Wanita tegar dan nampak kuat itu ternyata memiliki luka dan beban yang luar biasa, kehidupan nya yang indah dan bahagia tak lagi ada setelah ia kehilangan Ayah nya akibat kecelakaan 10 tahun lalu dan Ibunya yang mengidap Demensia sekitar 7 tahun lalu. Luci dipaksa harus bertahan hidup seorang diri dari kejinya kehidupan hingga pada suatu hari ia bertemu seorang pria yang usianya hampir seusia Ayahnya. maka kehidupan Luci yang baru segera dimulai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahayu Dewi Astuti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Party
"Wah apa itu?" Karyawan begitu heboh ketika beberapa security membawa banyak box berisi cupcake.
"Selamat siang, aku mengundang kalian semua untuk datang ke acara pembukaan Golden Black besok jam 12 siang. Silahkan nikmati cupcakenya." Luci menyapa karyawan yang bekerja di lantai yang sama dengan William.
Semenjak William memutuskan untuk berkencan dengan Luci, William tak lagi menutupi semuanya. Untung nya Luci bersikap baik, ia sering tersenyum dan menyapa dengan siapa saja diperusahan itu sehingga Luci sangat dikagumi.
Setelah memberi undangan dan membagikan cupcake, Luci segera masuk keruang kerja William disana ia melihat ada Simon yang baru saja keluar dari ruangan William.
"Apa dia sedang sibuk?" Tanya Luci pada Simon.
"Tidak, masuklah." Kata Simon sembari berlalu.
Luci masuk dengan senyum lebarnya, hal itu juga disadari oleh William yang langsung bangkit dari duduknya.
"Wah... menu makan siangku telah datang." William menghampiri Luci.
"Aku? mana mungkin kau bisa memakanku dikantor." Luci mengecup pipi William dan memeluknya.
"Bukankah kita perlu mencari suasana baru?." William menggoda Luci.
"Stop!! aku tidak gila sepertimu honey."
Luci mengajak William duduk untuk menikmati lemon cheese cake kesukaan William.
"Apa yang kau bawa?" Tanya William penasaran.
"Tara...." Luci menunjukan sebuah cake kesukaan William. "Bukankah ini cake favoritmu?" Tanya Luci dengan senang.
"Wah.. thanks, honey. Ini akan menjadi boosterku hari ini." William mengecup kening Luci dengan hangat.
Tanpa menunggu lama, William segera menikmati cake itu dengan sangat lahap. Bahkan ia lupa berapa banyak kalori yang telah ia konsumsi hanya dari sepotong cheese cake.
Sedangkan Luci, ia benar-benar mencari momen untuk mebujuk William untuk datang ke party yang akan dibuat oleh Sabrina nanti malam.
"Katakan saja, aku akan mendengarkan." William tiba-tiba seperti tau isi pikiran Luci dan hal itu membuat Luci menjadi sedikit malu.
"Hmmm, malam ini aku dan Sabrina akan mengadakan mini party, kau mau bergabung bukan?" Luci terus saja memainkan jari tangannya tak sabar menunggu jawaban dari William.
"Tidak!" William menghentikan kegiatan makannya.
Mendengar penolakan secara langsung membuat Luci sangat kecewa. Ekspresi wajah Luci tak bisa dibohongi mood nya seketika menjadi kacau gara-gara William.
"Kau tega sekali, padahal party ini hanya sekedar makan malam dan sedikit minum untuk merayakan pembukaan toko kami besok." Luci memalingkan wajahnya dari William.
"Mengapa kita tidak party berdua saja? Tak nyaman rasanya berbicara terlalu santai dengan anak buahku." William sangat menjaga jarak dari hubungan pribadi bersama anak buahnya. Karena Luci berkata jika party ini akan dilaksanakan bersama dengan Sabrina tentu saja akan ada Simon disana.
"Baiklah jika begitu, malam ini setelah party aku tidak akan pulang." Luci bangkit dari duduknya dan akan segera pergi
"Tidak, kau harus tetap pulang?! Ayolah Honey, jangan begini." William menahan tangan Luci tepat didepan pintu untuk tidak dulu pergi sebelum masalah ini selesai.
"Aku tidak pulang, atau kau ikut party denganku malam ini?" Luci hanya memberi dua pilihan pada William dan tentu saja pria itu harus memilih diantara keduanya.
William melangkah semakin dekat kearah Luci, sorot matanya tajam hal itu membuat Luci menjadi sedikit gugup, namun ia berusaha untuk tidak terlalu menunjukannya.
"Sejak kapan, gadis kecil ini pandai membuat kesepakatan, hah?!" Ujar William.
Krek.. Krek...
William dua kali memutarkan kunci pintu ruangannya, membuat Luci menjadi bingung apa yang akan William lakukan padanya.
"Ya... mengapa kau mengunci pintunya? Buka aku akan pergi." Luci kesal karena kunci ruangan itu telah dikantongi oleh William
"Aku akan menghadiri party nanti malam, tapi kini mari kita party berdua dulu." William tersenyum nakal.
Dengan kuat kini William memangku tubuh Luci dengan begitu enteng, mereka saling berciuman panas. William sangat agresif hingga Luci benar-benar kewalahan untuk mengimbanginya.
