NovelToon NovelToon
Mengasuh Cinta Duda Kaya

Mengasuh Cinta Duda Kaya

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta Seiring Waktu / Kaya Raya / Pengasuh / Ibu Tiri
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: Cherryblessem

Caca, seorang mahasiswa Indonesia yang mendapat beasiswa di London, terpaksa bekerja sebagai pengasuh anak CEO kaya, Logan Pattinson, untuk mencukupi biaya hidup yang mahal. Seiring waktu, kedekatannya dengan Logan dan anaknya, Ray, membawa Caca ke pusat perhatian publik lewat TikTok. Namun, kisah cinta mereka terancam oleh gosip, kecemburuan, dan manipulasi dari wanita yang ingin merebut Logan. Ketika dunia mereka dihancurkan oleh rumor, Caca dan Logan harus bertahan bersama, menavigasi cinta dan tantangan hidup yang tak terduga. Apakah cinta mereka cukup kuat untuk mengalahkan segalanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cherryblessem, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

keheningan

Angin musim dingin menerpa lembut jalanan kota London, menyelimuti segala sesuatu dengan lapisan putih salju. Suasana natal perlahan hadir, memperindah kota dengan lampu-lampu hangat dan dekorasi meriah. Namun, berbeda dengan rumah keluarga Pattinson yang masih sunyi dari ornamen Natal. Kesibukan sang tuan rumah membuat tradisi menghias rumah bersama pelayan-pelayan mereka tertunda, meninggalkan halaman yang hanya dihiasi oleh salju tebal.

Caca memandangi halaman dari balik jendela kamar ray, memperhatikan petugas taman yang sibuk membersihkan salju. Pikirannya melayang pada liburan Natal yang akan segera tiba. Hampir semua tugas kuliahnya telah selesai, dan kini ia tengah memikirkan rencana bersama teman-temannya untuk liburan. Namun, malam ini, ada yang lebih penting—permintaan Ray, bocah kecil keluarga Pattinson, untuk menemaninya bermalam di sini.

Caca duduk nyaman di sofa besar, memeluk Ray yang menyandarkan kepala kecilnya di pelukannya. Televisi di depan mereka menayangkan kartun favorit Ray, sementara Caca sesekali memberikan komentar lucu yang membuat anak itu tertawa kecil. Namun, kini tawa Ray mulai berkurang. Matanya yang bulat tampak mengantuk, sesekali terpejam, meskipun ia berusaha keras tetap terjaga.

Caca tersenyum hangat melihat usaha Ray, lalu dengan lembut ia mengangkat ponselnya dan mulai merekam momen itu. “Manis sekali,” gumamnya pelan, tak ingin membangunkan bocah kecil yang hampir terlelap.

Ketukan pelan di pintu memecah kesunyian. Caca mematikan kamera, menoleh, dan mendapati Sarah, pelayan setia keluarga Pattinson, berdiri di ambang pintu dengan nampan berisi cemilan malam.

“Apakah aku terlambat?” tanya Sarah, senyum lembut menghiasi wajahnya.

Caca menahan tawa, memastikan suaranya tidak mengganggu Ray. “Kurasa begitu,” jawabnya sambil melirik Ray yang kini telah terlelap dengan damai di pelukannya.

Sarah tersenyum lembut, matanya penuh kehangatan saat melihat kedekatan antara Caca dan Ray. Bocah itu jarang terlihat begitu nyaman sejak kehilangan ibunya, Diana. Rasa kehilangan yang dalam itu masih terpatri di hati Sarah, namun melihat Ray memeluk Caca seperti itu membawa kelegaan tersendiri.

“Terakhir kali aku melihatnya setenang ini adalah saat Diana masih ada,” gumam Sarah, lebih kepada dirinya sendiri. Ia menghela napas panjang, menyembunyikan emosinya dengan senyum. “Caca, kau benar-benar telah membawa sesuatu yang berbeda di rumah ini.”

Caca hanya tersenyum, meski hatinya tersentuh oleh ucapan Sarah. “Ray memang anak yang luar biasa. Dia mudah disayangi,” jawabnya pelan.

“Aku akan menyiapkan tempat tidur kalian,” ujar Sarah, kemudian pergi meninggalkan mereka.

