Punya tetangga tukang gosip sih sudah biasa bagi semua orang. Terus gimana ceritanya kalau punya tetangga duda ganteng mana tajir melintir lagi. Bukan cuma itu, duda yang satu ini punya seorang anak yang lucu dan gak kalah ganteng dari Bapaknya. Siapa sih yang gak merasa beruntung bisa bertetanggaan dengan duda yang satu ini?
Dan orang beruntung itu tak lain adalah Lisa. Anak kepala desa yang baru saja menyelesaikan kuliahnya di Ibu Kota. Pas pulang ke rumah, eh malah ketemu duda ganteng yang teryata tetangga barunya di desa. Tentu saja jiwa kewanitaannya meronta untuk bisa memiliki si tampan.
Penasaran gak sih apa yang bakal Lisa lakuin buat narik perhatian si duda tampan? Kalau penasaran, yuk simak ceritanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon desih nurani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menjelang Sah
Sepulangnya ke rumah, Lisa terkejut saat melihat Mama Dinar dan Papa Zein sudah ada di sana.
"Loh, Tante, Om, kok gak bilang mau ke sini?" Heran Lisa langsung menyalami keduanya. Kemudian duduk di sebelah sang Mamah. Sedangkan Erkan dan Rayden duduk di single sofa. Lebih tepatnya Rayden duduk di pangkuan Erkan.
"Gini sayang, tadi Mama udah bahas masalah penting sama orang tua kamu. Cuma gak afdol aja kalau gak ada kamunya."
Lisa mengangguk paham, dan terlihat serius mendengarkan.
"Jadi, Mama sama orang tua kamu udah sepakat buat majuin jadwal akadnya. Kalau pesta bisa kita lanjut sesuai rencana. Bukan apa, sedari kamaren Mama perhatiin kalian udah pada ngebet banget kayaknya." Ujar Mama Dinar tersenyum geli.
Lisa yang mendengar kaget sekaligus malu. Ia tidak menyangka jika Mama memperhatikan dirinya dan Erkan.
"Menurut kalian, gimana kalau kita majuin akadnya minggu depan? Habis akad kan kalian bebas, mau pacaran kek apa kek. Yang penting sah kan? Gimana Erkan?"
"Kalau aku sih gimana baiknya aja." Sahut Erkan tersenyum tipis. Sepertinya ia memang harus berterima kasih pada sang Mama sudah mengabulkan keinginannya.
"Saya juga setuju, Tan. Mereka udah kegatelan. Masak iya kemaren mereka ciuman." Sembur Asep.
"Aa! Ih, lemes pisan." Geram Lisa.
"Tuh kan, itu yang saya takutkan. Namanya juga Erkan udah lama ngeduda, terus Lisa juga lagi panas-panasnya. Udah dipercepat aja akadnya." Usul Mama Dinar begitu semangat.
"Saya mah gimana anaknya aja, si Eneng yang jalanin soalnya." Ujar Mamah Endang.
"Gimana Neng?" Tanya Abah.
"Udah jawab aja iya, udah gak tahan tuh." Sambar Asep yang berhasil mendapat pelototan dari Lisa dan Mamah. "Saya mah cuma mewakili atuh."
"Jawab Neng, gimana keputusannya. Mau gak akadnya minggu depan?" Ulang Abah memastikan.
"Ya udah, Eneng mah ikut aja, Bah." Jawab Lisa malu-malu tapi mau. Dan jawabannya itu berhasil membuat semua orang bernapas lega. Terutama Erkan, terlihat jelas kebahagiaan di wajahnya.
"Ingat Erkan, habis akad jangan diforsir istri kamu. Masih ada pesta, Mama gak mau Lisa sakit pas hari pesta. Kan gak lucu." Ujar Mama Dinar yang berhasil membuat yang lain tertawa renyah.
"Namanya juga pengantin baru, Ma. Mana bisa tahan kalau gak mesra-mesraan." Timpal Papa Zein.
"Ma, Pa." Erkan memperingati.
"Iya iya, Mama sama Papa gak ledek lagi. Untuk urusan yang lain kalian gak perlu ikut campur. Duduk manis aja biar pas bulan madu gak lemes. Semuanya biar Mama dan Buk Endang yang urus." Imbuh Mama Dinar gak ada habisnya.
"Terserah Mama aja." Sahut Erkan.
"Gitu dong, penganten mah cukup duduk manis aja."
Dan pembicaraan pun terus berlanjut sampai azan Isya berkumandang, lalu mereka pun bubar.
****
Keesokan harinya Lisa tidak diperbolehkan lagi keluar rumah. Anggap saja sedang masa pingitan.
"Duh... bosan atuh. Kangen si Ray juga nih." Guman Lisa sambil guling-guling di kamar sembari menunggu orang spa datang. Ya, hari ini Lisa memang akan memulai perawatan badan dan wajah.
"Neng, makan dulu. Bentar lagi orang salon datang." Teriak Mamah dari arah luar.
"Belum lapar atuh, Mamah." Sahut Lisa.
Tidak lama pintu kamar pun terbuka. Menampakkan Mamah dengan wajah gak selow. "Makan, dari malem kamu teh gak makan. Gak usah diet-diet, badan udah cungkring juga."
"Ih... iya Eneng makan sekarang. Mamah meni cerewet pisan." Dengan malas Lisa pun bangkit dan keluar dari kamar.
"Mamah, Eneng lagi pengen ikan asin sama sambel goang. Duh... sama sayur bening kayaknya enak." Riques Lisa sambil melenggang ke dapur.
