Akhir diskusi di majelis ta'lim yang dipimpin oleh Guru Besar Gus Mukhlas ternyata awal dari perjalanan cinta Asrul di negeri akhirat.
Siti Adawiyah adalah jodoh yang telah ditakdirkan bersama Asrul. Namun dalam diri Siti Adawiyah terdapat unsur aura Iblis yang menyebabkan dirinya harus dibunuh.
Berhasilkah Asrul menghapus unsur aura Iblis dari diri Siti Adawiyah? Apakah cinta mereka akan berakhir bahagia? Ikuti cerita ini setiap bab dan senantiasa berinteraksi untuk mendapatkan pengalaman membaca yang menyenangkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hendro Palembang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidur Dikamar Panglima
"Kalian semua, dengarkan! Jangan bergosip dimana-mana mengenai hal ini!" Surti berpesan wanti-wanti kepada seluruh pelayan yang kebetulan sedang berada disana.
Semua pelayan saling berpandangan sembari tersenyum. Termasuk Bianca, pelayan yang berasal dari keluarga padepokan Pulau Es Utara.
Ketika semua orang telah berpisah melakukan kegiatan masing-masing, Bianca memposting kabar berita pada beranda media sosialnya.
"Setelah berpuluh-puluh tahun Panglima bersifat dingin, akhirnya Panglima telah memilih seorang wanita sebagai kekasihnya. Wanita itu bernama Siti Adawiyah, putri dari seorang tabib istana negeri akhirat, tabib Jena yang tinggal di lembah taman seribu bunga. Kabar berita ini bersifat rahasia, jangan sampai Panglima mengetahui bahwa kalian sedang bergosip."
Dalam sekejap, banyak orang yang memberikan like terhadap postingan tersebut. Sementara itu Siti Adawiyah bersama Surti sedang berada didalam ruangan kediaman Panglima.
"Siti Adawiyah, ini ada sebuah bingkisan untukmu dari pengurus dapur istana, Mulan."
"Mengapa Mulan memberikan bingkisan untukku? Apakah aku telah berbuat sesuatu terhadap dapur istana?" Siti Adawiyah bertanya-tanya.
Ketika mereka sedang ngobrol, diluar kediaman Panglima ada suara seseorang yang memanggil Siti Adawiyah.
"Siti Adawiyah.. Siti Adawiyah.. Apakah kamu ada didalam?"
Siti Adawiyah bersama Surti keluar menyambut tamu yang datang.
"Ada apa kalian mencari aku?"
Siti Adawiyah bertanya kepada tamu itu, yaitu kedua prajurit yang berasal dari keluarga Abu Jahal.
"Saya ingin memberikan sebuah hadiah untukmu. Terimalah ini. Ini adalah ginseng yang berumur ribuan tahun. Aku memperolehnya dari perjalananku saat misi pencarian pusaka di reruntuhan kuno." Seorang prajurit menyerahkan sebuah kotak kayu yang terbungkus kain berwarna merah.
"Tono.. Ayo berikan hadiahmu!"
Prajurit itu menegur temannya yang bernama Tono.
"Terimalah hadiah dariku. Ini adalah batu Bidara dari makam kuno. Batu Bidara ini dapat menyembuhkan segala penyakit, sangat efektif untuk menyembuhkan penyakit yang ringan." Tono memberikan kantong kecil yang berwarna hijau.
"Aku tidak berhak mendapatkan hadiah dari kalian. Silahkan ambil kembali." Siti Adawiyah merasa canggung menerima hadiah tanpa sebab apa-apa.
"Ini bukan apa-apa, Siti Adawiyah. Saya memberikannya dengan tulus." Kedua prajurit itu memaksa agar Siti Adawiyah menerima hadiah dari mereka.
Kemudian Asrul datang menemui mereka.
"Tono, aku mendengar bahwa Jenderal Kan'an telah kembali ke negeri akhirat."
Tono mengangguk. "Iya, Panglima. Sekarang beliau sedang berada di makam Jenderal Abu Jahal."
Asrul segera berbalik menuju makam Abu Jahal. " Kalau begitu aku akan menemuinya."
Kedua prajurit itu mengikuti Asrul kesana.
Di makam Abu Jahal, Kan'an bersama ibunya sedang berbincang-bincang.
"Kan'an, apakah engkau kembali karena mendengar kabar bahwa Asrul telah kembali?"
"Iya, ibu. Bagaimanapun beliau adalah pimpinanku. Aku harus menemuinya dan mengucapkan selamat." Kan'an sebenarnya merindukan Asrul. Sejak dulu memang Asrul adalah idolanya.
Ibunya Kan'an berkata dengan nada emosi. "Ketahuilah Kan'an, Asrul itu sekarang bukan siapa-siapa lagi. Dia bukan Panglima negeri akhirat lagi, sejak dia tidur di jurang neraka. Kenapa engkau bersikeras untuk menemuinya, sedangkan dia saja belum mengunjungi keluarga Abu Jahal sejak kepulangannya dari jurang neraka. Engkau harus menyadari bahwa Panglima negeri akhirat sekarang adalah Jenderal Umar. Apakah engkau telah melupakan bahwa kakakmu telah tewas dibunuhnya, dan juga ratusan prajurit yang berasal dari keluarga Abu Jahal terbunuh ditangannya."
