Ketika cinta harus terpatahkan oleh maut, hati Ryan dipenuhi oleh rasa kalut. Dia baru menyadari perasaannya dan merasa menyesal setelah kehilangan kekasihnya. Ryan pun membuat permohonan, andai semuanya bisa terulang ....
Keajaiban pun berlaku. Sebuah kecelakaan membuat lelaki itu bisa kembali ke masa lalu. Seperti dejavu, lalu Ryan berpikir jika dirinya harus melakukan sesuatu. Mungkin dia bisa mengubah takdir kematian kekasihnya itu.
Akan tetapi, hal itu tak semudah membalikkan telapak tangan, lalu bagaimanakah kisah perjuangan Ryan untuk mengubah keadaan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon amih_amy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29. Hilang Sendiri
...----------------...
Ryan kembali ke rumahnya. Ia ingin membersihkan diri karena tubuhnya terasa lengket oleh keringat hari ini. Tubuh dan hatinya terasa lelah sekali. Tubuhnya lelah mengejar Rara dan hatinya lelah menahan gelora yang terbakar akibat perbuatannya. Bagaimana tidak, adegan cium paksa yang dia lakukan pada Rara, sungguh membuat jantung dan hatinya tidak baik-baik saja.
Setiap detik yang dilewatkan di momen itu masih terekam jelas dalam ingatan. Bahkan sampai sekarang rasa kenyal dan nyaman itu seperti masih menempel di bibirnya. Sungguh, Ryan ingin mengulanginya lagi. Dia ketagihan.
"Sialan! Kenapa gue harus ngelakuin itu? Jadi nyiksa sendiri, kan!" Ryan mendessah frustrasi sambil menyugar rambutnya sendiri. Dia juga takut jika Rara tidak bisa memaafkannya lagi.
Ryan melangkahkan kakinya menuju lemari hendak mencari baju ganti, lalu mengambil handuk sebelum masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Butuh waktu 30 menit untuk Ryan membersihkan dirinya, lalu keluar dari kamar mandi dalam keadaan segar dan wangi. Baru beberapa langkah dia berjalan, ponselnya berdering nyaring menandakan ada panggilan. Lekas, Ryan mengambil ponselnya yang tergeletak di atas ranjang.
Panggilan itu berasal dari nomor yang tak dikenal, tetapi lelaki itu tetap menerima panggilan.
"Halo, siapa, nih?" sapa Ryan dengan nada datar.
"Heh, anak durhaka kamu, ya! Bisa-bisanya nggak nyimpen nomor papa!"
Ryan terlonjak mendengar suara bariton yang menggelegar di telinganya. Itu adalah suara sang papa. Waktu dia mengganti ponsel berikut nomornya, Ryan memang lupa menyimpan nomor ponsel orang lain selain nomor Lilis dan Rara. Mungkin kedua nomor orang itu yang paling gampang dihafal olehnya.
"Sory, Pa. Aku lupa save nomor yang lama. Papa pasti tahu nomor aku dari mbak Dania, ya?" ujar Ryan berkilah. Lelaki itu yakin jika Dania yang memberikan nomor barunya pada sang papa.
Papa Ryan yang bernama Anggara adalah pengusaha peternakan sapi dan domba. Kini, dia ingin memperluas bisnisnya yakni membuka perusahaan pengolahan daging di kota. Untuk itu, Anggara meminta Ryan untuk membantu mengelolanya. Walaupun Ryan masih kuliah, anggap saja sebagai permulaan sebelum anaknya benar-benar terjun mewarisi usahanya.
....
"Iya, Pa. Nanti Ryan pulang untuk membahasnya langsung dengan papa," ucap Ryan setelah panjang lebar mengobrol dengan papanya di sambungan telepon.
"Oke, papa tunggu!"
Ryan pamit mengakhiri panggilan tersebut setelah berkata, "Iya." Lalu menyimpan kembali ponselnya di atas meja tanpa memperhatikan apa-apa. Rasa kantuk pun mulai menyerang pria itu. Tubuhnya perlu istirahat sejenak untuk beberapa waktu.
****
Esok paginya, kedua mata Ryan merasa terganggu oleh cahaya mentari yang menusuk dari celah tirai jendela yang tak menutup sempurna. Dengan terpaksa kedua mata itu pun perlahan terbuka. Ryan menghalangi cahaya itu dengan telapak tangannya. Mata itu menyipit menahan rasa perih yang mendera.
Tangan Ryan meraih ponsel untuk sekadar melihat jam berapa sekarang. Sudah pukul delapan, tentu saja dia kesiangan. Namun, bukannya bergegas bangun, lelaki itu malah terlihat santai. Itu karena, pagi ini kuliahnya tidak ada jadwal pelajaran. Dia akan berangkat kuliah mungkin agak siang.