"Gak ada, makan aja yang ada dulu." Sanggah Mamah mengekori putri bawelnya.
"Nanti siang pokoknya mah harus ada, Eneng teh lagi ngidam nih." Lisa menarik salah satu kursi dan duduk dengan malas di sana.
"Belum nikah udah ngidam, hamil sama siapa? Genderewo." Sembur Mamah.
"Sama Mas Erkan atuh, Mamah. Kan Eneng teh udah dicium."
"Dih, dari mana asalnya cuma dicium udah hamil. Ngaco kamu mah, Neng."
Lisa tertawa lucu. "Canda atuh Mamah. Tapi Eneng teh beneran pengen ikan asin sama sayur bening, Mamah. Sama sambel juga. Buatin ya Mah? Mamah kan baik hati dan paling cantik sekampung."
"Duh... kalau ada maunya muji-muji sampe melayang. Iya deh nanti Mamah masak. Tapi bantuin atuh Mamahnya di dapur. Ini mah punya anak gadis taunya main doang, Mamahnya mah sibuk sendiri di dapur. Heran anak zaman ayeuna mah. Gak ada inisiatifnya bantu orang tua, harus disuruh dulu. Kalau Mamah mah dulu gak perlu di suruh udah ngerjain semua kerjaan rumah. Jadi na si Mamah teh pas bangun udah beres semua tinggal makan. Lah ini, punya anak gadis kerjaannya cuma makan tidur. Yang ngerjain Mamah semua." Omel Mamah panjang lebar. Lisa yang mendengar itu cuma bisa manggut-manggut tanpa niat membantah atau menanggapi.
"Si Asep juga, bukan bantuin Abahnya ngala lauk, ini mah malah ngurung aja di kamar. Punya anak gak ada yang bener, males kabeh. Heran ih." Dan ternyata Si Mamah masih lanjut mengomel. Membuat Lisa jengah sendiri.
"Mamah teh kalau mau omelin si Aa, di depan kamarnya. Kalau di sini percuma aja, gak akan denger dia." Sahut Lisa sambil menyentong nasi ke dalam piring. Lalu mengambil tempe dan tahun goreng sebagai lauknya.
"Dikit amat, Neng?"
"Kan dari tadi Eneng udah bilang, Eneng tuh belum lapar." Lisa menyuap nasi ke dalam mulutnya dengan malas.
"Hih, di suruh makan aja susahnya nauzubillah. Padahal mah tinggal makan doang, Neng. Belum lagi di suruh beberes rumah."
Lisa menghela napas pendek. "Mamah teh kunaon ngomel bae tatadi? Lagi pms ya?" Celetuk Lisa dengan mulut yang masih penuh nasi.
"Habis kamu pagi-pagi bikin kesel aja."
Lah, perasaan teh dari tadi aku diam aja di kamar.
"Jangan ngomel terus atuh Mamah, nanti cepat tua. Cucu aja belum ada."
"Emang udah tua atuh, Neng. Siapa bilang Mamah teh belum punya cucu, itu si kasep kan ada."
Lisa terkekeh lucu. Ia hampir lupa soal Rayden. "Iya ya, dia kan bonus dari Kang Erkan. Lisa teh gak perlu capek lahirin eh udah dapet aja anak ganteng, lucu lagi. Nikmat Tuhan mana yang kamu dustakan, Lisa?"
"Tuh sadar diri juga kalau nikmat Tuhan gak ada lawan. Terus kenapa solatna masih bolong, Neng?"
Lisa merasa tertampar dengan ucapan Mamahnya. "Ih, Mamah. Jangan salahin Eneng atuh, salahin jin yang udah hasut Eneng lah. Kan dia yang buat Eneng sering lupa dan ketiduran."
"Lah... malah salahin jin. Kamunya aja yang gak tahan godaan."
"Hehe, udah ah kok malah bahas jin. Keenakan dia kalau digibahin. Tar pahala kita buat dia semua. Udah mah pahala cuma dikit lagi."
Eh, emang jin bisa dapat pahala ya? Duh, kamu mah aneh, Neng. Lisa terkekeh dalam hati.
"Kamu mah ada-ada aja, Neng. Itu piringnya langsung di cuci, jangan dibiasain numpuk. Gak bagus. Belajar dari sekarang, bentar lagi kamu jadi ibu rumah tangga."
Lisa tersenyum kuda. "Aman, kan ada asisten rumah tangga. Eneng mah tinggal makan minum, terus senengin Mas Erkan deh. Yang lain mah ada yang ngerjain."
"Lah, terus Rayden gimana?"
"Rayden mah gampang, dia pasti ikut jejak Eneng. Tinggal makan tidur terus main deh."
"Ya Allah, Neng. Belum apa-apa kamu mah udah bawa energi negatif buat Rayden. Duh... gimana ya masa depan Rayden kalau Mamahnya aja kayak gini?" Keluh Mamah yang gak habis pikir dengan tingkah Lisa yang ngadi-ngadi.
"Udah ah, Eneng bosen denger omelan Mamah terus. Sekarang Eneng teh udah kenyang. Dadah Mamah cantik." Lisa pun langsung melesat pergi menuju kamarnya. Meninggalkan si Mamah yang masih terperangah.
"Neng! Piring kotornya atuh dicuci dulu." Teriak Mamah geram sendiri. "Huh... punya anak gadis satu tapi kok gini amat ya? Untung calon suaminya kaya raya. Kalau tukang kuli mah bisa habis dia."