WARNING ***
HARAP BIJAK MEMILIH BACAAN!!!
Menjadi istri kedua bukanlah cita-cita seorang gadis berusia dua puluh tiga tahun bernama Anastasia.
Ia rela menggadaikan harga diri dan rahimnya pada seorang wanita mandul demi membiayai pengobatan ayahnya.
Paras tampan menawan penuh pesona seorang Benedict Albert membuat Ana sering kali tergoda. Akankah Anastasia bertahan dalam tekanan dan sikap egois istri pertama suaminya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vey Vii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cincin Berlian
Melihat Ben sudah hilang di balik pintu kamar Rosalie, Ana menarik napas dalam-dalam dan masuk ke dalam kamarnya sendiri. Sudah seharusnya ia tidak merasakan apapun, karena pada dasarnya Ana bukanlah siapa-siapa.
"Kenapa aku harus berharap. Kenapa aku mengharapkannya? Aku tidak seharusnya seperti ini," batin Ana berontak. Namun hal itu berlainan dengan keinginan hatinya.
Ana kembali duduk di sofa, menatap jendela yang sedang terbuka. Rintik hujan menjadi pemandangan yang lebih menyegarkan daripada harus memandang sesuatu yang membuatnya gelisah dan tidak nyaman.
Beberapa hari terakhir kondisi ayahnya semakin membaik, Ana cukup senang dan bahagia mendengar kabar tersebut. Meskipun kini mereka berjauhan, Ana selalu memantau keadaan ayahnya dari perawat dan laporan pihak rumah sakit.
Jika semua berjalan baik, maka mereka akan secepatnya bisa kembali bersama. Berdasarkan prediksi dokter, ayah Ana bisa pulang dalam jangka waktu tiga hingga lima bulan ke depan. Itu pun jika penanggung jawab pembiayaan tetap melanjutkan semua prosedur pengobatan.
Ana berharap, semuanya berjalan lancar. Saat ia sudah hamil, ayahnya bisa pulang dan mendengar semua kisahnya. Ana tahu semua hal ini akan membuat ayahnya terkejut, namun Ana yakin ayahnya akan paham dan mengerti keadaannnya.
Saat sedang melamun, samar-samar Ana mendengar seseorang mengetuk pintu kamarnya. Belum sempat gadis itu beranjak dari sofa, pintu kamar itu terbuka dan Ben masuk menampakkan dirinya.
"Anastasia," sapa Ben lembut. Ia berjalan mendekati Ana yang masih duduk mematung di sofa.
"Hei," sapa Ana sambil tersenyum.
"Sedang apa? Di luar hujan, jangan buka jendelamu. Bagaimana jika kau masuk angin?" tanya Ben. Seperti biasa, setiap tindakan dan kata-katanya selalu memunculkan rasa perhatian dan kekhawatiran pada Ana. Membuat gadis itu semakin ketar-ketir terhadap kondisi hatinya.
"Aku suka aroma hujan, suara hujan, dan udara saat hujan. Sejuk dan menenangkan," gumam Ana.
"Hmm, kau suka hujan? Aku baru tahu." Ben tersenyum. Meski mendengar jawaban Ana, laki-laki itu tetap mendekati jendela dan menutupnya rapat. Ia tidak mau udara dingin dari luar mengganggu kesehatan istri keduanya.
Ben duduk di samping Ana. Laki-laki itu merangkul pundak Ana dan menyandarkan kepala gadis itu di pundaknya.
"Apa yang sedang kau pikirkan?" tanya Ben.
"Tidak ada."
"Apa Rosalie mengatakan sesuatu padamu?"
"Tidak, kami jarang bicara."
Ben menatap Ana yang sedang bersandar di bahunya. Lagi-lagi ia merasa bersalah, tidak seharusnya Ana mengalami hal menyakitkan seperti ini dalam hidupnya. Ana terlalu baik untuk selalu disakiti.
"Ah, ya. Aku punya sesuatu untukmu, Anastasia," ujar Ben. Laki-laki itu merogoh saku depan celananya dan mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna merah.
"Apa itu?" tanya Ana. Ia mengernyitkan dahi memandang sesuatu di tangan suaminya.
"Hadiah untukmu, bukalah," pinta Ben sambil menyerahkan apa yang ia pegang ke tangan Ana.
Ana tersenyum senang, ia segera membuka hadiah dan betapa terkejutnya, bahwa isi kotak tersebut adalah sebuah cincin indah dengan berlian bertengger di atasnya.
Ana tercengang, ia melihat dengan seksama cincin di hadapannya. Gadis itu sudah sering melihat cincin seperti ini, juga berlian yang mirip. Namun apa yang Ben berikan untuknya terlihat berbeda, berlian ini tampak sangat berkilau dan indah. Ana yakin ini berlian sungguhan, bukan berlian imitasi yang di jual murah di pasaran.
"Bagaimana, kau suka?" tanya Ben. Laki-laki itu mengambil cincin dalam kotak dan mengangkat tangan Ana. Dengan hati-hati, Ben memasang cincin itu di jari manis istrinya.
"Ini pas untukmu. Cincin ini cantik berada di jarimu," puji Ben. Ia mencium punggung tangan Ana penuh cinta.
"Bukankah berlebihan aku menerima hadiah semewah ini? Pasti harganya sangat mahal," gumam Ana.
"Tidak, kau pantas mendapatkannya. Ini berlian biru yang cukup langka, aku senang kau menyukainya."
Ana tersenyum senang, tanpa sadar gadis itu melonjak dan memeluk Ben. Ia memperhatikan cincin indah di tangannya. Namun saat kebahagiaan masih tergambar jelas dalam senyumnya, gadis itu tiba-tiba diam dan mengingat sesuatu yang sempat ia lupakan.
"Apa Kak Rose tahu kau memberiku hadiah ini?" tanya Ana.
"Beberapa hari sebelum dia pulang dari rumah sakit, dia bilang padaku jika dia menginginkan cincin berlian koleksi salah satu brand perhiasan terkenal. Aku berjanji akan membelinya jika dia sudah membaik."
"Karena istriku tidak hanya dia, maka aku membeli dua cincin yang sama. Aku memberikan salah satunya padamu agar adil," jelas Ben.
Perasaan bahagia tak terkira yang baru saja membuat Ana hampir meloncat kegirangan itu tiba-tiba rasanya menjadi hambar.
"Seharusnya kau tidak perlu melakukan itu. Aku tidak akan iri pada Kak Rose meski kau memberikan apapun padanya. Aku paham aku ini siapa, aku sadar bahwa aku bukan apa-apa," ucap Ana dengan senyum yang dipaksakan. Entah mengapa kenyataan itu membuat sebagian hatinya merasa nyeri.
"Tidak, Anastasia. Kau akan mendapatkan semua hal yang aku berikan pada Rose. Aku akan berusaha selalu bersikap adil pada kalian."
"Terima kasih, terima kasih atas semua kebaikanmu," ungkap Ana. Ben tersenyum lega, ia senang Ana memahami maksud dari niatnya.
Setelah puas memandang cincin di jari manisnya, Ana kembali meletakkan cincin itu ke dalam kotak. Ia tidak mau Rosalie tahu dan membuat wanita itu semakin membencinya.
🖤🖤🖤
karena tidak semua hal di dunia ini terwujud sesuai keinginan mu