Siapa sangka, cinta yang dulu hangat kini berubah menjadi api dendam yang membara. Delapan tahun lalu, Alya memutuskan Randy, meninggalkan luka mendalam di hati lelaki itu. Sejak saat itu, Randy hidup hanya untuk satu tujuan : membalas sakit hatinya.
Hidup Alya pun tak lagi indah. Nasib membawanya menjadi asisten rumah tangga, hingga takdir kejam mempertemukannya kembali dengan Randy—yang kini telah beristri. Alya bekerja di rumah sang mantan kekasih.
Di balik tembok rumah itu, dendam Randy menemukan panggungnya. Ia menghancurkan harga diri Alya, hingga membuatnya mengandung tanpa tanggung jawab.
“Andai kamu tahu alasanku memutuskanmu dulu,” bisik Alya dengan air mata. “Kamu akan menyesal telah menghinakanku seperti ini.”
Apa yang sebenarnya terjadi di masa lalu? Mampukah cinta mengalahkan dendam, atau justru rahasia kelam yang akan mengubah segalanya?
Kisah ini tentang luka, cinta, dan penebusan yang mengguncang hati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Byiaaps, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
Teruntuk anakku, Randy...
Maafkan Bapak dan Ibumu ini yang terpaksa pergi tanpa pamit.
Demi kebaikanmu, Ibu harus menghindarimu.
Tapi, doa Bapak dan Ibumu tak akan pernah putus untukmu, selamanya, sampai nafas kami berhenti.
Kami baik-baik saja di sini, jaga dirimu baik-baik di sana. Ibu akan selalu mendoakanmu bahagia bersama keluarga yang kamu pilih. Ibu juga doakan agar Alya dan anakmu bisa kembali berkumpul bersamamu.
Berusaha lah terus mencari Pak Antonio, dia yang akan mengungkap segalanya.
Jika saatnya sudah tiba, kita akan bertemu lagi, Nak, sampai jumpa.
Begitu lah isi surat yang Bu Yusi curahkan, Randy pun termenung sekian detik.
“Sejak kapan mereka pergi, Bu? Apa Bu Tanti tahu di mana mereka?” Randy tampak cemas.
“Sehari setelah Mas Randy datang terakhir ke rumah Bu Yusi waktu itu. Malamnya, Bu Yusi minta dituliskan surat ini. Keesokan paginya, rumah mereka sudah kosong,” ungkap Bu Tanti.
Randy pun semakin tak paham, ada apa sebenarnya dengan semua ini.
***
“Tapi, Tuan, Pak Antonio sudah meninggal, apa yang harus kita cari lagi?” Geni tampak bingung dengan perintah tuannya.
“Aku tidak mau tahu, cari sisa nama Antonio yang belum kamu datangi. Atau mungkin, ada Subardja yang lain. Bisa saja, bukan Antonio Subardja yang itu orangnya,” bantah Randy berusaha yakin jika ia harus segera menemui Pak Antonio, meski ia tahu semua bisa saja akan sia-sia.
Tak banyak bicara, Geni bergegas melaksanakan tugasnya, sementara Randy akan pulang ke rumahnya menemui Nadia.
Hingga saat tiba di rumahnya, dengan penuh amarah Randy berteriak memanggil istrinya dan juga Sari.
"Apa sih kamu, Ran? Teriak-teriak tak jelas. Sudah tak pulang, ke mana saja kamu?" kesal Nadia saat keluar dari kamar.
Tak lama, Sari pun menemuinya dari dapur. "Iya, Tuan?"
"Mulai hari ini, kamu saya pecat!" tegas Randy membuat Sari melongo, begitu pun dengan Nadia.
"Apa maksudmu main pecat Sari. Salah apa dia?" Nadia tak terima.
Mengingatkan kembali perlakuan sadis mereka berdua pada Alya kala itu, Randy tak terima karena hal itu membuat Alya trauma.
"Itu sudah 5 tahun lalu, kenapa dibahas lagi? Oh, apa dulu memang benar kalau kamu menghamilinya? Dan kemarin saat tak pulang, kamu menemuinya, iya?" tuduh Nadia.
"Iya, aku yang menghamilinya! Aku tak terima karena perlakuan kalian berdua hampir membuat anakku cacat!" Ucapan Randy seketika membuat seisi ruangan hening.
Menampar suaminya, wajah Nadia memerah, ia tak menyangka suaminya mengkhianatinya.
Tak gentar, Randy justru menantang Nadia jika ingin menceraikannya. Ia bahkan mengatakan bahwa sedari awal tak pernah ada cinta dalam pernikahan mereka. "Kamu mau menikah denganku hanya agar Raina punya papa 'kan? Lagi pula, aku rasa tak ada lagi yang bisa aku pertahankan dari rumah tangga ini, toh kita juga tak bisa punya anak!"
Hanya terdiam dengan mengepalkan tangannya, Nadia seakan sengaja menahan diri untuk tak bicara.
Sementara itu di panti asuhan, pagi ini Davin kembali berkunjung menemui Alya.
