NERD Bertahan Hidup Di Dunia Yang Hancur Dengan Sistem Player Store

Seorang pria berpenampilan rapi berdiri di samping ranjang rumah sakit, menatap putrinya yang tengah terbaring lemah.

Wajah gadis itu hampir sepenuhnya tertutup perban, menyisakan sedikit celah untuk bernapas. Sesekali, erangan pelan terdengar dari bibirnya, menandakan rasa sakit yang masih dirasakannya.

Pria itu mengepalkan tangan dengan kuat, amarah membara dalam dirinya. Melihat putrinya menderita seperti ini membuat hatinya terbakar.

"Sayang, jangan khawatir. Ayah berjanji akan menemukan orang yang telah melakukan ini padamu. Dia tidak akan lolos begitu saja. Aku akan memastikan dia membayar ribuan kali lipat atas apa yang telah dia lakukan."

Dengan mata berkaca-kaca, pria itu meninggalkan kamar putrinya yang menjadi salah satu korban dari serangan brutal seorang gadis di sekolah bergengsi.

Begitu keluar, dia disambut oleh sekelompok orang tua lain yang anak-anaknya juga menjadi korban. Mereka bukan orang sembarangan.

Mereka adalah golongan elit, orang-orang berpengaruh yang memiliki kekuatan besar dalam negara ini. Menjadi musuh mereka berarti menghadapi seluruh sistem yang mereka kuasai.

Polisi dan militer telah dikerahkan untuk memburu pelaku. Salah satu dari mereka bahkan menawarkan hadiah dalam jumlah fantastis bagi siapa saja yang bisa menangkap gadis itu. Diperkirakan, dalam waktu kurang dari 24 jam, pelaku akan segera tertangkap.

Namun, gadis itu seakan menghilang tanpa jejak. Selain laporan tentang kemunculannya di sebuah bank, tidak ada petunjuk lain yang bisa digunakan untuk melacak keberadaannya.

"Kami mendapat laporan bahwa seorang pemburu bayaran telah menemukan lokasi persembunyian gadis itu di area tersembunyi dalam stasiun," seorang bawahan melapor kepada pria tersebut.

"Lalu, apa yang dia katakan?" tanya Hendrik, ayah Natasya, siswi yang wajahnya rusak parah hingga matanya terancam mengalami kebutaan setelah dibenturkan ke cermin loket tiket.

"Pemburu bayaran itu mengklaim tidak menemukan apa pun. Namun, kami yakin dia menyembunyikan sesuatu," jawab bawahannya.

Hendrik mendengus kesal. Matanya menyipit tajam. "Jadi, dia ingin menjual informasi?" tanyanya dengan suara dingin.

"Tawarkan harga yang pantas. Jika dia masih menolak, gunakan cara lain," perintah Hendrik dengan ekspresi gelap yang sangat ancaman.

***

Dibesarkan di panti asuhan sebelum diadopsi oleh keluarga kaya, Sekar sempat merasakan kehidupan yang nyaman. Namun, semuanya berubah ketika orang tua angkatnya memiliki anak kandung sendiri.

Mereka ingin menyingkirkannya, tetapi demi menjaga citra di mata masyarakat, mereka terpaksa mempertahankannya di dalam keluarga.

Sebagai anak yang tidak diinginkan, Sekar tumbuh tanpa kasih sayang dan selalu dikucilkan. Saat dia menghadapi kesulitan, tidak ada yang membantunya—sebaliknya, orang-orang justru menantikan kejatuhannya.

Meski demikian, dia terus bertahan. Dia percaya bahwa suatu hari keadaan akan berubah. Dia memiliki impian untuk berdiri di puncak, memandang orang lain seperti semut yang merayap di bawah kakinya.

"Apakah ini bisa disebut sebagai mimpi yang menjadi kenyataan?"

Sekar berdiri di balkon lantai tertinggi Grand Hotel, gedung termewah di negeri ini dengan 87 lantai.

Sejak lama, dia ingin berdiri di tempat ini, melihat manusia di bawah tampak kecil seperti kawanan semut.

Di kehidupan sebelumnya, Sekar tidak pernah punya kesempatan untuk tinggal di hotel ini karena dikuasai oleh kelompok-kelompok survivor berpengaruh.

Bahkan setelah menjadi pemimpin pasukan militer, dia tetap tidak bisa mencapainya karena Grand Hotel telah hancur.

"Meskipun dulu aku bisa berdiri di tempat yang lebih tinggi, tetap saja ada sesuatu yang terasa kurang."

Kini, mimpinya akhirnya menjadi kenyataan. Dengan uang lebih dari lima miliar rupiah, dia menyewa seluruh lantai puncak Grand Hotel untuk dirinya sendiri selama satu bulan.

Sekar sadar bahwa dia tidak perlu tinggal selama itu karena dalam hitungan hari bencana besar akan melanda dunia. Namun, dia ingin memastikan bahwa tidak ada yang bisa mengusirnya sebelum saat itu tiba.

Dia tahu banyak orang akan mencoba mengusiknya karena dia diyakini memiliki informasi tentang buronan yang dihargai 500 juta.

Karena itu, dia sengaja membayar mahal agar hotel melindunginya dengan kontrak resmi. Jika mereka mencoba mengusirnya secara sepihak, mereka harus membayar denda tiga kali lipat dari uang sewa yang dia bayarkan.

Dari balkon, Sekar melihat beberapa mobil berhenti di depan hotel.

Dia tersenyum puas. "Baru saja dipikirkan, sudah datang saja masalah yang ditunggu."

Tak lama kemudian, telepon berdering. Saat Sekar mengangkatnya, terdengar suara Roshana yang memberitahunya bahwa ada seseorang ingin bertemu dengannya.

