NovelToon NovelToon
Perjalanan Hidup Pahlawan Kota

Perjalanan Hidup Pahlawan Kota

Status: sedang berlangsung
Genre:Epik Petualangan / Light Novel
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Abdul Rizqi

karya ini murni imajinasi author jika ada kesamaan nama itu hal yang tidak di sengaja

Galang Bhaskara adalah anak yang dibuang oleh ayah kandungnya sendiri waktu masih bayi. Setelah Galang tepat berumur tujuh belas tahun, Galang bermimpi bertemu kakek tua bungkuk yang mengaku sebagai leluhurnya.

Bagaimana perjalanan Galang untuk menjadi pahlawan kota? Dan, akankah Galang menemukan keluarga kandungnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Abdul Rizqi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

awal perebutan teratai emas

"Emm... namaku Kemuning. Kalau namamu?"

"Namaku Galang Bhaskara."

"Kayanya kau bukan orang sini. Mau apa kau ke Desa Sindang?"

"Aku disini mau memperebutkan Teratai Emas."

"Kenapa kamu ingin Teratai Emas?"

"Karena aku harus kuat. Itulah pesan leluhurku."

"Sebenarnya, aku sudah pernah makan Teratai Emas itu."

"Apa kamu dapat dari mana?"

"Aku dikasih bapakku seratus tahun yang lalu. Leluhurku berhasil mendapatkan Teratai itu, tetapi tidak dimakan olehnya. Justru sengaja disimpan."

"Untuk apa?"

"Karena leluhurku tahu salah satu keturunannya akan terlahir tulang wangi."

"Apa itu tulang wangi?"

"Entahlah... orang yang punya tulang wangi aromanya sangat disukai oleh bangsa lelembut dan dukun-dukun untuk dijadikan tumbal. Makanya, leluhurku sengaja menyimpan Teratai Emas untukku."

"Jadi begitu... lalu di mana orang tuamu?" tanya Galang.

"Kedua orang tuaku sudah tidak ada. Aku sebatang kara di sini."

"Maaf... aku tidak tahu. Lalu sekolahmu?"

"Tidak apa-apa... aku tidak melanjutkan ke SMA. Aku usaha dagang mie ayam."

"Oh, hebat! Kamu bisa menghasilkan uang sendiri di umur segini."

"Biasa aja... kamu tadi bilang mau ngambil Teratai Emas, kan? Aku ikut bantuin yah, di sana pasti banyak orang-orang sakti pada rebutan."

"Ga usah lah... aku mau nyuri aja, ga ingin bertarung."

"Tidak, aku tidak akan membebanimu. Aku bisa jaga diri. Untuk jaga-jaga saja, siapa tahu ada yang bisa mengejarmu."

"Hmm... kau benar juga. Baiklah."

"Putri, putri... tanyakan siapa nama khodam bocah ini," ucap Luna melalui telepati.

"Apa kau ingin berkenalan?" tanya Kemuning.

"Tentu saja, putri. Dia sangat tampan."

"Oh, yah... Lang, bisakah kau menyuruh khodammu yang tadi keluar? Khodamku ingin berkenalan dengannya."

Singokolo keluarlah, ucap Galang. Seketika Singokolo keluar.

"Luna, Lina, Laura... hadirlah!" ucap Kemuning.

Nampak di depan Singokolo, tiga wanita cantik berselendang seperti penari hadir dengan baju kebaya berwarna kuning, merah, dan biru.

"Lihat, benar kan apa kataku?" ucap Luna.

"Kau benar, Luna... dilihat dari dekat, dia memang sangat tampan. Apalagi dengan pelindung hitam di matanya itu," ucap Lina.

"Hey... siapa namamu?" tanya lana sambil menjulurkan tangan dan tersenyum.

"Namaku Steven," ucap Singokolo dengan tangan kanan membalas salam dan tangan kiri dimasukkan ke saku.

Melihat lana bersalaman dengan Singokolo, Lina dan Luna juga berebut ingin bersalaman.

"Namaku Luna... namaku Lina..."

Mulut Galang membentuk huruf melihat Singokolo.

"Jir... Steven," ucap Galang dalam hati.

Kemuning hanya tersenyum melihat itu.

Malam pun tiba. Keadaan di sekitar Sungai Bengawan sudah sangat ramai dengan para penganut ilmu hitam. Nampak di bawah pohon beringin, duduk nenek-nenek yang sedang memandang tajam ke arah kakek-kakek tua. Nenek-nenek tersebut tidak lain tidak bukan adalah Nenek Rumi, sedangkan kakek tua tersebut adalah Ki Sutarjo.

Merasa dirinya diperhatikan, Ki Sutarjo tersebut menghampiri Nenek Rumi yang sedang duduk di bawah pohon beringin, sambil meminum kopi pahit.

"Apa kabar, Nenek Rumi?" tanya Ki Sutarjo.

"Sangat baik," jawab Nenek Rumi, sambil menaruh gelas kopinya.

Seketika, para anggota Perguruan Iblis Hitam bersiap dengan tangan kanan memegang pedang yang siap dikeluarkan.

"Lihatlah anggota perguruanmu, Sutarjo. Bahkan aku hanya menaruh gelas saja, langsung waspada... hahaha!" ucap Nenek Rumi.

"Mereka ku latih untuk tidak meremehkan lawan, walaupun lawannya hanya nenek tua bungkuk," ucap Ki Sutarjo.

