Naya yang tak pernah mendapatkan kasih sayang dari keluarganya harus mengalami malam kelam bersama dokter Mahesa, dokter bedah syaraf sekaligus direktur rumah sakit tempatnya bekerja sebagai seorang perawat.
Naya yang sadar akan dirinya yang hanya orang dari kelas bawah selalu berusaha menolak ajakan dokter Hesa untuk menikah.
Namun apa jadinya jika benih dari dokter tampan itu tumbuh di rahimnya, apakah Naya akan tetap menolak?
Tapi kalau mereka menikah, Naya takut jika pernikahan hanya akan membawa derita karena pernikahan mereka tanpa di landasi dengan cinta.
Namun bagaimana jadinya jika dokter yang terlihat dingin di luar sana justru selalu memperlakukan Naya dengan manis setelah pernikahan mereka?
Apakah Naya akhirnya akan jatuh cinta pada suaminya itu?
Follow ig otor @ekaadhamasanti_santi.santi
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sahabat lama
Naya sampai di rumahnya hampir pagi buta. Dia sebenarnya tak ingin kembali ke rumah saat ini. Dia tak ingin mendapatkan tatapan tajam dari kedua orang tuanya. Dia juga enggan mendengarkan ocehan kedua orang tuanya yang selalu membuat telinganya berdengung. Tapi dia tak tau lagi harus pergi ke mana selain ke gubuk derita itu.
Rumah yang katanya orang menjadi tempat pulang dan berlindung dari kerasnya dunia, tapi bagi Naya rumah itu layaknya gubug derita yang selalu membawa air mata.
Cklek...
Naya membuka pintu rumahnya sepelan mungkin. Dia memang membawa kunci cadangan di rumahnya itu karena dia sering pulang larut malam setelah bekerja.
Dia hanya berdoa semoga saja Ibunya tidak mendengar suaranya karena dia sedang tidak baik-baik saja saat ini untuk mendengar amarah Ibunya.
Terkadang Naya berpikir apa dia bukan anak kadung orang tuanya. Kenapa dari dulu mereka tidak memberikan kasih sayang layaknya orang tua pada anak mereka.
Wanita berusia dua puluh satu tahun itu langsung luruh di balik pintu kamarnya. Tangisnya kembali pecah kala mengingat kejadian yang baru saja ia alami.
"Tanggung jawab?" Lirih Naya di sela tangisannya.
"Apa benar dia akan tanggung jawab. Sementara dia adalah seorang Direktur rumah sakit dan aku?" Naya membenamkan wajahnya di sela kedua lututnya.
Seandainya saja dokter Hesa mau mempertanggungjawabkan perbuatannya, Naya merasa tak pantas untuk bersanding dengan pria itu.
Apalagi tak ada cinta di antara mereka. Pernikahan yang dilandasi dengan cinta saja bisa hancur apalagi cinta tanpa ada cinta yang mengikat di dalamnya.
Naya memegang perutnya. Dia hanya bisa berharap kalau dia tidak akan hamil hanya dengan satu kali perbuatan dosa itu. Kalau di ingat, saat ini bukanlah masa suburnya. Jadi kemungkinan besar hasil hubungan kelamnya tidak akan meninggalkan benih yang tumbuh di rahimnya.
Semalaman Naya tak memejamkan matanya sama sekali hingga kini dia harus segera berangkat untuk dinas pagi.
Seperti biasa dia akan menyiapkan sarapan untuk kedua orang tuanya yang masih terlelap meski matahari sudah menampakkan sinarnya.
"Pulang jam berapa kamu?!!"
Naya sempat terkejut dengan kedatangan Ibunya yang tiba-tiba.
"Naya pulang malam Bu, tapi lupa jam berapa"
"Pulang hampir subuh Bu, aku tadi dengar saat dia pulang" Sahut seorang remaja pria berseragam putih abu-abu. Dia adalah adik Naya satu-satunya sekaligus anak kebanggan Ayah dan Ibu Naya.
"Kelayapan ke mana kamu?"
"Naya sudah bilang sama Ibu kemarin kalau Naya ikut seminar Bu. Acaranya selesai tengah malam, jadi Naya pulang hampir subuh karena jarang sekali ojek jam segitu" Naya harus mencari berbagai macam alasan agar Ibunya tak lagi memperpanjang masalah itu. Lagipula masalahnya akan selesai dari tadi andai saja Wisnu tak ikut campur.
Adiknya itu memang mengikuti kedua orang tuanya yang tak menyukai Naya. Sudah Naya bilang, rumah itu memang gubug derita untuknya. Tak ada yang menyayanginya di rumah itu. Mau pergi dari sana pun Naya selalu di tuntut dengan alasan balas budi oleh Ayahnya yang pengangguran itu.
"Awas ya kalau kamu berani kelayapan nggak jelas!"
"Iya Bu, Naya berangkat dulu. Assalamualaikum"
Naya sengaja menghindari Ibunya dengan cepat-cepat berangkat kerja sebelum Ibunya semakin panjang menceramahinya. Padahal Naya juga belum sarapan sama sekali.
