Soya Pinkblack Wijaya, pewaris tunggal Wijaya Company yang berusia 18 tahun, adalah gadis ceria, cantik, dan tomboy. Setelah ibunya meninggal, Soya mengalami kesedihan mendalam dan memilih tinggal bersama dua pengasuhnya, menjauh dari rumah mewah ayahnya. Setelah satu tahun kesedihan, dengan dorongan sahabat-sahabatnya, Soya bangkit dan memulai bisnis sendiri menggunakan warisan ibunya, dengan tujuan membuktikan kemampuannya kepada ayahnya dan menghindari perjodohan. Namun, tanpa sepengetahuannya, ayah dan kerabat ibunya merencanakan perjodohan. Soya menolak, tetapi pria yang dijodohkan dengannya ternyata gigih dan tidak mudah menyerah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nancy Br Sinaga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
33
Soya yang sudah sembuh dan bisa berjalan dengan baik memutuskan pergi ke sekolah walau harus berdebat dahulu dengan Alex yang lebih cerewet dari ayahnya.
Alex yang merasa Soya belum sembuh total melarang gadis itu untuk pergi dengan segala alasan yang tak masuk akal. Namun karena Soya sudah tidak betah hanya berdiam diri saja, memaksakan kehendaknya agar tetap pada keinginannya. Dan kini dia sedang berada di jam pelajaran bahasa Inggris bersama dengan Jino, Hana dan para siswa yang lainnya.
Hana yang sedari tadi melihat Soya termenung dari awal pelajaran hingga sang guru hampir selesai menerangkan tentang isi beberapa paragraf cerita, membuatnya merasa heran. Padahal biasanya Soya yang paling antusias jika pelajaran ini sedang berlangsung.
Hana yang tidak tahan melihat Soya seperti itu menyenggol lengan sahabatnya pelan, "Oi, kenapa sih?" tanya Hana.
Soya yang terbangun dari lamunannya langsung menatap Hana sedikit kebingungan.
"Ada apa?" tanyanya sambil komat-kamit. Jino yang duduk di depannya menoleh kebelakang mendengar dua temannya saling berbisik.
"Kamu itu kenapa!" ucap Hana geram.
"Aku..."
"OK, we're done with today's lesson. Don't forget to study at home!" seru Miss Siti sang guru bahasa Inggris.
"OK, Miss!" teriak mereka bersama-sama.
Miss Siti bergegas merapikan buku-buku dan pamit keluar kepada siswanya.
"Kamu kenapa sih, Ya? sepanjang pelajaran Miss Siti ngelamun," tutur Hana.
"Aku nggak apa-apa," jawab Soya sambil menggaruk tengkuknya malu karena Hana melihatnya tengah melamun.
"Atau kaki kamu masih sakit?" tanya Jino menimpali.
Soya menggeleng, "Nggak, udah baik kok. Nggak lihat tadi aku jalan dari pintu gerbang kesini baik-baik sajakan?" ujarnya. Jino dan Hana mengangguk.
"Lalu kenapa melamun? tanya Hana. Soya terdiam. Mereka tidak tahu saja bukan karena kaki atau pelajaran namun karena ulah pria yang tidur mendekapnya hingga pagi yang membuatnya merasa ada sesuatu yang tidak nyaman dalam hatinya. Hingga membuatnya tak fokus mendengarkan pelajaran.
Tadi pagi ketika bangun dan melihat wajah pria yang menciumnya tadi malam, tiba-tiba pipinya merona merasakan degup jantungnya yang sedikit tidak beraturan. Bahkan hatinya bergumam meratapi betapa bodohnya dirinya itu. Dia menganggap dirinya murahan hanya karena Alex mencium intens lalu membuatnya terbuai begitu saja.
...***...
Bel istirahat jam pertama berdentang membuat para siswa berhamburan keluar menuju kantin sekolah.
"Yuk kantin, lapar nih!" seru Hana membuat Jino menarik kepala Hana dan memasukkan kedalam keteknya.
"Jino bau!" pekiknya.
Soya yang melihat tingkah kedua sahabatnya itu hanya tertawa saja. Ini lah mengapa dia lebih betah du sekolah atau di luar rumah ketika ada kedua sahabatnya itu. Jika sudah dirumah Soya hanya akan bisa membuat dirinya sibuk dengan pekerjaannya agar tak terlalu memikirkan hal-hal yang tidak penting.
Tiga sahabat itu berjalan bersama kantin sekolah dengan bersenda gurau tanpa memperdulikan teman-teman yang tanpa sengaja mereka senggol bahkan memilih menyingkir dari ketiga orang itu.
"Widih, ramai amat!" seru Jino melihat lautan manusia berkerumun di satu tempat.
"Kenapa tuh? kok pada ngumpulnya disana?" tanya Jino pada salah satu adik kelasnya yang lewat dan ingin keluar dari kantin.
"Kak Kinan.."
Sebelum menyelesaikan perkataannya siswa perempuan itu berlalu begitu saja seperti ketakutan.