William mendudukan Luci diatas meja kerjanya, ia telah melepas jas kerjanya, dasi serta beberapa kancing kemejanya, sedangkan Luci hanya pasrah menunggu apa yang akan dilakukan William selanjutnya.
William lagi-lagi membuat tanda merah di leher Luci, hal itu membuat Luci marah, namun belum sempat Luci membuka mulutnya William telah menutupi oleh bibirnya.
Mereka berdua sudah sangat bergairah, rok span yang Luci kenakan sudah terangkat hingga kepangkal paha dan mereka sudah sangat siap untuk berhubungan, namun...
Tok...
Tok...
Tok...
Seseorang mengetuk pintu ruang kerja William berkali-kali hingga tak memungkinkan mereka untuk melanjutkan aktivitasnya.
Beberapa umpatan kasar keluar dari mulut William yang mulai merapikan pakaiannya, sedangkan Luci hanya tersenyum gemas karena tau bagaimana kesalnya William kini.
"Meskipun gagal, kau tetap harus menepati janjimu, sayang." Luci mengelus punggung William sembari memberi kecupan singkat.
Luci mengambil kunci pintu dan membukanya, saat pintu dibuka Luci hanya tersenyum melihat pria yang berkeringat itu.
"Mr, Meetingnya akan segera dimulai, anda harus segera bergegas karena klien sudah menungu cukup lama."
Baru saja William akan memarahi pria itu, namun semua tak jadi saat ia baru saja ingat jika dia harus meeting siang ini.
"Baik, aku akan segera menyusul."
****
Suasana sudah semakin malam, Sabrina kini sedang menyiapkan beberapa hidangan diatas meja dengan minuman alkohol terbaik, hal ini disesuaikan dengan selera William yang sangat tinggi dan pemilih.
Tak lama suara pintu terbuka, Simon datang dengan sangat manja, ia bahkan kini segera memeluk Sabrina dari belakang karena sangat merindukannya.
"Mengapa ada empat set alat makan yang kau sediakan?" Tanya Simon kebingungan padahal mereka hanya tinggal berdua.
"Cepat mandi dan bersiap, sebentar lagi tamunya akan datang. Aku sudah menyiapkan pakaianmu diatas tempat tidur."
Simon tak banyak bertanya siapa tamu yang kekasihnya itu maksud, Simon hanya menurut untuk segera mandi.
Sabrina kini telah selesai menata semuanya, ia juga sudah siap kedatangan tamu malam ini.
Tak lama, suara bell berbunyi nyaring, itu tandanya William dan Simon telah datang kerumah mereka.
"Hai...." Sabrina menyapa mereka berdua yang terlihat begitu serasi.
"Kami tidak terlambat bukan?" Tanya Luci sembari memberikan tas berisi dua botol wine.
"Tentu saja tidak, kalian datang sangat tepat waktu."
"Honey... siapa yang datang?" Dengan santainya Simon datang menghampiri Sabrina.
Wajah Simon sangat terkejut ketika melihat jika yang datang adalah William dan Luci. Ia sedikit menundukan tubunya memberi salam pada atasannya itu.
"Selamat datang di rumah pribadiku." Ujar Simon canggung.
"iya, rumahmu terlihat sangat nyaman."
Mendengar obrolan Simon dan William membuat dua wanita saling menatap mereka tak percaya jika ini kali pertama William mengunjungi rumah Simon.
"Eh... kalau begitu mari masuk, diluar sangat dingin."
Suasana yang seharusnya santai dan menyenangkan itu berubah menjadi sangat dingin dan canggung. Sabrina dan Luci saling tatap karena bingung harus memulai obrolan dari mana.
Setelah selesai makan, Luci membantu Sabrina menyuci piring dan merapikan meja sedangkan William dan Simon sedang duduk dipekarangan luar sembari merokok.
Setelah semuanya Selesai, Luci dan Sabrina membawa dua botol anggur untuk mereka nikmati bersama tak lupa juga beberapa cemilannya.
"Bukankah diudara yang dingin seperti ini sangat cocok untuk menikmati segelas wine?" Ujar Sabrina yang mulai menuangkan minuman.
"Tentu saja, mari kita bersulang dan berdoa supaya acara kita besok bisa berjalan dengan lancar."
Trang...
Suara dentingan gelas yang saling beradu itu cukup riuh, semua menikmati minuman itu dengan pasangan mereka masing-masing. Sabrina bahkan mulai ikut bergabung merokok bersama mereka sedangkan Luci sejak tadi hanya diam menikmati kacang panggang.
"Aku ingin mencoba bagaimana rasanya rokok," ujar Luci manja pada William. Hal itu tentu saja didengar oleh Sabrina dan juga Simon.
"Kau belum pernah mencobanya?" Tanya Sabrina tak percaya.
Luci menggelengkan kepalanya, kemudian William memberikan rokok yang sedang ia hisap kepada Luci agar wanita itu mencobanya.
Baru saja satu hisapan Luci sudah terbatuk-batuk dan hal itu mengundang gelak tawa semuanya.
"Ah... rasanya tidak enak, mengapa kalian sangat menyukainya?" Tanya Luci yang masih sedikit batuk.
"Seperti halnya kau menyukai rokok milikku, sulit untuk diungkapkan bukan?" William berkata seperti itu sembari mengarahkan matanya ke arah pangkal paha miliknya.