"Cuma karna I-Phone, kamu sampai rela jual diri.?" Kalimat julid itu keluar dari mulut Xander dengan tatapan mengejek.
Serra memutar malas bola matanya. "Dengar ya Dok, teman Serra banyak yang menyerahkan keperawanannya secara cuma-cuma ke pacar mereka, tanpa imbalan. Masih mending Serra, di tukar sampa I-Phone mahal.!" Serunya membela diri.
Tawa Xander tidak bisa di tahan. Dia benar-benar di buat tertawa oleh remaja berusia 17 tahun setelah bertahun-tahun mengubur tawanya untuk orang lain, kecuali orang terdekatnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
Xander baru selesai mengoperasi pasiennya dan keluar dari ruang operasi. Di luar, dia menyampaikan beberapa hal pas keluarga pasien dan sempat melakukan tanya jawab sekitar 15 menit.
"Pasien akan segera di pindahkan ke ruang perawatan dan boleh di tengok. Jika ada sesuatu, langsung tanya saja pada suster yang berjaga. Kalau begitu saya permisi, semoga pasien lekas pulih." Ujar Xander mengakhiri pembicaraan dan pamit dari sana.
"Dok, tunggu sebentar." Ujar Fira yang mengekori Xander dan menghentikan langkah lebar pria itu.
"Ada apa Fira.?" Xander bertanya sembari menggulung kemeja panjangnya sampai siku.
"Ada tamu yang mencari Dokter, namanya Pak Darwin. Katanya ada hal mendesak yang ingin dibicarakan langsung mengenai putranya, jadi saya menyuruh beliau menunggu di ruangan Dokter." Tuturnya memberi tau.
Xander mengangguk paham, dia sebenarnya bukan orang yang sembarangan menerima tamu di rumah sakit tanpa membuat janji lebih dulu, tapi karna orang itu adalah Darwin, yang memiliki hubungan baik dengan orang tuanya, jadi Xander menegur Fira.
Xander membuka pintu ruangannya dan melihat Darwin baru saja beranjak dari sofa. Pria paruh baya itu melempar senyum pada Xander dan menyapanya ramah.
"Katanya kamu sedang mengoperasi pasien, Om minta maaf kalau menganggu waktu kerjamu." Ujar Darwin sedikit sungkan.
Xander menutup pintu kemudian menghampiri Darwin. "Santai saja Om, hari ini nggak ada jadwal operasi lagi." Jawab Xander. "Duduk Om." Ujarnya yang lebih dulu duduk di depan Darwin. Pria paruh baya itu lantas duduk lagi di tempat semula.
"Bagaimana kabar Zayn.?" Xander bertanya sembari menyodorkan air mineral di depan Darwin. Dia juga membuka satu botol untuk diminum sendiri beberapa teguk.
"Zayn baik-baik saja selama nggak kambuh. Kami sudah mengupayakan yang terbaik untuk mencari pendonor yang cocok dengan Zayn, putra Kami harus segera diselamatkan. Beberapa kenalan di luar negeri sudah menyebar pengumuman untuk mendapatkan pendonor, sayangnya belum ada yang cocok." Terang Darwin. Wajah yang semula biasa saja, kini tampak sendu dengan helaan nafas berat.
"Kamu tau sendiri berapa presentase Zayn bisa bertahan hidup kalau belum mendapatkan donor sumsum tulang belakang. Xander, Zayn masih terlalu muda untuk berakhir seperti ini. Masa depannya masih panjang. Kami pun nggak akan sanggup kehilangan Zayn." Darwin menitikan air matanya.
Xander tidak tau harus berkata apa, dia bisa memahami betapa hancurnya hati seorang ayah ketika melihat anaknya mengidap penyakit serius dan nyawanya sedang dipertaruhkan.
"Zayn anak yang kuat, saya yakin dia bisa bertahan dan segera menemukan pendonor yang cocok." Ujar Xander mencoba menguatkan.
"Sebenarnya Zayn memiliki saudara kembar. Saya menaruh harapan besar pada kembaran Zayn." Tutur Darwin. Dia menarik tisu di atas meja untuk menyeka air matanya.
"Saudara kembar.?" Kening Xander di penuhi kerutan halus, dia terkejut mendengar Xander terlahir kembar, sebab sejak awal keluarganya dekat dengan keluarga Darwin, dia sekalipun tidak mendengar jika Zayn memiliki kembaran.
Darwin mengangguk menegaskan. "Belum ada yang tau tentang hal ini, Om dan Tante merahasiakannya dari semua orang dan keluarga besar kami. Bahkan Zayn sendiri nggak mengetahuinya."
Xander menggaruk belakang kepalanya yang sebenarnya tidak gatal. Dia malah semakin bingung menderita cerita Darwin. Kalau memang Zayn terlahir kembar, kenapa harus disembunyikan dan dimana kembaran Zayn sekarang.
"Maaf, apa kembaran Zayn sudah meninggal.?" Tanyanya penasaran.
"Dia masih hidup sampai sekarang dan kondisinya sangat baik. Xander, apakah kembaran Zayn sudah pasti memiliki kecocokan sumsum tulang belakang.?" Tanya Darwin antusias.
Xander mengangguk. "Kemungkinan besar memiliki kecocokan sekitar 40 sampai 50 persen. Untuk lebih jelasnya, Om bisa konsultasi langsung dengan Dokter yang menangani Zayn, atau membawa kembaran Zayn untuk melakukan test kecocokan. Tapi Om, usia pendonor harus diatas 18 tahun. Usia Zayn baru 17 tahun kan.? Berarti harus menunggu sampai kembaran Zayn berusia 18 tahun." Terangnya menjelaskan.
