Seorang laki-laki diminta menikahi puteri pengusaha kaya mantan majikan ibunya. Padahal baru saja ia juga melamar seorang wanita. Bimbang antara membalas budi atau mewujudkan pernikahan impian, membuatnya mengalami dilema besar. Simak kisah cintanya di sini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puspa Indah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAGIAN 33
Paginya sejak sholat subuh sampai waktu sarapan, Mawar sering memperhatikan ekspresi Ardha. Bukan tanpa alasan, pesan meresahkan tadi malam masih meninggalkan tanda tanya bagi Mawar.
Tetapi sepertinya wajah Ardha tidak menampakkan sesuatu yang aneh, sama saja seperti biasanya.
"Maaf, pagi ini aku tidak sempat memasak makanan yang seperti biasa", ucap Ardha sambil meletakkan sepiring omelette nasi dan saus pelengkapnya ke hadapan Mawar.
"Untuk makan siang dan malam, nanti aku kirim lewat kurir restoran. Namanya Andy, keturunan Tionghoa, berkacamata dengan bingkai warna merah. Kalau ciri-cirinya bukan seperti itu, jangan buka pintunya kecuali ada telepon dariku sebelumnya", pesan Ardha serius seraya menatap Mawar intens dengan maksud agar Mawar benar-benar memperhatikan.
"Aku meminta pemasok bahan segar datang lebih awal hari ini karena setelahnya aku ada janji temu dengan dekorator acara resepsi. Mereka perlu melihat tempat dan mengajukan beberapa pertanyaan untuk keperluan dekorasinya", sambung Ardha, kemudian dia segera melahap sarapannya.
"Benarkah? Apakah kau perlu bantuan? Aku bisa ikut denganmu ke restoran", tawar Mawar antusias.
"Oh, tidak. Itu tidak perlu", jawab Ardha spontan.
"Aku akan menanganinya sendiri. Lagipula ini cuma acara kecil, tak banyak yang perlu disiapkan", sambung Ardha berusaha meyakinkan Mawar.
Ia sudah berjanji pada Nadya kalau Mawar tidak akan ke restoran lagi kecuali saat resepsi nanti.
"Oh.. begitu. Baiklah..", kata Mawar dengan raut wajah agak kecewa.
Ardha yang melihatnya menjadi merasa tidak enak dan merasa iba. Mawar pasti berharap dia tak harus tinggal di rumah seharian tanpa kegiatan yang jelas.
Sebenarnya sejak kemarin Mawar mencoba mencari kesibukan. Dia melihat beberapa tanaman pot yang sepertinya tak terawat di halaman belakang. Akhirnya dia menata kembali tanaman-tanaman tersebut agar terlihat indah setelah menemukan peralatan berkebun di dalam gudang.
Berkebun memang salah satu hobinya, sama seperti ibunya. Bu Indah bahkan memiliki rumah kaca di halaman belakang rumahnya dengan koleksi tanaman bunga mawar beraneka macam. Dari yang umum ditemui, sampai yang langka dengan harga cukup tinggi. Mawar memang bunga favoritnya, karena itulah dia menamakan putrinya dengan nama bunga itu.
Tapi berkebun saja sepertinya belum cukup untuk mengusir rasa bosannya. Karena itulah dia sangat berharap kalau Ardha mengajaknya keluar rumah, bahkan untuk sekedar pergi ke restorannya. Di sana dia akan bertemu dengan orang-orang. Walaupun tak bisa mengobrol, paling tidak dia tidak akan merasa sendirian.
Tapi nampaknya seharian ini ia harus tinggal sendirian di rumah. Ardha sepertinya tak suka kalau ia ikut ke restoran dan mungkin bisa mengganggu pekerjaannya. Kini Mawar kembali sadar kalau dirinya memang hanya beban bagi Ardha. Mawar pun tiba-tiba menjadi sedih...
"Mawar, kamu menangis?", Ardha terkejut ketika menyadari ada bulir yang jatuh di pipi Mawar.
Arya kemudian bangkit dari duduknya kemudian menuju ke sisi kursi Mawar. Mawar yang tersadar, segera menghapus air matanya yang ternyata telah mengalir tanpa bisa ditahan.
"Maaf, maafkan aku", ucap Ardha sedikit panik dan berjongkok di sisi Mawar.
"Baiklah kau boleh ikut ke restoran. Ini resepsi pernikahan kita, memang sewajarnya kalau kau juga ikut terlibat dalam persiapannya. Maafkan aku. Sudah, jangan menangis lagi", Ardha kini bahkan ikut mengusap air mata di pipi Mawar.
"Tidak, bukan begitu. Aku yang harusnya minta maaf. Aku.. aku telah banyak menyusahkanmu, seharusnya kau tidak perlu bersedia menikahiku. Aku sudah menyusahkan banyak orang", air mata Mawar mengalir lagi, kini lebih banyak.
"Apa yang kau bicarakan, jangan berkata yang tidak-tidak. Sudah jangan menangis, kasihan bayimu", ucap Ardha sambil memeluk kepala Mawar.
Ardha merasakan dilema yang besar. Benarkah seharusnya dia tidak menikahi Mawar dan tetap menjadikan Nadya saja sebagai isterinya. Apakah dengan begitu dia akan menjadi lebih tenang dan bahagia tanpa perlu terlibat dengan masalah Mawar. Tapi bagaimana dengan Mawar, sanggupkah Ardha tetap bahagia di saat mengetahui keadaan Mawar yang terpuruk.
Ardha kemudian mengeluarkan ponselnya dan mengirim pesan ke Jason. Ya... Lagi-lagi Jason yang menjadi tumbalnya. Tapi biarlah, hitung-hitung biar dia belajar lebih banyak dalam mengelola restoran. Karena kini Ardha dan Erick sedang merintis cabang restorannya yang sedang dalam tahap pembangunan. Mereka berniat menyerahkan pengelolaan restoran itu kepada Jason. Hanya saja dia belum diberitahu. Nanti saja, setelah semuanya rampung.
"Mawar, bolehkah aku minta tolong padamu?", tanya Ardha.
Tangis Mawar mereda, kemudian dia memandang ke arah Ardha seolah bertanya, apa?
Sedih & lucu...
Masih ada beberapa kesalahan nama...