Dipinang adiknya, tapi dinikahi kakaknya. Loh!! Kok bisa? Terdengar konyol, tapi hal tersebut benar-benar terjadi pada Alisya Mahira. Gadis cantik berusia 22 tahun itu harus menelan pil pahit lantaran Abimanyu ~ calon suaminya jadi pengecut dan menghilang tepat di hari pernikahan.
Sebenarnya Alisya ikhlas, terlahir sebagai yatim piatu yang dibesarkan di panti asuhan tidak dapat membuatnya berharap lebih. Dia yang sadar siapa dirinya menyimpulkan jika Abimanyu memang hanya bercanda. Siapa sangka, di saat Alisya pasrah, Hudzaifah yang merupakan calon kakak iparnya justru menawarkan diri untuk menggantikan Abimanyu yang mendadak pergi.
*****
"Hanya sementara dan ini demi nama baikmu juga keluargaku. Setelah Abimanyu kembali, kamu bisa pergi jika mau, Alisya." ~ Hudzaifah Malik Abraham.
Follow ig : desh_puspita
******
Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama konten kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara lalu up seolah ini karyanya)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 07 - Imamnya Pengantin
"Assalamualaikum warahmatullah ...."
"Assalamualaikum warahmatullah ...."
Selesai, Hudzai berhasil menunaikan ibadah shalat subuh dengan khusyu walau sempat khawatir tidak akan mampu tatkala menghadapi tingkah Alisya.
Bukan karena Hudzai tim otak kotor, tapi memang ada yang Hudzai khawatirkan akan mengusiknya. Ekspresi wajah, mata bulat dan tingkah unik Alisya lainnya sudah cukup dijadikan alasan.
Beruntungnya, sejak awal membaca niat hingga mengucap salam semua berjalan dengan sempurna. Hudzai tetap bisa fokus dan tidak kehilangan nikmat ibadah dalam dirinya.
Hal itu memang sudah melekat dalam diri Hudzai, tak heran kenapa jika sedang berkunjung ke rumah omnya di Bandung akan diminta jadi imam. Selain karena suara indah dan hafalan yang dia punya, tapi sosok Hudzai memang semenenangkan itu di mata mereka.
"Masya Allah ... memang beda vibes-nya diimami sama pengantin baru," celetuk Habil di perjalanan menuju ke rumah utama demi menghangatkan suasana.
Jika sudah ada yang memulai bisa dipastikan akan ada yang meramaikan, siapa lagi jika bukan teman berkelahi Hudzai sejak remaja, Azkara.
"Sama, aku juga merasakan aroma-aroma yang berbeda."
"Betul, lebih tenang begitu ya, Kak?"
"That's right!! Apa mungkin karena suasana hati bung Hudzai sedang berbunga-bunga?" tanya pria anak dua itu sembari merangkul punggung Hudzai yang sejak tadi diam tanpa kata.
"Cielah pakai ditanya ... pastilah!! Orang pernah pacaran saja tidak tahu-tahu dapat bidadari secantik Alisya Mahira!!" sahut Habil masih dengan semangat 45 memberikan suport pada Hudzai sebagai bentuk rasa bangganya.
"Tuh ... kau dengar, Jay, Habil yang seleranya tinggi menyentuh langit saja bilang Alisya bidadari!! Jadi jangan pernah menyesal ya."
Mereka terdengar bercanda memang, tapi baik Habil maupun Azkara memiliki niat tersendiri di balik candaan semacam itu.
Sedikit banyak mereka bisa mengerti, bisa jadi di posisi Hudzai sangat sakit sekali. Walau memang terlihat menguntungkan, tapi tidak ada yang tahu isi hati Hudzai bagaimana.
Entah dia memiliki wanita impian lain atau cita-cita lain, mereka tidak tahu. Akan tetapi, yang kini jelas terjadi Hudzaifah Malik Abraham telah mengorbankan diri hanya demi menjaga nama baik keluarganya di saat Abimanyu dengan tidak berakalnya pergi begitu saja.
Karena itulah, baik Habil maupun Azkara hanya membahas hal yang sekiranya menyenangkan saja. Tidak ada sekalipun mereka memperlihatkan kemarahan, kekesalan pada Abimanyu cukup di pendam karena kini, yang paling utama memang menjaga hati dan perasaan Hudzai saja.
"Betul, Kak, Alisya tuh Masya Allah pokoknya."
"Istriku juga bilang begitu, dia sangat lembut dan keibuan juga ... Athar yang pemilih saja langsung luluh," ungkap Azkara turut membagikan pengalaman baiknya tentang sosok Alisya.
"Iya, dia memang lembut, suaranya syahdu kalau ngomong benar-benar dijaga dan aku rasa, Alisya adalah wanita yang tidak bisa marah." Habil menambahkan, tapi untuk yang satu ini Hudzai hanya tersenyum tipis.