"3 bulan lagi Zayn berusia 18 tahun. Sebenarnya bukan itu yang menjadi masalahnya, Om kesulitan membujuk kembaran Zayn. Itu sebabnya Om datang ke sini untuk meminta bantuan sama kamu. Tolong kamu bantu Om untuk membujuk kembaran Zayn mendonorkan sumsumnya." Pintanya dengan tatapan memohon.
"Om, saya bahkan nggak tau kalau Zayn terlahir kembar, bagaimana caranya bisa membujuk kembaran Zayn. Sebaiknya masalah ini Om ceritakan saja dengan Zayn, mungkin Zayn yang bisa bicara dari hati ke hati dengan saudara kembarnya."
Darwin menggeleng. "Om yakin cuma kamu yang bisa." Ujarnya dan tiba-tiba berlutut di depan Xander. Hal itu membuat Xander terkejut dan mencoba untuk membangunkan Darwin. Tapi Darwin tidak mau bangun.
"Om jangan seperti ini."
"Kamu harus berjanji dulu sama Om untuk membantu membujuk kembaran Zayn. Om mohon tolong Zayn, selamatkan nyawanya."
"Iya iya, Saya janji akan membantu sebisanya." Seru Xander yang tidak punya pilihan untuk menolak karna tidak mau membuat Darwin terus berlutut padanya.
...*****...
Serra berlari kecil menghampiri mobil Xander dengan senyum merekah di wajahnya. Dia membuka pintu samping kemudi dan segera masuk ke dalam.
"Hay Dok,," Sapanya ceria seperti biasa. Xander mengurai senyumnya sembari menatap Serra yang sedang memasang seat belt.
"Kamu sudah makan.?" Tanya Xander. Kendaraan besi miliknya mulai meninggalkan area halte, tempat biasa dia menjemput Serra.
"Sudah. Memangnya Dokter belum makan.? Serra mau kok nemenin Dokter makan, kalau emang Dokter mau makan dulu." Tawarnya.
Xander mengangguk. "Temani saya makan di apartemen."
"Siap Boss." Seru Serra antusias.
Xander sempat membelokkan mobilnya ke restoran untuk membeli makanan. Dia juga memesan beberapa dessert dan minuman untuk Serra yang akan di bawa pulang ke apartemen.
Keduanya sampai di apartemen pukul 2 siang. Serra menatap semua makanan di atas meja yang terletak di ruang keluarga. Xander yang menginginkan makan di sana agar bisa sambil menonton film.
"Saya ganti baju dulu." Xander berlalu ke kamar.
Sementara itu, Serra melepaskan seragam sekolahnya dan menggantinya dengan dress tanpa lengan dengan panjang di atas lutut. Serra terkekeh geli sembari menurunkan rok sekolahnya setelah memakai dress.
"Ini sih malah aku yang nggak sabar di apa-apain. Semalaman nggak bisa tidur karna terbayang-bayang burung gagaknya. Ya ampun,, kira-kira seenak apa rasanya." Serra melongo membayangkan hal mesum yang berputar-putar di kepalanya.
Saking serunya membayangkan bermain dengan burung, Serra sampai tidak menyadari keberadaan Xander.
"Mikirin apa kamu sampai senyum-senyum nggak jelas.!" Seloroh Xander seraya mengusap kasar wajah Serra. Gadis itu menjadi cemberut.
"Mengganggu kesenangan orang saja.!" Protesnya.
Xander terkekeh dan bergabung di sebelah Serra. Dia kemudian memperhatikan Serra dari atas sampai bawah. Gadis itu tiba-tiba sudah berganti kostum. "Kamu ganti disini.?" Tanyanya.
"Hum." Jawab Serra santai, dia kemudian menyeruput jus jeruk miliknya.
Xander menggelengkan kepala. "Lain kali jangan ganti baju sembarangan." Tegurnya mengingatkan.
"Sembarangan gimana.? Disini cuma ada Serra sama Dokter. Serra juga nggak akan berani ganti baju sembarangan di tempat lain." Sahutnya.
Xander tidak mendebat, dia mengambil makanannya dan mulai memakannya. Keduanya menikmati makanan masing-masing sambil menonton film dan sesekali bercanda.
"Dok, Serra udah siap begituan. Dokter mau nggak test drive.?"
Xander yang sedang minum hampir tersedak mendengar ucapan Serra. Bocah ini dari awal sangat tertarik melakukan hubungan sek sual, tidak ada takut-takutnya sama sekali.
"Saya nggak mau merusak masa depan kamu. Lebih baik kamu sekolah dan nanti kuliah yang bener. Saya akan membiayai kuliah kamu sampai lulus sebagai imbalan karna sudah nyembuhin saya." Tutur Xander.
"Dokter mau ngelakuin itu sama cewe lain yang lebih seksi ya.?" Ada nada kecewa dalam ucapan Serra. Bagaimana tidak, dia di tolak mentah-mentah oleh Xander.
"Bukan begitu, saya peduli sama masa depan kamu."
"Sudahlah, Dokter nggak perlu cari-cari alasan. Serra tau yang ada dipikirkan Dokter. Serra juga sadar badan Serra nggak seksi, nggak besar." Selorohnya dengan wajah badmood. Serra memilih mengambil ponsel dan menyibukkan dirinya dengan benda pintar itu.
Serba salah.
Anna kasihan juga karena Zayn nya cuek, tapi ya gimana.. kan cinta ga bisa dipaksakan. Tapi kita ga tau juga sih perasaan Zayn ke Anna sebenarnya gimana, soalnya tadi waktu Aron narik pergelangan tangan Anna, Zayn tiba² termenung. Entah apa maksudnya.