Yasmina Salsabilla atau yang akrab dengan sapaan Billa ini mengalami ketertinggalan dari teman-temannya yang sudah lebih dulu lulus kuliah disebabkan keterbatasan ekonomi dan membuatnya mengambil kuliah sambil bekerja. Akhirnya Billa dibantu oleh pamannya yang merupakan adik kandung dari almarhum ayahnya.
Dikarenakan mempunyai hutang budi, sang paman pun berniat menjodohkan Billa dengan anak salah satu temannya. Dan tanpa sepengetahuan sang paman, ternyata Billa sudah lebih dulu dilamar oleh Aiman Al Faruq yang tak lain adalah dosen pembimbingnya. Bukan tanpa alasan dosen yang terkenal dingin bak es kutub itu ingin menikahi Billa. Namun karena ia tidak mau mempunyai hubungan dengan sepupunya yang ternyata menaruh hati padanya. Aiman pun memutuskan untuk menikahi Billa agar sepupunya tidak mengganggunya lagi.
Bagaimana kisahnya, apakah Billa menerima lamaran dosennya ataukah menerima perjodohan dari pamannya?
Cerita ini 100% fiksi. Skip bila tidak suka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Daisy Faya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Juragan sawit buat cemburu
Aiman menatap Billa dengan tatapan yang sulit diartikan. Keningnya berkerut, mendengar ucapan Billa yang sangat tiba-tiba. Ia begitu susah mempercayai ucapan gadis berjilbab hitam di sampingnya ini, karena ia tahu betul bagaimana sifat Billa yang memang susah diprediksi, hampir semua omongan yang keluar dari mulutnya terkadang diucapkan tanpa sadar dan tanpa proses berpikir. Billa akan mengucapkan kata apa saja yang ada di mulutnya bukan dari hatinya.
“Kamu bilang apa barusan?” Tanya Aiman memastikan jika Billa sadar dengan apa yang diucapkannya.
“Saya ajak bapak nikah,” jawab Billa tanpa ragu.
“Kamu sadar kan dengan apa yang kamu ucapkan, atau ini cuma bentuk keceplosan dari mulut kamu yang sering tidak ada remnya itu,” Aiman memastikan sekali lagi, ia tidak ingin menelan bulat-bulat apa yang diucapkan Billa.
“Sadar pak, saya lagi gak mabok loh, saya ngajak bapak nikah, yok pak, nikah!” Entah apa yang ada di pikiran Billa saat ini, sampai-sampai ia bisa dengan santainya mengatakan hal itu.
“Kenapa sekarang saya yang jadi takut, kamu benar-benar tidak tertebak Billa,” ucap Aiman bergidik.
“Bapak udah gak mau ya nikah sama saya?” Billa bertanya dengan ragu.
“Bukan gak mau, tapi saya kaget sama kelakuan kamu, kemarin katanya belum siap untuk menikah, sekarang malah ajak saya nikah, ada apa sebenarnya dengan kamu?” Timpal Aiman dengan raut wajah bingungnya.
“Saya capek pak hidup gini-gini aja, kebetulan bapak datang dan menawarkan sebuah pernikahan ke saya, bapak juga berjanji akan membahagiakan saya dan bantu saya mewujudkan semua mimpi saya, rugi banget gak sih pak kalau saya nolak bapak. Duh gak kebayang gimana menyesalnya saya kalau bapak saya tolak terus nikah sama orang lain.” Racau Billa dengan santainya, namun membuat otak Aiman pusing tidak kepalang.
“Kenapa kamu bisa sesantai itu menanggapi sebuah pernikahan, sebenarnya otak kamu ini terbuat dari apa?” Frustasi sekali Aiman berhadapan dengan gadis ini, dan yang lebih parahnya lagi, dia mencintai gadis ini dan memang menginginkan gadis ini menjadi miliknya.