"Aku tidak mengenal mereka. Bisakah kau usir saja?" Nada bicara Sekar terdengar tidak nyaman, membuat Roshana merasa seolah telah mengganggunya.

"Maaf, Nona, tapi mereka mengatakan bahwa jika Anda menolak menemui mereka, maka polisi akan bertindak," balas Roshana melalui telepon.

Senyum lebar merekah di bibir Sekar. "Hooo~ menarik," gumamnya.

Sekar pun meminta Roshana untuk menyiapkan ruang privat untuk pertemuan itu.

***

Perusahaan Oliman memiliki pengaruh yang luar biasa besar. Bahkan setelah bencana melanda, mereka tetap bertahan ketika banyak pihak lain mengalami kehancuran.

Keberhasilan mereka bertahan disebabkan oleh kepemilikan sumber daya yang melimpah. Mau itu makanan, senjata, energi, dan pasukan. Semua yang dibutuhkan untuk bertahan hidup ada dalam genggaman mereka.

Di masa depan, perusahaan ini menjadi entitas yang benar-benar tak tertandingi. Oliman terus memperluas wilayah kekuasaannya hingga hampir mencakup seluruh Pulau Jawa.

Meskipun telah melakukan berbagai tindakan keji, tak ada yang berani menentang mereka. Kekuatan Oliman begitu besar hingga bahkan pihak militer pun tampak tidak berdaya.

"Dulu, aku menyimpan dendam terhadap perusahaan kejam ini. Salah satu orang yang kerap merundungku di sekolah adalah putri dari pemimpin Oliman."

"Namun, setelah kembali ke masa lalu dan menuntut balas, aku merasa sudah tidak ada alasan lagi untuk memperpanjang masalah ini. Dendamku telah terpenuhi."

Sekar mengisap rokoknya dalam-dalam, sementara matanya menatap pria yang merintih kesakitan di depannya. Tangannya tertancap garpu makan, membuatnya mengerang tak berdaya.

"Namun, jika mereka berani mencari masalah denganku, aku tidak akan ragu untuk melawan."

Ruangan privat yang sebelumnya sunyi kini dipenuhi ketegangan akibat tindakan Sekar.

Pertemuan ini berawal dari permintaan pihak Oliman yang ingin memperoleh informasi tentang seorang gadis buronan. Namun, Sekar menolak memberikan keterangan apa pun.

Tak mendapatkan jawaban yang diinginkan, mereka mulai mengancamnya dengan tuduhan palsu yang dapat membuatnya dipenjara. Namun, ancaman tersebut justru mengundang tawa Sekar.

"Sepertinya kalian benar-benar tidak tahu siapa aku, bukan?"

Perkataan Sekar membuat lawan-lawannya terdiam. Namun, tak lama kemudian, kemarahan mereka meledak saat gadis itu dengan santai mengungkap kejahatan yang telah mereka lakukan.

"Pembunuhan, penculikan, perdagangan narkoba, pemaksaan penyerahan aset... Jika hukum benar-benar ditegakkan di negara ini, kalian semua pasti sudah dihukum mati."

Ketika para pria di depannya mulai berkeringat dingin, Sekar tetap tenang dan menyalakan rokoknya. Sementara itu, Roshana, yang berdiri di sampingnya, semakin pucat karena menyadari bahwa dirinya telah mendengar sesuatu yang seharusnya tidak ia ketahui.

Merasa terpojok, orang-orang Oliman mengeluarkan senjata dan menodongkannya ke arah Sekar, memaksanya untuk ikut bersama mereka.

"Hahaha, aku ingin melihat bagaimana kalian akan membawaku keluar dari hotel ini."

Roshana terkejut melihat Sekar masih bisa tertawa meski dalam situasi yang mengancam nyawa. Namun, ia tidak bisa terlalu memikirkan hal itu karena dirinya sendiri kini terlibat dalam masalah besar.

"Seandainya saja aku mendengarkan sarannya tadi..." pikir Roshana.

Sebelum pertemuan ini berlangsung, Sekar sempat menyarankan agar Roshana tidak ikut masuk ke ruangan privat ini. Namun, sang manajer tetap bersikeras menemaninya dengan harapan bisa menjalin hubungan bisnis.

Kini, ia menyesali keputusannya.

Pria yang duduk di depan Sekar memperkenalkan dirinya sebagai Bagas. Ia lalu memerintahkan dua anak buahnya untuk menangkap gadis itu. Roshana buru-buru menyingkir, mengira Sekar akan diperlakukan dengan kasar.

Namun, yang terjadi selanjutnya membuatnya terkejut.

Sekar dengan mudah menghajar kedua pria yang mencoba menangkapnya. Suara benturan keras bergema di ruangan setiap kali pukulannya mengenai sasaran.

Merasa gadis itu terlalu sulit untuk dikendalikan, empat orang lainnya langsung melepaskan tembakan. Roshana segera menunduk, berusaha menghindari peluru nyasar.

Bagas yakin bahwa Sekar tidak akan selamat. Ia sedikit menyayangkannya, karena belum berhasil memperoleh informasi yang dibutuhkan atasannya.

Namun, apa yang terjadi berikutnya benar-benar di luar dugaan.

Dengan hanya menggunakan sendok makan, Sekar berhasil menangkis semua tembakan yang mengarah padanya.

Tidak berhenti di situ, ia juga melempar pisau makan ke arah empat pria bersenjata, membuat mereka terpaksa menjatuhkan pistol mereka.

Jrass!

"Aaaaaa! Sialan! Sialan!" Bagas berteriak marah saat Sekar menusuk telapak tangannya dengan garpu makan.