"Kinan?" gumam Soya dan Hana bersamaan.
Tanpa menunggu lagi, ketiganya langsung menuju ke kursi panjang yang dikerumuni oleh siswa kelas Xll.
"Ada apa ini!" teriak Jino.
Para siswa yang mendengar Jino cs datang langsung menghindar memberi ketiganya jalan.
"Ngapain? nggak usah ganggu urusan aku sama adik kelas sialan ini!" tegas Kinan membuat Soya, Jino dan Hana menatap kasihan kepada adik kelas tak tahu apa-apa itu.
"Kapan sih, kamu waras, Nan?" tanya Jino.
"Kamu pikir aku gila!" teriak Kinan.
"Woo.. sabar dong, nggak perlu teriak-teriak."
Soya mendekat dan duduk berhadapan dengan Kinan si biang rusuh yang nggak pernah ada kapoknya.
"Kamu, udah kita kasih peringatan. Dan ini, apa ini Kinan?" tanya Soya sambil menaikkan satu kakinya ke atas kursi. "Kamu nggak perlu ikut campur, dasar anak piatu!" teriak Kinan, kesal karena Soya selalu mengganggu kesenangannya. Tidak disekolah maupun di tempat lain.
Soya yang mendengar kata piatu dari mulut biadab Kinan merasa terbakar di sekujur tubuhnya. Panas, dan sungguh membuatnya ingin membakar seluruh sekolah dengan amarahnya.
Soya berdiri, dia menatap dingin kedua mata Kinan dan mendekat. Gadis itu sedikit menundukkan tubuh dan berbisik di telinga gadis biang rusuh itu, "Kamu! aku kasih peringatan sekali lagi, jika kamu mau aib teman gila di sebelahmu ini terbongkar dengan mudahnya. Silahkan lakukan semua sesuka hatimu. Besok pagi aku pastikan seluruh sekolah mengetahui semua hal tentangmu juga," ucapnya datar. Namun syarat akan ancaman.
Kinan serta Fina yang mendengar bisikan Soya seketika melipat bibir mereka takut. Soya yang tak pernah main-main dengan ancamannya selalu membuat siswa lain tak mau berurusan dengan gadis ini. Soya sejatinya adalah salah satu siswa yang cukup baik, dia bandel hanya di depan guru saja. Karena baginya melakukan itu dapat membuatnya sedikit merasa terobati akan teriakan sang ibu yang tak lagi bisa didengarnya.
"Jadi?" tanya Sota. Sedangkan Jino dan Hana yang melihat Kinan dan Fina sedikit ketakutan tertawa sarkas sambil membentuk kata loser dengan bibir mereka.
"Ya sudah, balik sana ke kelas nggak perlu bersihkan ini lagi!" seru Kinan.
Gadis manis berkacamata itu langsung berdiri mengambil seragamnya yang sudah kotor untuk dibawanya kembali ke kelas.
"Hai, tunggu!" pekik Soya.
Gadis berkacamata itu memejamkan matanya, "Ya tuhan keluar dari kandang singa masuk kandang psychopath," rintihnya dalam hati sambil menelan salivanya berkali-kali berharap masih bisa melihat matahari esok hari.
"A ad ada a ap apa, Ka Kak?" ucapnya terbata-bata. Sungguh dia bingung kenapa bisa masuk dalam situasi ini, padahal tadi pagi ibunya mendoakan ia yang baik-baik.
"Siniin seragam kamu," pinta Soya menarik seragam kotor itu dan melemparkan ke hadapan Kinan dan Fina.
Kinan berdiri dari duduknya dan membentak Soya, "Apaan sih!"
"Tuh cuci sampai bersih. Kalau besok pagi tuh seragam masih belum balik ke dia, kamu tamat sama aku!"
Jino dan Hana terbahak melihat Kinan cengo mendengar penuturan Soya. Yah, preman sekolah nyuci baju, apa kata dunia. Batin sang adik kelas terbahak walau hanya dalam hati saja.
Kinan dan Fina yang di permalukan oleh Soya bangkit dan bergegas pergi dari sana dengan membawa seragam adik kelas yang dia sengaja melepaskannya untuk mengalap meja yang tak sengaja ketumpahan es jeruk milik si gadis berkacamata itu.
"Kurang ajar!" pekik Kinan.
"Nan, maksud Soya tadi apa sih?"
"Yang aku pikir bukan itu, tapi darimana dia tabu kelakuan kita diluar sekolah selain yang kita kepergok waktu di mall itu," tutur Kinan tampak berpikir keras.
"Soya kan anak orang terpandang, jadi tidak mustahil dia mengetahui banyak hal tentang kita diluar sana 'kan," ucap Fina sahabat seperjuangannya.
"Tapi kata Om-om itu, Tuan Wijaya itu nggak akur dengan anaknya," ujar Kinan mencoba mengingat obrolan terakhir dengan om-om sugar daddy yang dimilikinya.
Duh makin penasaran nih kelanjutannya.