Ryan beranjak duduk seperti orang linglung dengan mata sipit khas bangun tidur. Ekor matanya tak sengaja melihat ke area meja, lalu tatapannya tertahan di sana. Kedua matanya menyipit sambil mengingat sesuatu. Seperti ada yang hilang di tempat itu.
"Jam pasir!"
Begitu ingat benda keramat itu tidak berada di tempatnya, Ryan panik luar biasa. Kedua matanya langsung terbuka sempurna. Dia langsung mengecek ke sekitar meja tersebut, bahkan sampai menggeser meja takut-takut jika jam tersebut tergelincir ke belakangnya, tetapi tetap tidak ada.
Ryan juga mengecek ke kolong kasur. Menggunakan senter dari ponselnya untuk menyusuri gelapnya ruang yang tidak terkena cahaya tersebut.
"Ke mana jam pasir itu?" Ryan mengusap wajahnya merasa putus asa karena jam itu tidak ditemukan juga. Lelaki itu sudah mencari ke mana-mana.
Ryan mengingat-ingat kapan terakhir kali melihat jam pasir tersebut. Mungkin kemarin atau malam tadi. Sialnya, Ryan tidak ingat sama sekali. Terlalu terbiasa melihat jam tersebut bertengger di tempatnya, membuat Ryan merasa jam pasir itu selalu ada di sana.
"Tunggu ...!" Ryan mengingat sesuatu, lalu berusaha mengaitkan segala kejadian yang dialaminya dari pertama kali kembali ke masa lalu. Jam pasir itu adalah jembatannya untuk pergi melintasi ruang waktu.
"Apa jangan-jangan jam pasir itu udah menghilang sendiri gara-gara aku sudah berhasil menyelamatkan Rara dari pelecehan yang Danang lakukan waktu itu? Dengan kata lain, aku udah berhasil mengubah takdir penyebab kematian Rara?"
Begitulah kesimpulan yang dapat Ryan tarik dari hasil kerja kerasnya. Seulas senyuman pun membingkai bibirnya begitu lebar. Ryan sangat bahagia jika memang hal itu adalah benar.
Ryan juga ingat, waktu itu jam pasir tersebut juga tiba-tiba muncul di dalam mobilnya padahal tidak dibawa dan kali ini tidak aneh jika tiba-tiba menghilang dengan sendirinya. Ryan berasumsi jika misinya sudah selesai dengan sempurna.
"Terima kasih, ya, Tuhan. Aku udah berhasil mengubah takdir Rara," ucap Ryan senang sambil menadahkan kedua tangan lalu mengusap wajahnya pelan. "Aku harus menemui Rara untuk memastikan dia baik-baik aja," imbuh Ryan beranjak berdiri, tetapi lelaki itu mengingat jika dirinya belum mandi. Akhirnya, niatnya harus tertunda karena harus membersihkan diri.
****
Pagi itu Ryan tidak bisa menemukan Rara karena gadis itu ternyata tidak pulang ke rumahnya. Rara langsung berangkat ke sekolah dari rumah Mita. Gadis itu masih enggan bertemu dengan Ryan.
Ryan memutuskan untuk menemui Rara saat pulang sekolah saja. Hari ini masih ada yang harus dia selesaikan. Lelaki itu ingin lebih memastikan jika kekasihnya akan benar-benar aman sampai kapan pun. Oleh karenanya, dia harus memberikan 'kejutan' untuk Danang.
Di masa depan Danang ditakdirkan untuk masuk penjara dan kali ini lelaki itu juga harus merasakan hal yang sama. Walaupun Rara sudah tidak jadi korbannya, Ryan harus tetap menegakkan keadilan untuk korban-korban Danang yang lainnya. Ryan akan memastikan juga jika Rara tidak ada sangkut pautnya dengan rencananya kali ini. Dengan begitu, drama penculikan itu tidak akan terjadi lagi.
Ryan pergi menemui seseorang di sebuah restoran. Yakni, seorang lelaki yang berprofesi sebagai wartawan. Cukup lama mereka berbincang, lalu perbincangan itu berakhir setelah Ryan memberikan sebuah flashdisk kepada wartawan tersebut. Setelah itu, keduanya pun berpisah dengan Ryan yang pergi duluan.
Sudah sejak lama Ryan mengumpulkan bukti tentang skandal Danang. Melalui wartawan itu, Ryan ingin membuka kejahatan Danang dengan cara yang lebih fenomenal. Kecanggihan teknologi sekarang bisa lebih cepat menarik simpati banyak orang juga bisa menabur kebencian sampai kehilangan kepercayaan. Lewat media sosial Ryan ingin membongkar kejahatan Danang. Semoga rencananya bisa berjalan lancar.
...----------------...
...To be continued...
Dukung author dengan, subscribe, like, komentar, dan vote, ya🌹