Alya yang masih takut berhadapan dengan Davin, hanya bisa berlindung di belakang tubuh Bu Puri.
“Kita belum kenalan secara langsung waktu itu,” ujar Davin mengulurkan tangannya.
Ibu pemilik panti itu pun menarik tangan kanan Alya untuk menjabat uluran tangan Davin. Setelahnya, ia meminta keduanya untuk duduk dan saling berbincang, lalu pergi meninggalkan mereka berdua. Meski awalnya, Alya meminta untuk tetap bersamanya.
“Apa kabar, Al?” Davin membuka obrolan.
Mengangguk pelan, Alya tak berani menatap lelaki di hadapannya itu.
“Tidak apa-apa kalau kamu masih bersikap seperti ini, Al, aku bisa paham. Aku hanya ingin bantu kamu menyembuhkan traumamu yang sudah bertahun-tahun ini, demi Gio,” tutur Davin menatap lekat ke arah Alya.
Perlahan, Alya mencoba memberanikan dirinya memandang Davin. Sejujurnya, ia juga tak ingin bersikap tak normal seperti ini. Ia pun tak menyangka dirinya berubah menjadi pribadi yang menutup diri dari orang baru.
Davin pun mulai mengajak Alya mengobrol mulai dari membahas Gio, juga tentang Alya sendiri, meski hanya Davin yang seolah dominan di sini, sementara Bu Puri tak henti tersenyum mengamati mereka dari dapur.
Hingga 30 menit berlalu, Davin yang mulai menyadari bahwa Alya sudah tak nyaman berada di sana, berpamitan kembali ke kantor.
“Sampaikan pada Bu Puri ya, Al. Aku pamit, nanti kita sambung lagi di lain hari. Senang bisa mengobrol denganmu hari ini,” tukas Davin bersiap pergi.
Mengangguk pelan, Alya hanya melirik Davin.
***
Siang ini, Geni yang sudah berada di mobilnya bersama salah seorang anak buah Randy untuk mencari nama Antonio yang belum ditemuinya, tak henti memandangi laptop untuk menjelajahi pencariannya.
“Tak ada Antonio Subardja lain,” gumamnya.
Hingga semakin jauh jarinya melakukan penjelajahan, tak sengaja ia membuka profil sebuah kantor pengacara. Dalam profil itu, ada beberapa nama kuasa hukum yang pernah bekerja di bawahnya. Seketika kedua bola matanya pun membelalak kala membaca sebuah nama.
Antonio Ali
Ia pun mengingat bahwa nama di atas adalah salah satu dari 5 nama Antonio yang pernah ia temukan, yang sempat ia cari tahu telah pindah alamat.
Belum sempat berkedip, Geni menelan salivanya kasar dan bola matanya semakin membulat sempurna. “Ini bukannya...jadi beliau....”
“Kita ke panti asuhan Asuh Asih sekarang!” titahnya pada anak buah Randy yang sedang mengendalikan kemudi.
Hingga setibanya di sana, Geni segera turun dan bersiap masuk gerbang.
“Mau apa lagi?” ketus Bu Puri berjalan ke arah gerbang, karena kebetulan sedang ada di halaman panti.
“Saya sudah bilang, jangan temui Gio maupun Alya lagi! Bilang pada tuanmu itu, lupakan mereka. Dia yang tak mau bertanggung jawab, sekarang seenaknya mau diakui ayah!” lanjut Bu Puri tanpa jeda.
“Maaf, Bu, tapi saya hanya ingin...” Belum sempat melanjutkan ucapannya, Bu Puri dengan tegas memerintahkannya pergi.
Hingga tak lama, suami Bu Puri keluar dari dalam panti, seketika pandangan Geni pun tertuju padanya.
“Pak Antonio!” panggil Geni dengan keras.
“Pergi saya bilang!” usir Bu Puri.
“Pak, saya butuh bicara pada Bapak,” teriak Geni lagi berusaha tak mengindahkan Bu Puri.
Memukul Geni dengan ember kosong yang dibawanya, Bu Puri terus mengusirnya.
“Bu, Bu, sudah. Ada apa ini?” lerai Pak Antonio menghampiri mereka.
Tak ingin banyak buang waktu, Geni segera mengutarakan tujuan kedatangannya yang ingin berbicara pada Pak Antonio.
Sementara Bu Puri terus mengusir Geni karena menganggap asisten Randy itu hanya ingin membujuk suaminya agar diizinkan menemui Gio.
“Bapak benar Pak Antonio Ali? Apa Bapak masih ingat dengan Pak Luki Atmaja, ayah dari anak kecil bernama Randy Atmaja?” cecar Geni tak memedulikan suara nyaring Bu Puri.
Seketika mereka semua terdiam setelah Geni menyebut keluarga Atmaja.
...****************...
alurnya teratur baca jdi rileks banyak novel yang lain tulisan nya di ulang ulang terlalu banyak kosakata aku senang cerita kamu terus deh berkarya walaupun belum juara
Semangat kutunggu Karya selanjutnya Thoor, semoga sehat selalu