Beberapa saat kemudian, suara pintu yang terbuka kembali membuat Caca mendongak. Kali ini, sosok Logan Pattinson muncul, mengenakan mantel tebal yang sebagian basah karena salju yang mencair. Rambutnya sedikit berantakan, menunjukkan betapa melelahkan hari itu untuknya. Logan menatap Caca dan Ray, kemudian melangkah mendekat.

Caca refleks hendak berdiri, tapi Logan melambaikan tangan, meminta Caca tetap duduk. Ia berlutut di depan sofa, memandangi putranya yang terlelap di pelukan Caca.

“Apakah dia lelah karena bermain seharian?” tanya Logan, suaranya pelan namun penuh perhatian.

Caca mengangguk kecil, tersenyum. “Kurasa begitu. Dia sangat menikmati harinya.”

Logan menatap Caca, matanya menunjukkan rasa terima kasih yang dalam. “Kuharap kau tidak terlalu lelah menjaganya.”

“Tentu saja tidak. Merawat Ray sama sekali bukan beban,” jawab Caca, suaranya lembut namun penuh ketulusan.

Tatapan Logan membuat Caca gugup. Ada sesuatu yang berbeda di mata pria itu, sesuatu yang membuat jantungnya berdebar lebih cepat dari biasanya. Ia segera mengalihkan pandangannya ke arah Ray, mencoba mengendalikan perasaannya.

Logan tersenyum tipis, lalu berdiri, menyadari ketegangan yang tiba-tiba muncul. “Terima kasih sudah ada di sini, Caca. Kehadiranmu sangat berarti,” ucapnya sebelum beranjak pergi.

Sarah, yang diam-diam menyaksikan dari pintu, tersenyum kecil. Ada sesuatu yang menghangatkan hatinya melihat interaksi itu. “Kasurnya sudah siap, Nona Calista,” ujar Sarah, memecah keheningan.

Caca menoleh, wajahnya memerah seketika. Ia menunduk, mencoba menyembunyikan rasa malunya. Logan pun terlihat salah tingkah, buru-buru meninggalkan ruangan dengan langkah yang lebih cepat dari biasanya.

Saat hanya tinggal berdua dengan Ray, Caca memandang bocah itu dengan senyum getir. Perasaan yang ia coba tekan selama ini kembali menghantui. Bagaimana mungkin ia, seorang pengasuh sederhana, berani membiarkan hatinya terbawa pada pria seperti Logan Pattinson? Perasaan itu terasa seperti dosa, namun semakin sulit diabaikan.

“Betapa bodohnya aku,” bisik Caca pada dirinya sendiri, mencoba menertawakan perasaannya. Tapi jauh di dalam hati, ia tahu perasaan itu nyata, dan melupakannya mungkin adalah hal tersulit yang pernah ia coba lakukan.

-

Pukul 1.30 pagi. Suasana rumah Pattinson hening, hanya terdengar bunyi jam antik berdetak pelan di sudut ruangan. Logan duduk sendirian di ruang makan yang luas. Satu lampu chandelier menggantung di atasnya, menciptakan bayangan temaram yang terasa hangat namun juga kesepian. Di hadapannya, segelas whisky bercampur soda tinggal separuh. Tangannya memegang ponsel, memutar video-video TikTok milik Caca yang tanpa sadar telah membuatnya tersenyum.

Tiba-tiba, suara langkah kaki pelan terdengar dari arah pintu. Logan mendongak dan melihat sosok Caca berdiri dengan nampan berisi piring dan gelas kotor. Gadis itu tampak ragu melangkah masuk, merasa tidak ingin mengganggu.

"Tuan Pattinson?" panggil Caca pelan, suaranya seperti berusaha menjaga keheningan malam.

Logan menatapnya, sedikit terkejut tapi tidak keberatan. "Kau terbangun?" tanyanya, suaranya tenang.

Caca mengangguk. "Ray sempat bergerak di tempat tidur, jadi aku memastikan dia baik-baik saja. Lalu aku melihat ini," katanya sambil mengangkat nampan yang dibawanya. "Kupikir sebaiknya aku membereskannya."

Logan tersenyum kecil. "Ray pasti beruntung punya seseorang sepeduli dirimu."

Caca tersipu. "Saya hanya melakukan apa yang seharusnya, Logan." Ucapannya ragu, masih terbiasa memanggilnya dengan formal.

Logan mengangkat alis. "Kau masih memanggilku begitu?"