Tapi, sama saja Naya saat ini tak ada selera makan. Jadi dia langsung saja berangkat ke rumah sakit.
"Di mana ID card ku?" Naya mencari benda itu di dalam tasnya ketika ia telah sampai di depan rumah sakit.
"Kok nggak ada?"
Naya ingat betul kalau dia belum mengeluarkan apapun dari tasnya itu. Tapi kemana benda yang wajib dikenakannya saat bertugas sebagi tenaga medis di rumah sakit dr. Catra itu.
Deg...
Jantung Naya seperti berhenti berdetak. Dia seolah ingat di mana benda itu berada.
"Pasti dokter Hesa sudah menemukannya"
Naya kembali ketakutan. Dia takut jika nanti akan berhadapan lagi dengan Direkturnya itu.
"Naya!"
Naya tersentak karena kedatangan Rendra yang begitu tiba-tiba.
"Eh, dokter Rendra ngagetin aja" Naya berusaha menyembunyikan keterkejutannya.
"Kamu kenapa? Kok pucat gini? Mata kamu juga capek banget kayaknya. Nggak tidur semalaman ya?"
"E-enggak dokter. Cuma agak nggak enak badan aja" Naya cukup terkejut karen Rendra bisa menebak jika dirinya tak tidur semalaman.
Dokter muda itu adalah dokter umum yang baru saja masuk ke rumah sakit itu bersamaan dengan Naya. Sbelumnya Rendra bertugas di rumah sakit yang berada di bandung.
"Nggak enak badan? Kamu udah periksa? Atau biar aku yang periksa kamu ya?"
"Nggak usah dok. Saya udah minum obat kok"
"Ya udah kalau gitu, tapi ngomong-ngomong aku mau kenalin seseorang sama kamu"
"Siapa dok?" Naya terlihat penasaran.
"Dia sepupu ku, mulai hari ini dia akan jadi dokter koas di sini. Sebentar lagi dia da... Itu dia!!" Rendra melambaikan tangannya pada wanita cantik yang berjalan dengan anggun ke arahnya.
"Gisel??" Gumam Naya.
"Naya??" Wanita itu juga sama terkejutnya.
"Jadi kalian saling kenal?" Rendra menatap sepupunya juga pada Naya secara bergantian.
"Naya, astaga Nay. Akhirnya kita ketemu lagi" Wanita bernama Gisel itu langsung memeluk Naya.
Dia adalah sahabat Naya waktu di bangku SMA dulu. Mereka sempat loss kontak karena Gisel mengambil kuliah kedokteran di luar kota. Kesibukan mereka masing-masing membuat mereka tak lagi berhubungan.
"Gisel, kamu apa kabar?" Naya membalas pelukan wanita yang semakin hari semakin terlihat cantik itu.
"Aku baik Nay. Aku kangen sama kamu tau. Kamu kerja di sini juga?" Gisel melepaskan pelukannya.
"Iya sudah dua bulan ini aku jadi perawat di sini"
"Kalau tau kamu kerja di, aku minta sama Kakak buat masukin aku ke sini sejak awal"
Deg...
Tubuh Naya menegang ketika Gisel menyebut kata Kakak. Pasalnya Naya tau betul siapa Kakak dari Gisel itu.
"Jawab dulu pertanyaan ku, kalian kok bisa saling kenal?" Rendra protes karena sejak tadi melihat drama kangen-kangenan dua wanita di depannya itu.
"Gini loh Ren, Naya sama aku itu satu SMA. Tapi kita udah lama nggak saling tukar kabar. Makanya aku kaget banget lihat dia ada di sini" Jelas Gisel membuat Rendra mengangguk mengerti.
"Ya udah Nay, aku masuk dulu ya. Aku harus ketemu Kak Hesa dulu ya. Takutnya dia ngamuk kalau aku belum menemuinya dulu. Nanti siang aku cari kamu. Kita makan siang bareng ya? "
"Iya, aku juga harus bekerja Gisel. Saya duluan ya dokter Rendra"
"I-iya. Jadi kalian ninggalin gue sendirian nih?" Rendra pun mulai pergi ke ruangannya. Menyusul kedua wanita yang telah meninggalkannya dengan berbeda arah itu.
Sementara Naya langsung menuju ke bangsalnya. Yaitu di bangsal penyakit dalam. Meski Naya adalah perawat junior di sana, namun keuletannya serta sikapnya yang ramah membuat dia di sukai banyak pasien yang ada di sana.
"Selamat pagi Suster Sita, selamat pagi semua" Sapa Naya pada kepala perawat di bangsal itu terlebih dahulu.
"Pagi suster Naya" Sahut Sita. Wanita yang sudah menginjak kepala empat itu mendekat pada Naya.
"Suster Naya, sebenarnya masalah apa yang kau perbuat sampai dokter Hesa memintamu datang ke ruangannya sekarang juga?"
Deg...
"A-apa Suster Sita? Dokter Hesa meminta saya ke ruangannya?"