Seorang gadis cantik, jenius dan berbakat yang bernama Kara Danvers bekerja sebagai agen ganda harus mati di karena dikhianati oleh rekannya.
Namun, alih-alih ke alam baka. Kara malah bertransmigrasi ke tubuh bocah perempuan cantik dan imut berusia 3 tahun, dimana keluarga bocah itu sedang di landa kehancuran karena kedatangan orang ketiga bersama dengan putrinya.
"Aku bertransmigrasi ke raga bocil?" Kara Danvers terkejut bukan main.
"Wah! Ada pelakor nih! Sepertinya bagus di beri pelajaran!" ucap Kara Danvers menyeringai dalam tubuh bocah cilik itu.
Apa yang yang akan dilakukan sang agen ganda saat di tubuh gadis cilik itu dan menggemaskan itu. Yuk mari baca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulianti Azis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kedatangan Tamu
Keesokan paginya, kini Vara telah mandi dengan sendirinya, kemudian mengenakan dress cantik berwarna biru untuk ukuran anak balita sepertinya.
Awalnya, bi Asih yang ingin membantu bocah perempuan cantik itu untuk mandi. Tapi, Vara menolak dengan tegas.
Tentu dia tak ingin dirinya dibantu, meski tubuhnya anak kecil. Jiwanya tetap dewasa, dia terbiasa sendiri.
Disinilah Vara sekarang, duduk di sofa sambil berpikir serius. Rambut panjangnya diikat ekor kuda dengan poni depan membuatnya tampak imut.
Sampai kapan aku terjebak seperti ini? Apakah aku harus mengulang kehidupan lagi? Vara bertanya dalam hati.
Bocah perempuan cantik berusia 3 tahun itu, terus berpikir. Dia terlihat mengernyit heran melihat tingkah Lunaira beserta ibunya, Amara.
Nih! Kunti bogel sama titisan kunti pada ngapain sih?! Dari tadi kayak cacing yang dijadikan umpan! gerutu Vara.
"Sayang! Kamu ngapain disini? Ayo kita ke depan, jemput teman kamu!" suara lembut Selvira terdengar di telinga bocah perempuan itu.
Vara menoleh ke arah sang ibu. "Vala dicini aja Mama, lagian bukan juga pleciden yang mau datang," jawab bocah itu polos.
Selvira meringis mendengar jawaban sang putri, kadang-kadang ucapan sang putri di luar jangkauan pikirannya.
"Ya, sudah sayang. Kamu disini saja!" sahut Selvira menjawil dagu sang putri.
Tak berselang lama, suara Lunaira dan ibunya terdengar antusias. Mereka bahkan merapikan penampilannya. Sedangkan Arvin dan Selvira hanya diam.
Terlihat seorang pria seumuran dengan Arvin dengan mengenakan pakaian santai bersama istri serta putranya muncul dari balik pintu.
"Selamat datang Brian, Tania dan Dominic!" ucap Arvin dengan senyum ramahnya.
Saat Arvin bersedia menyambut uluran tangan sahabatnya, tiba-tiba sebuah pukulan mengenai rahang nya.
Bugh!
Brugh!
Tubuh Arvin tiba-tiba tersungkur ke lantai, sambil memegangi wajahnya. Sedangkan Selvira, Amara serta Lunaira memekik kaget melihat adegan itu.
Mata Vara berbinar terang, saat melihat Arvin dipukul oleh seorang pria seumuran dengannya.
Nah ini baru bener! Aku dari kemarin ingin memukul wajah buaya kadal empang itu, akhirnya ada juga yang mewakili aku! batin Vara merasa sangat senang.
"Mas Arvin!" pekik Amara dan Selvira membantu pria itu berdiri membuat Vara berdecak kesal.
"Kamu apa-apaan sih? Datang-datang main pukul saja!" ucap Arvin menyeka darah di ujung bibirnya sambil bangkit dari tempatnya.
Namun, bukan jawaban yang didapatkan. Melainkan sebuah pukulan, kembali membuat Arvin tersungkur ke lantai.
Bugh!
"Mantap!" ucap Vara semakin semangat menonton.
"Mas Brian, sudah!" ucap seorang wanita elegan menahan tubuh sang suami.
"Lepaskan aku!" ucap Brian lembut pada sang istri, kemudian melangkah ke arah Arvin.
Brian mencengkram kuat kerah baju Arvin, dengan wajah dinginnya. "Kamu yang apa-apaan, hah?! Tega kamu menduakan Selvira!" bentak pria tampan itu dengan suara lantang.
Arvin seketika bungkam, sedangkan Amara sudah berwajah masam. Ternyata karena masalah Selvira, pikir Amara.
Vara semakin bersemangat, dalam hatinya dia bersorak menyemangati pria tampan yang memukuli Arvin itu.