Caca terdiam, jelas merasa canggung. "Aku... baiklah, Logan," ucapnya pelan, menghindari kontak mata.

Logan tertawa kecil. "Kau sudah cukup lama di sini untuk berhenti merasa seperti tamu, kau tahu."

Caca hanya tersenyum kikuk dan melangkah ke dapur, meletakkan nampan dengan hati-hati sebelum kembali ke ruang makan. Logan masih duduk di tempatnya, memutar-mutar gelas whisky di tangannya.

"Kemarilah," katanya sambil menunjuk kursi di hadapannya.

Caca ragu sejenak, tapi akhirnya menurut. Dia duduk perlahan, merasa kecil di meja makan besar yang biasanya penuh dengan keluarga dan tamu undangan. Kini hanya mereka berdua, diterangi oleh cahaya hangat dari chandelier.

"Mau minum sesuatu?" Logan menawarkan sambil menyulut rokoknya.

Caca menggeleng. "Tidak, terima kasih. Sudah cukup larut."

Logan tersenyum tipis, lalu mengambil sebatang rokok lagi dari kantongnya. "Kau tahu, London ini terasa lebih sepi daripada yang kubayangkan. Apalagi saat malam seperti ini."

"Entahlah. Bagiku, kota ini lebih hidup dari pada tempat asalku." Caca membalas.

"Seperti apa tempat asalmu?" Tanya logan penasaran.

"Yah, hanya sebuah pedesaan biasa. Seperti surrey." Ia tersenyum sambil menjelaskan.

Logan menatap dengan penuh minat. "Tampaknya Surrey cukup berkesan untukmu juga." Ia tersenyum menatap Caca yang kini terlihat bersinar dibawah lampu Chandelier.

"Kupikir, musim dingin memang cukup menelan keajaiban kota ini."

"Kau benar."

Caca tersenyum kecil, mencoba mengurangi suasana canggung. "Tapi kota ini indah, kan?"

Logan mengangguk. "Indah, tapi juga menyimpan banyak kesepian. Kau tahu apa yang paling kurindukan? Suara riuh anak kecil bermain di halaman saat salju turun. Ray tidak punya teman seperti itu." Matanya melirik ponselnya, di mana salah satu video Caca bersama Ray masih terputar diam-diam.

Caca terdiam, lalu perlahan berkata, "Ray anak yang istimewa. Dia punya hati yang besar meski kehilangan banyak dalam hidupnya. Dan dia sangat menyayangi ayahnya."

Logan menatap Caca, ada rasa syukur dalam matanya. "Dan aku berutang banyak padamu untuk itu. Kau telah membawa cahaya ke rumah ini."

Caca tertawa kecil. "Aku hanya melakukan pekerjaan saya, Logan."

"Ini lebih dari pekerjaan, Caca," jawab Logan serius. "Kehadiranmu di sini... itu sesuatu yang bahkan aku tak bisa ungkapkan dengan kata-kata."

Caca merasa dadanya bergetar. Dia ingin menghindari tatapan itu, tapi mata Logan seperti mengunci pandangannya. "Aku senang bisa membantu," katanya pelan.

Logan memutus keheningan dengan ide yang ia diskusikan dengan ibunya di kantor beberapa waktu lalu. "Kau tahu, rumah ini belum dihias untuk Natal," ujarnya, suara mendadak lebih ringan.

Caca mengangguk. "Ya, aku memperhatikan itu. Biasanya sudah penuh dekorasi kan?"

Logan mengangguk. "Kami biasanya melakukannya bersama-sama, tapi tahun ini... semuanya terasa berbeda. Aku ingin mengubah itu. Bagaimana kalau kita dekorasi bersama? Kau, aku, ibuku dan Ray."

Caca terkejut mendengar ajakan itu, matanya melebar sedikit. "Kau serius?" tanyanya, mencoba memastikan.

Logan tersenyum. "Lebih dari serius. Apa kau bersedia membantuku?"

Caca terdiam sejenak, lalu mengangguk, meski dalam hatinya dia tahu keputusan ini akan membawa banyak perubahan—dan mungkin, lebih banyak emosi yang harus dia kendalikan.

1
seftiningseh@gmail.com
semngat berkarya
oh ya cerita ini menurut aku sangat menarik. apalagi judul nya jangan. lupa dukung aku di karya ku judul nya istri kecil tuan mafia
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!