendela.
"Apa lagi?" tanyanya, suaranya resah karena takut semakin terlambat.
Alina mendekat dan mengulurkan tas bekal itu.
"Bekalmu," kata Aliana. Liam memutar bola mata sungkan.
"Tidak perlu, aku bisa makan di kantin," Liam mencoba menolak membuat Alina mendecak.
"Bawa saja!" desaknya, mendorong tas bekal itu masuk ke jendela.
Liam mengerutkan kening, menatap bekal itu sejenak sebelum akhirnya menerimanya dengan enggan. Entah kenapa, ada rasa hangat di hatinya yang muncul tiba-tiba.
"Astaga…" gumamnya, sambil menggeleng pelan, berusaha menyembunyikan senyum kecil yang terselip di wajahnya.
Ketika mobil mulai melaju, Liam membuka tas bekal itu secara iseng dan mendapati sebuah catatan kecil bertuliskan,
"Selamat bekerja, Mr. Galak. Jangan lupa makan, agar tidak tambah dingin kayak freezer!"
Liam menarik sudut bibirnya, lalu menggelengkan kepala, campuran rasa senang dan geli membacanya. Alina, wanita yang ia anggap kolot dan lemah rupanya punya sisi unik yang di sembunyikan di balik cadarnya.
"Sudah jatuh cinta, Tuan muda?" canda sang sopir, yang menangkap senyum singkat majikannya. Ia yang sudah mengabdi selama 15 tahun menjadi supir pribadi Liam, terkadang mau tidak mau harus mendengar segala celotehan Liam, menjadikannya bukan hanya sosok supir pribadi, lebih dari itu Liam menganggapnya juga sebagai sahabat.
"Tidak mungkin" Liam berpura-pura, menghela napas panjang, menyandarkan kepala di kursi.
...🦋🦋🦋...
Liam sampai di depan gedung kantornya, ia terkejut melihat kerumunan wartawan dan jurnalis dari berbagai media yang menunggu di sana. Dia sudah terlambat bangun untuk menghadapi beberapa pertemuan penting dengan beberapa investor dan clien yang masih mempercayainya, dan dia harus menghadapi para ratu dunia itu... Hadeh...
Begitu pintu mobilnya terbuka, sorotan kamera dan mikrofon langsung diarahkan padanya, sementara para staf keamanan bergerak cepat mengelilingi Liam, melindunginya agar para wartawan tidak terlalu mendekat.
"Pak, Liam bagaimana hubungan pernikahan anda? Apa foto foto yang beredar itu nyata dan bukan editan?"
"Bagaimana perkembangan kasus yang sedang Anda hadapi saat ini?"
"Apakah benar ada pihak ketiga yang terlibat?"
Pertanyaan-pertanyaan itu mengalir deras tanpa jeda, berusaha memancing komentar dari Liam. Namun, dengan ketenangan yang profesional, Liam menatap ke arah para wartawan dan menjawab singkat,
"Ya, mengenai foto foto yang beredar itu adalah nyata, Istri saya tergigit Cobra jadi saya membawanya ke rumah sakit."
"Dan, terkait kasus tersebut, kami serahkan sepenuhnya pada pihak berwenang, dan saya harap semuanya menghormati proses yang sedang berlangsung."
Suaranya yang tenang dan lugas, ditambah sikapnya yang tenang, membuat para wartawan terdiam sesaat. Pesona karismatik Liam tampak begitu kuat, memberi kesan bahwa ia sangat profesional dan bijaksana di tengah tekanan.
Namun, tiba-tiba seorang wartawan menyadari tas bekal berwarna merah muda yang Liam bawa.
"Pak Liam, apakah itu… bekal dari istri Anda?" tanyanya dengan nada sedikit geli.
Liam menunduk, baru menyadari totebag yang mencolok di genggamannya. Ia sempat terdiam sesaat, lalu, sambil menahan senyum, mengangkat tas itu sedikit agar semua orang bisa melihat.
"Iya, ini dari istri saya. Warna pink ini… dia yang pilih." Liam tersenyum tipis, dan tawa kecil para wartawan pun pecah, mencairkan suasana. Ada yang terkekeh, ada pula yang tersenyum simpul, seakan melihat sisi lain dari sosok dingin dan kaku yang selama ini mereka kenal.
Seorang wartawan lain menyambung,
"Pak Liam, ada yang ingin disampaikan untuk istri Anda atau mungkin untuk netizen yang menonton?"
Liam menatap kamera sejenak, lalu tersenyum lagi dengan gaya khasnya yang tenang dan karismatik, meski hatinya sedikit bergejolak.
"Saya akan mengatakan kalau saya sangat mencintainya, dia wanita yang unik dan berbeda... Terima kasih karena selalu ada di belakangku untuk mendukungku.. I love so much, my baby gurl Alina. You are my heart, my soul, my everything, You mean the world to me, thank you for everything, Honey,"
"Muach!" Liam mencium ujung jarinya dan melambaikan ke kamera, membuat yang melihatnya jadi meleleh.
Mereka bersorak dan bertepuk tangan, bahkan meniupkan jari menirukan suara pripitan wasit bola. Mereka bersorak dan bertepuk tangan memuji Liam dan sikap romantisnya untuk sang istri.
Liam mengangguk dan menghela napas, sedikit merasa bersalah terus menerus dalam kepura puraan, tapi kepura puraan itu justru membuat hatinya sedikit terbuka untuk Alina meski masih banyak menyimpan keraguan.
Begitu Liam selesai berbicara, salah satu staf keamanannya memberi isyarat bahwa mereka harus segera masuk ke dalam gedung. Namun, suasana di sekitar masih diwarnai kekaguman para wartawan yang tak menyangka bisa melihat sisi lembut dan romantis pria yang selama ini di kenal sebagai CEO arogan dan egois.
Sambil berjalan melewati kerumunan, Liam merasa sedikit aneh. Pernyataannya tadi, meski dimaksudkan sekadar formalitas, terasa berbeda kali ini. Ada kehangatan yang masih tertinggal di dadanya, bahkan setelah langkahnya semakin jauh dari kamera.
...🦋🦋🦋...
ud la ngalh salh satu ungkapin prasaan. tpi jangn alina y, liam az yg ungkapi lbih dulu dn bobok ny jang pisah kamar. eh, tpi jangn dulu nti khilaf. blum nikh ulang soal ny😅.
ayo hukumn ap dri liam. kn jdi mikir yg gk2😂. ap gk sebaik ny pernikhn mreka ni diperjels y. krna dri awal banyk x perjnjian2 dibuat liam.
sbelum ny liam mmbuat kontrk utk prnikhan mreka. dn skarang liam sprtiny ingin mlanjut kn prnikah sesungguhny. klw bgitu liam dn alina hrus ijab kabul ulang. krna disaat liam mmbuat perjanjian2 itu, ud trmsuk talak. nmany talak mudhaf. talk yg ud ditentukn.
ayo alina, bukn kh itu yg kau harapkn. saling mmbuka hati.
sehat2 jga buat author ny. biar bsa doble up😁✌️
Ku tunggu buktinya Liam.