Tiba-tiba pandangannya dihalangi oleh seseorang, membuat bocah perempuan itu berdecak kesal. Matanya bersirobok dengan mata anak laki-laki tampan berusia enam tahun.
"Minggil!" ucap Vara kesal.
Anak laki-laki tampan itu tetap bergeming ditempatnya, dengan wajah dingin. Membuat Vara merasa kesal.
Aelah! Nih bocah siapa sih? batin Vara merasa geram.
"Aku bilang minggil! Kamu ciapa cih?!" ucap Vara ketus.
"Kamu tidak boleh melihat adegan berantem itu, kamu masih kecil Vara!" ucap anak laki-laki tampan itu dengan suara lembutnya.
Dih! Aku sudah besar yak! maki Vara kesal tapi hanya diucapkan dalam hatinya.
"Aku cudah becal tahu!" sahut Vara, membuat anak laki-laki tampan itu terkekeh.
Dih! Apa yang lucu sih! Gak jelas banget nih orang! maki Vara dalam hati.
"Aku membawakan oleh-oleh untukmu! Lebih baik kamu melihatnya, kamu pasti senang!" ucap anak laki-laki tampan itu tidak mempedulikan raut kesal bocah perempuan cantik itu.
Saat anak laki-laki tampan itu menyodorkan sebuah paperbag untuk Vara, tiba-tiba Lunaira datang merebutnya.
"Ini pasti untukku, 'kan. Dominic?" terlihat wajah Lunaira berseri-seri dan memamerkannya pada Vara.
Dih! Ini lagi titisan kunti datang-datang tambah menghalangi pandangan saja! batin Vara menggerutu.
Anak laki-laki tampan yang bernama Dominic itu kembali merebut paperbag tersebut dengan cepat, membuat senyum Lunaira luntur.
Jiah! Direbut kembali gak tuh! batin Vara terkekeh.
"Ini bukan untukmu! Ini khusus untuk Vara," sahut Dominic dengan suara dingin.
Woah! Sepertinya nih anak orangnya dingin, tapi kenapa sama Vara dia lembut yak! Jangan-jangan dia suka lagi sama Vara?! batin Vara menerka-nerka.
"Lalu hadiah untukku mana?" tanya Lunaira dengan wajah malu-maluin.
"Gak ada!"
"Pufftt ..." Vara mencoba menahan tawanya, dia sangat menyukai ekspresi wajah Lunaira yang terlihat jelek.
Tiba-tiba Vara beranjak dari duduknya, kemudian melihat ke arah para orangtua yang ternyata adu pukul nya telah selesai.
Ck, kan sudah selesai adu jotos nya! Aku belum puas lihat si buaya kadal empang dipukuli! Tapi lumayan lah ada tontonan! batin Vara.
Wajah Brian masih terlihat dingin. "Kamu tahu gak?! Perasaan Selvira saat kau menikahi mantan pacar mu itu!" ucap pria tampan itu.
Arvin tetap bungkam, sedangkan Selvira serta istri Brian mencoba untuk melerai keduanya.
"Mas Brian, sudah!" ucap Selvira dan Tania kompak.
Brian masih tidak ingin melepaskan cengkraman nya dari kerah baju Arvin. Pria itu benar-benar kecewa pada sahabatnya, karena telah menduakan Selvira dan menikahi wanita yang pernah meninggalkan Arvin hanya demi kekayaan.
"Mas ingat! Ada anak-anak disini, apalagi ada Vara itu. Dia akan ketakutan melihatmu seperti ini," sahut Tania lembut.
Mendengar nama Vara, Brian langsung menghempaskan tubuh Arvin. Membuat pria itu sedikit terdorong ke belakang.
"Aku benar-benar kecewa padamu, Arvin!" ucap Brian dengan tatapan kekecewaan.
"Sudah Mas!" Tania mengusap bahu sang suami, sebenarnya dia juga merasa kecewa dengan sikap Arvin.
Selvira adalah sahabatnya, dia juga tidak rela sahabatnya disakiti oleh pria didepannya itu. Sedangkan Vara kini dibuat bingung dengan tingkah anak laki-laki tampan didepannya itu.
"Kamu ciapa cih?" tanya Vara kesal.
"Kamu lupa dengan aku?" tanya Dominic merasa sedih.
Bukan lupa cuk! Aku memang gak kenal kamu, bocah! batin Vara kesal.
"Vara sayang! Kamu apa kabar?" suara seorang wanita cantik menyapa indera pendengaran Vara.
Wanita cantik itu, melewati Lunaira dan Amara begitu saja. Semakin membuat keduanya kesal.
Tania mensejajarkan tingginya dengan Vara. "Kamu ingat gak sama Mommy!" ucap Tania lembut.
Mommy apaan sih?! Satu saja masih ada, eh ada Mommy lain lagi! batin Vara.
"Dia tidak mengenalmu, Tan! Vara mengalami amnesia!" sahut Selvira.
Deg!