“Bapak jadi ragu ya sama saya sekarang? Kalau memang iya, belum terlambat untuk mundur pak, dipikirkan dulu pak kalau mau punya istri seperti saya, seumur hidup itu terlalu lama jika harus dilewati dengan sakit kepala karena kelakuan saya setiap harinya.” usul Billa dan mendapat balasan toyoran di kepalanya.
“Benar juga apa kata kamu, haruskah saya cari yang baru, yang lebih adem dan tidak buat saya naik darah tiap saat,” ucap Aiman dengan nada begitu serius dan sukses membuat Billa melebarkan matanya.
“Jangan dong pak, nanti saya sama siapa? Gak ada laki-laki lain yang mau sama saya kecuali bapak, udahlah ganteng duitnya banyak pula.” Rengek Billa.
Benar-benar ajaib gadis satu ini pikir Aiman, “Setelah ini saya tidak terima lagi jika kamu berubah pikiran, kita nikah setelah kamu wisuda.” Putus Aiman menatap Billa tajam. Billa membalas ucapan Aiman dengan cengiran lebarnya.
“Jadi deal ya pak, kita jadi nikah kan?” Billa bertanya dengan santai tanpa memperdulikan Aiman yang mendelik padanya saat ini.
Aiman tidak tahu bagaimana harus mendeskripsikan suasana hatinya saat ini, ia begitu terkejut dengan semua kelakuan Billa, namun disisi lain ia juga bahagia karena Billa sudah bersedia menikah dengannya. Sekarang Aiman hanya perlu memperluas sabarnya untuk menghadapi semua keanehan Billa. Namun Aiman tidak pernah menyangka jika gadis yang beberapa kali dilihatnya menangis di halte bus itu memiliki tingkah seaneh ini.
Aiman ingat sekali awal ia melihat gadis itu sekitar pertengahan tahun, gadis itu mengenakan baju dan jilbab berwarna hitam serta bawahan berwarna almond. Gadis itu terduduk di kursi halte sambil memeluk tasnya, dan tidak memperdulikan sekitarnya, ia terus menangis dengan hebatnya.
Kali kedua Aiman melihat gadis ini menangis dan masih di halte yang sama, tepat seminggu sebelum gadis itu muncul di depan meja kerjanya di ruangan kantor jurusan dan memperkenalkan diri sebagai mahasiswi bimbingannya. Aiman dengan susah payah menahan rasa terkejutnya ketika melihat Billa saat itu. Jantungnya berdebar dengan kencang, hanya karena menatap manik mata coklat gelas milik Billa.
Dari awal Aiman ingin menampik rasanya terhadap Billa, namun semakin ia ingin menyingkirkan Billa dari pikirannya, semakin pula bayangan gadis itu menghantuinya setiap saat.
“Saya sudah tiga kali melihat kamu menangis di halte bus di depan Fakultas Ekonomi, sebenarnya apa yang membuat kamu sampai menangis di depan umum seperti itu?” Aiman akhirnya menanyakan hal yang selama ini membuatnya penasaran.
“Tiga kali?” Ulang Billa, dan di balas anggukan oleh Aiman.
“Iya tiga kali, pertama itu sekitar pertengahan tahun, yang kedua adalah seminggu sebelum kamu bertemu saya pertama kali di kantor jurusan, dan yang ketiga adalah beberapa hari yang lalu.” Jelas Aiman dan hal itu tentu saja membuat mulut Billa menganga tidak percaya.
“Maksudnya bapak udah pernah liat saya jauh sebelum saya jadi mahasiswi bimbingan bapak gitu?” Tanya Billa memastikan, tidak dipungkiri jika dia begitu terkejut mendengar kenyataan itu.
“Iya, dan saya penasaran sama alasan kamu menangis tanpa malu di depan umum seperti itu.” Lanjut Aiman membuat Billa mencibir ke arahnya.
“Hati saya terlalu sakit pak, jadi saya tidak memikirkan apapun lagi, saya hanya ingin menangis untuk menumpahkan segalanya, persetan dengan orang yang melihat saya menangis.” Gumam Billa.
“Apa saya boleh tau penyebabnya?” Aiman begitu penasaran.