Kan'an membantah perkataan ibunya. "Jenderal Umar belum sah menjadi panglima, Bu.. Bahkan dia belum menerima penobatan sebagai panglima. Sedangkan ujian sambaran petir saja dia belum menyelesaikannya.
Ibunya Kan'an menghela nafasnya. "Ini hanyalah masalah waktu. Lagipula bisakah seorang yang baru kembali dari tidurnya dengan usaha sendiri mampu memimpin pasukannya untuk membela tanah air? Dan juga bisakah seorang yang selamat sendirian sementara seluruh pasukannya tewas, masih dianggap sebagai panglima?"
"Ibu.."
"Kan'an, engkau adalah satu-satunya Jenderal penerus keluarga Abu Jahal. Segala perbuatan dan perkataan kamu akan didengar oleh seluruh anggota keluarga Abu Jahal. Entah kedepannya Asrul akan tetap memegang jabatan sebagai panglima, atau nanti Jenderal Umar yang akan mengambil alih posisi Panglima, itu masih belum bisa dipastikan. Kamu harus menjaga perkataan dan perbuatanmu, jangan merusak martabat keluarga Abu Jahal." Ibunya Kan'an menasehati.
"Baiklah Bu.."
Ketika Kan'an berjalan keluar gedung makam Abu Jahal, Kan'an bertemu dengan Asrul.
"Hormat saya kepada Panglima Jenderal Asrul."
Kan'an berlutut dan menyembah Asrul.
"Bangunlah.. Engkau sekarang terlihat sudah dewasa dan gagah. Tidak seperti yang aku lihat sebelumnya." Asrul takjub melihat keadaan Kan'an.
"Aku bahkan melihat Panglima tetap sama seperti yang dahulu. Panglima tetap pujaanku selamanya." Kan'an sangat senang melihat pujaan hatinya baik-baik saja.
Asrul memuji Kan'an. "Aku mendengar engkau memimpin pasukan bersama Pulau Es Utara memburu kaum Iblis. Ketika kakakmu masih ada, beliau sangat mengkhawatirkan dirimu. Sekarang engkau bahkan mampu memimpin pasukan yang besar. Aku yakin kakakmu pasti bangga kepadamu."
"Itu semua karena kehebatan Panglima dan almarhum kakakku. Aku hanya meneruskan perjuangan kalian dengan sebaik-baiknya." Kan'an merendah diri.
Asrul menawarkan bantuan. "Kedepannya, jika kamu mengalami kesulitan, jangan sungkan untuk membicarakannya kepadaku."
"Terimakasih Panglima. Akan kuingat ini.. Oh iya Panglima, aku belum mengucapkan selamat kepada Panglima." Kan'an tersadar dengan tujuannya bertemu dengan Asrul.
"Untuk apa? Selamat mengenai apa?" Asrul tidak mengerti maksud perkataan Kan'an.
Kan'an menjawab. "Saya mendengar bahwa Panglima telah membawa seorang wanita."
"Apa istimewanya membawa seorang wanita?" Asrul tidak mengerti maksud perkataan Kan'an.
Kan'an menjelaskan. "Saya mendengar bahwa Panglima telah menerima seorang wanita untuk menjadi pendamping Panglima. Dan aku mendengar bahwa sejak Panglima kembali dari tidur yang panjang, hati Panglima tidak lagi sekeras batu. Kini Panglima telah tidak tegang lagi, telah lebih santai."
Asrul langsung meninggalkan Kan'an. Asrul berfikir bahwa Siti Adawiyah telah menyebarkan berita bahwa dia telah tidur dikamar Asrul. Inilah penyebab sikap semua orang menaruh anggapan bahwa ada hubungan khusus antara Asrul dengan Siti Adawiyah. Setibanya di kediaman Panglima, Asrul memanggil Siti Adawiyah untuk menghadap.
Asrul langsung bertanya kepada Siti Adawiyah mengenai berita ini. "Apakah engkau telah menyebarkan berita bahwa engkau tidur dikamarku?"
Siti Adawiyah membenarkan tanpa ragu-ragu. "Aku mengatakan apa yang sebenarnya. Apakah salah? Mereka saja yang terlalu memikirkannya. Apa salahnya aku tidur di kamar Panglima? Lagipula aku tidak merasa dirugikan."
Asrul membentak Siti Adawiyah. "Lancang kamu! Tentu saja kamu tidak dirugikan. Tetapi aku.."
"Aku akan menjelaskan kepada mereka bahwa kita tidak melakukan apa-apa." Bagi Siti Adawiyah, tidak masalah untuk menjelaskannya kepada semua orang.