"Hahahaha... Nenek Rumi berdiri dan menghentakan tongkatnya ke tanah. Seketika, total lima ratus gondoruwo yang sedang menggendong palu gadah muncul di belakang Nenek Rumi.

Anggota Perguruan Iblis Hitam dan orang-orang yang melihat menelan ludah melihat para gondoruwo tersebut, tetapi tidak dengan Ki Sutarjo.

"Lihat itu, Nenek Rumi... salah satu anggota Gen Petir," ucap wanita muda pada temannya.

"Kau lihat itu... dia Ki Sutarjo, ketua Perguruan Iblis Hitam. Apa mereka mau bertarung?" ucap temannya.

"Entahlah... sepertinya mustahil kita bisa mendapatkan Teratai itu."

"Hahahaha... kau pikir hanya dengan siluman berbulumu itu membuatku takut? Aku tidak ingin bertarung sekarang. Aku menyimpan tenagaku untuk mendapatkan Teratai itu," ucap Ki Sutarjo.

"Dalam mimpimu!" ucap Nenek Rumi.

"Ayo, pergi!" ucap Ki Sutarjo pada murid-muridnya.

Sementara itu, Galang dan Kemuning sedang makan malam bersama di rumahnya.

"Apa kamu punya rencana, Lang?" tanya Kemuning.

"Tidak ada... aku berpikir untuk langsung mengambilnya dan lari," ucap Galang.

"Itu tidak mungkin... pasti banyak para penganut ilmu hitam yang mengeroyokmu. Walaupun kau cepat dan punya cincin itu, pasti mereka memiliki cara untuk menemukanmu," ucap Kemuning.

"Kau benar... lalu apa kau punya rencana?"

"Aku punya rencana begini....."

Malam semakin larut, hampir tengah malam. Terlihat di Sungai Bengawan, orang-orang memperhatikan ke arah sungai, menunggu Teratai Emas keluar. Orang-orang tersebut memperhatikan dengan tatapan tajam dan siap melesat kapan saja.

Sementara itu, di semak-semak, nampak dua manusia. Yang satu mengenakan topeng putih dan berpakaian serba hitam, dan yang satunya lagi bertopeng hitam separuh menutupi wajah dan berpakaian serba hitam.

"Kita tunggu mereka bertarung dulu, Lang, lalu kita lihat situasi dan jalankan rencana yang tadi," ucap Kemuning, yang memakai topeng hitam menutupi setengah wajah.

"Baiklah," ucap Galang, sambil memandang ke arah depan dengan tatapan waspada.

Tengah malam pun tiba. Nampak cahaya emas keluar dari tengah-tengah sungai. Seketika, para orang-orang tersebut langsung melesat, mencoba mendapatkan teratai tersebut.

Teratai tersebut didapatkan pertama kali oleh Nenek Rumi, tetapi langsung diserang oleh orang-orang lainnya, sehingga teratai tersebut jatuh kembali.

"BAJINGAN!" teriak Nenek Rumi. Seketika, pasukan gondoruwo menyerang siapa saja yang dilihat.

Ki Sutarjo mencoba mengambil teratai tersebut, tetapi nampak banyak sekali burung gagak yang menutupi pandangan Ki Sutarjo.

"Aghhhhh!" teriak Ki Sutarjo, dan mengeluarkan api, membuat burung-burung gagak tersebut terbakar.

Teratai tersebut masih mengambang di sungai, belum ada yang memiliki, karena yang mendapatkannya langsung dikeroyok oleh penganut ilmu hitam lainnya. Nampak yang paling dekat dengan teratai tersebut adalah Nenek Rumi dan Ki Sutarjo. Mereka berdua bertatap-tatapan dengan batu sebagai pijakan.

"Aku akan membunuhmu di sini, Rumi!" ucap Ki Sutarjo, lalu mengangkat tangan kanannya ke atas. Nampak keris hitam legam dengan aura hitam yang sangat mengerikan.

"Hahaha!" Nenek Rumi tertawa, dan tujuh paku di tongkatnya terbang melayang-layang di sekitar tubuhnya dengan aura hitam keunguan.

Nenek Rumi menyerang menggunakan paku tersebut. Dentang-dentang, Ki Sutarjo berhasil menangkis menggunakan keris miliknya, dan langsung melesat, mencoba menebas Nenek Rumi. Nenek Rumi menangkis dengan tongkat kayu miliknya.

Walaupun tongkat Nenek Rumi adalah kayu, tetapi kayu tersebut sangat keras, bahkan bisa menangkis keris Sutarjo. Tiba-tiba, tongkat Nenek Rumi mengeluarkan akar dan melilit tangan Ki Sutarjo, dan nampak tujuh paku yang melesat dari belakang.

"Mati kau, Sutarjo!" ucap Nenek Rumi, sambil melotot.

Ki Sutarjo membaca mantra, seketika tubuhnya menjadi asap hitam. Paku tersebut menembus asap tersebut, tetapi berhenti, tidak menusuk Nenek Rumi.

Ki Sutarjo datang dari belakang Nenek Rumi, dan bersiap menebas leher Nenek Rumi dari belakang. Nenek Rumi menangkis menggunakan tongkatnya, tanpa melihat ke belakang.

"Ting!" bunyi tongkat dan keris yang beradu.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!