“Siapa lagi kalau bukan paman saya pak, dia selalu sukses membuat saya menangis tanpa memperdulikan tempat, karena semua kata-kata yang dikeluarkan untuk saya dan keluarga saya itu semuanya menyakitkan.” Hatinya ngilu jika sudah mengingat bagaimana perlakuan pamannya selama ini.
“Maaf kalau pertanyaan saya tadi membuat kamu harus mengingat kembali rasa sakit itu.” Sesal Aiman yang melihat ekspresi Billa berubah ketika menceritakan tentang pamannya.
“Santai aja pak, salah satu mimpi saya adalah membungkam mulut paman saya dan keluarganya dengan kesuksesan saya pak, saya tidak ingin keluarga saya direndahkan lagi oleh mereka. Dia selalu mengatakan kalau saya ini tidak tahu diri, padahal dia sendiri tidak tahu diri, dia bisa sukses dengan pekerjaannya sekarang itu kan berkat almarhum ayah saya yang menyekolahkannya dulu.” Billa dengan susah payah menahan air matanya, ia tidak ingin menangis lagi di depan Aiman.
“Tapi jangan pernah menyimpan dendam dalam hati kamu, manusia seperti mereka tidak seharusnya kamu ingat dan menghabiskan energi kamu saja untuk membenci mereka.” Aiman berusaha menenangkan hati Billa.
“Dia memang gak habis-habisnya nyari masalah sama saya pak, asal bapak tau aja, dia malah jodoh-jodohkan saya sama anak dari kerabat kerjanya, dan kebetulan saya kenal sama laki-laki itu, dan dia juga pernah ajak saya nikah pak,” jelas saja apa yang baru diucapkan Billa membuat Aiman melebarkan matanya, tidak menyangka jika paman Billa sudah bertindak sejauh itu.
“Trus gimana?” Tanya Aiman.
“Apanya?” Sahut Billa cepat.
“Itu yang ngajak kamu nikah,” balas Aiman tak kalah cepat.
“Ya saya tolak lah, walaupun dulu saya pernah suka sama dia, tapi tetap saja saya memilih bapak, karna kadar ketampanan bapak sedikit lebih tinggi daripada dia, kalau urusan harta sepertinya kalian berdua sama-sama kaya, dia punya banyak kebun sawit, kalau saya jadi sama dia, udah jadi nyonya juragan sawit saya pak.” Balas Billa santai tanpa mempedulikan Aiman yang sudah hampir mendidih mendengar rentetan kata yang keluar dari mulut Billa.
“Mana ponsel kamu?” Tiba-tiba Aiman memajukan tangannya ke arah Billa.
“Untuk apa?” Tanya Billa heran.
“Sudah bawa sini, saya pinjam sebentar,” paksa Aiman.
Dengan raut wajah bingung, Billa tetap menyodorkan ponselnya ke arah Aiman.
“Buka kuncinya,” perintah Aiman pada Billa, dan gadis itu menurutinya dengan menempelkan sidik jarinya untuk membuka ponsel tersebut.
“ Siapa namanya kamu simpan disini?” Aiman bertanya kembali.
“Siapa?” Billa dibuat bingung oleh Aiman.
“Si juragan sawit,” ketus Aiman.
“Kak Dewangga,” jawab Billa. Dan tangan Aiman langsung bermain lincah di atas layar ponsel Billa.
“Sudah saya blokir,” ucap Aiman dengan nada ketus. Akhirnya Billa paham apa maksud Aiman meminta ponselnya, Billa tidak dapat menahan tawanya melihat Aiman yang begitu kesal saat ini.
“Ya Allah, jangan bilang bapak cemburu,” ledek Billa dan Aiman tidak menggubris ucapan Billa.
“Gemes banget bapak kalo lagi cemburu, pengen saya buat cemburu sering-sering kalau gini ceritanya.” Billa masih semangat untuk meledek Aiman, dia tidak peduli sedikitpun dengan muka kesal Aiman