Dia tidak akan membuka rahasia, biarlah hanya dia yang tahu. Bukti bahwa orang-orang terdekat hanya tahu beberapa persen saja tentang Alisya, selebihnya tidak.
Untuk sikap lemah lembut dan keibuannya memang tidak akan Hudzai bantah. Akan tetapi, untuk pernyataan Habil yang mengatakan jika sang istri tidak bisa marah, bisa dipastikan kebohongan besar.
Bukan tanpa alasan Hudzai berpikir demikian, karena pada faktanya sudah dihadapkan dengan kemarahan Alisya dan cukup mengerikan. Apa itu lemah lembut? Musnah sudah karena ketika menyuarakan isi hati, Alisya tak ubahnya bak pemimpin demonstrasi yang tengah berorasi.
Perbincangan golongan muda itu cukup panjang, sepanjang perjalanan tiba di teras kediaman utama Sean masih berlanjut dengan berbagai topik pembicaraan.
"Oh iya ... ada yang ingin kutanyakan dan dari dulu memang penasaran."
Langkah kaki Hudzai terhenti, firasatnya mulai buruk lantaran khawatir jika Habil kembali mengungkit yang tadi dia pertanyakan di kamar tentang Alisya, sungguh dia khawatir.
"Apa?"
Tak segera menjawab, Habil melirik Hudzai lebih dulu hingga pria itu ketar-ketir dibuatnya.
"Kenapa bebek kakinya dua?"
"Hadeuh, basi!!" ketus Hudzai kemudian berlalu meninggalkan pembicaraan konyol tersebut.
.
.
Bersyukur Habil tidak membahas yang tidak-tidak hingga dia bisa agak sedikit tenang. Begitu memasuki ruang keluarga, dia sudah disambut Opa Mikhail didampingi dua keponakan lucunya.
"Opa? Kenapa di sini?" tanya Hudzai sengaja mendekat.
"Biasa, mereka berdua minta ditemani nonton," jawabnya sembari mengusap kepala kedua anak kecil yang fokus dengan televisi di depannya.
Hudzai tersenyum simpul, salah-satu alasan kenapa dia tidak menyesal sama sekali telah menikahi Alisya adalah opanya. Walau memang belum bisa berjalan pasca terkilir akibat terlalu semangat ketika hendak ke Bandung, tapi melihatnya kini bisa duduk dengan tenang tanpa drama sesak napas atau sakit dada, pria itu sudah bersyukur sekali.
Usai memerhatikan opanya, Hudzai beralih pada dua putra Azkara yang berlagak persis raja dimanapun berada.
"Sagara," panggil Hudzai seraya menoel pipinya.
"Hem?"
"Ck, sombongnya ... lihat Om sini," pinta Hudzai pada bocah yang kini berusia tiga tahun itu.
"Gamau, Om," jawabnya menepis tangan Hudzai karena dirasa mengganggu.
"Ck pelit, cium dulu," rayu Hudzai sekali lagi dan tak membuat Sagara tergerak sama sekali.
Menyaksikan hal itu, Hudzai yang gemas memilih memaksa hingga membuat Sagara berontak dan menangis tentu saja.
"Cudah caga bilan dangaaaaaaan!! Kenapa om tium-tium cagalaaaa?!" teriak Athar yang ternyata marah besar lantaran saudaranya diusik dan hanya Hudzai tanggapi dengan gelak tawa.
"Sayang kenapa?!"
Hudzai menoleh manakala Azkara datang dan bermaksud menenangkan putranya.
"Kenapa?"
"Aku cuma cium, tapi dia menangis."
"Pasti kau paksa?"
"Tentu saja, dia jual mahal soalnya," jawab Hudzai santai saja, sudah biasa dia membuat kedua ponakannya itu menangis dan Azkara juga tidak pernah marah.
Usai membuat Sagara menangis, dia duduk manis di sisi Habil yang baru tiba dan turut menikmati acara televisi di pagi yang indah ini. Sesekali melirik Azkara yang tengah menenangkan putranya pasca Hudzai buat kesal hingga berlinang air mata.
"Kenapa kau lihat-lihat? Mau punya yang begini?"
Hudzai mencebik, malas untuk menjawab lagi karena bisa dipastikan Azkara akan mengatakan Bikin sana. Ya, isi otak Azkara sudah bisa dia terka dan dia yang paham tidak akan terjebak tentu saja.
"Jawab, Kak, mau gitu."
"Ck, diam kau."
"Loh kenapa? Itu adalah sebagian dari doa juga, masa tidak ma_"
Gubrak
Prank
Prank
"Ya Tuhan, Alisyaaa!!"
Belum selesai Habil bicara, pekikan dari Umi Zalina terdengar hingga ke ruang tengah. Tidak hanya itu, suara benda jatuh secara beruntun sukses membuat mereka terkejut.
"Alisya?"
.
.
- To Be Continued -