Wanita Pilihan CEO Tua

Wanita Pilihan CEO Tua

Hari Luci

DduaRrrrrrr.... DdaRrr

gemuruh petir saling bersautan di malam yang cukup sepi ini, Bahkan karena hujan terus turun sejak sore tadi beberapa tokok memutuskan untuk tutup lebih awal. ingin Rasanya Luci juga menutup tokok rotinya ini namun apa daya ia hanya seorang pegawai yang tetap harus mengikuti aturan.

detik jarum jam terdengar cukup nyaring, sedari tadi tak ada pengunjung yang datang, membuka sosial media sudah berkali-kali ia lakukan hingga benar-benar bosan. mata berwana coklat itu terus saja menghitung berapa lama lagi dirinya bisa pulang.

"Argh... bersabarlah Luci 30 menit lagi kamu bisa pulang." gumamnya untuk menyemangati dirinya yang kelelahan juga kesepian.

TRring....

bunyi lonceng, jika seseorang membuka pintu toko roti, dengan sigap Luci bangun dari duduknya menyambut pembeli dengan begitu ramah. seorang pria dengan setelan serba hitam berjalan dengan begitu gagah kearah etalase roti. sejenak ia melihat-lihat tanpa bergumam sedikitpun, bahkan sambutan hangat dari Luci tak direspon apapun.

"tolong bungkuskan semua roti ini." ucap Pria itu dingin.

betapa senangnya Luci ketika 20 buah roti tersisa akan dibeli seluruhnya oleh pria itu. artinya Luci akan memiliki bonus lebih dari Bossnya.

"Baik pak, akan saya kemaskan." segera Luci berlari mengambil box untuk memasukan semua roti yang tersisa.

saat sedang memasukan roti, Luci sedikit mencuri pandang pada pria itu, wajahnya sangat tampan meskipun sudah cukup tua, bahkan Luci memprediksi jika Pria itu hampir seusia almarhum Ayahnya.

"Apa ada yang salah dengan ku, Nona?!" tanya Pria itu yanh tentu saja membuat Luci terkejut.

"Ah..maafkan saya Pak, saya hanya melihat anda seperti Almarhum Ayah saya." jawab Luci sembari menundukan sedikit punggungnya.

kini mereka berada di meja kasir, Luci fokus menghitung total roti yang harus dibayar, sedangkan pria tua itu hanya fokus menatap Luci tanpa menunjukan ekspresi apapun.

"Totalnya 350 ribu, pembayaran menggunakan cash atau debit pak?."

"debit." jawabnya singkat sembari mengasongkan sebuah kartu debit berwarna hitam dan emas. tentu saja itu salah satu kartu prioritas dari Bank swasta terkenal dikota ini pikir Luci.

akhirnya jam kerja Luci sudah selesai, stok roti hari inipun sudah terjual habis. ia segera merapikan tokonya, mengambil tas kecil menggunakan jaket dan bergegas pergi meninggalkan toko.

jalanan cukup sepi, padahal ini baru pukul 10 malam. Luci bersenandung kecil, karena merasa bahagia. namun naas tiba-tiba saja sebuah mobil sedan berwarna putih hampir menabrak Luci karena terkejut ia pun terjatuh dari motor miliknya, tentu saja pakaian ia basah kuyup dan kakinya kesakitan.

"Astaga, bawa mobil pelan-pelan!!!" Luci berteriak kencang. suasana hati yang bahagia tiba-tiba saja menjadi buruk. sial batinnya.

mobil sedan itu terhenti, seorang wanita dengan tubuh langsing dan pakaian yang sexy keluar dari mobil mewah itu. wajahnya nampak panik tak membayangkan jika dia hampir saja menabrak seseorang.

"maaf aku sedang terburu-buru, apa kamu baik-baik saja?" tanya wanita cantik itu.

"apa menurutmu aku terlihat baik-baik saja?" Luci berbalik mengajukan pertanyaan sarkas.

"emhhh.. tunggu!" wanita cantik itu seketika menunjuk Luci begitu saja, ia menatap wajah Luci dengan lekat. "Kamu Luci? ya kamu Luci! aku Sabrina."

mendengar wanita itu mengetahui namanya, Luci segera berpikir, siapa Sabrina dan bagaimana bisa dia mengetahui namanya.

"bagaimana kamu tau, kalau aku Luci?" tanya Luci bingung.

"Aku Sabrina, teman SMP mu dulu."

"ah.. Sabrina??" Luci langsung mengingat sahabat kecilnya dulu. dia anak perempuan bertubuh gemuk, dan berambut ikal. tentu saja Luci tak mengenalinya karena sekarang dia nampak sangat luar biasa.

Sabrina membantu Luci bangun, ia tak bisa berbicara banyak pada Luci, karena dirinya sedang terburu-buru.

"Luci, aku minta maaf karena hampir menabrakmu. ini kartu namaku, tolong hubungi nomer ini dan aku akan menemuimu besok."

belum sempat menjawab, Sabrina sudah pergi terburu-buru meninggalkan Luci yang basah kuyup. untung saja badan nya tidak terluka, sehinggal Luci bisa melanjutkan perjalanan nya seorang diri, ia pun tak perlu memeriksakan tubuhnya ke Rumah Sakit.

kini ia sudah sampai disebuah apartemen studio, ukuran nya sangat kecil tapi tak masalah yang penting biaya sewa perbulannya murah dan ia bisa beristirahat dengan cukup walaupun cukup sumpek.

ia segera melepas seluruh pakaiannya, hanya menyisakan pakaian dalam nya saja. dipandang seluruh tubuhnya dari ujung kepala hingga ujung kaki. tubuhnya cukup kurus, meskipun bagian tubuh tertentu nampak terlihat baik. ia melihat jika terdapat sedikit luka baret di pinggangnya, namun tak apa rasa sakit itu tak seberapa dengan rasa sakit yang sudah ia terima dimasa lalu.

kaki jenjang itu melangkahkan kakinya menuju kamar mandi, diguyurkannya air dari ujung kepala yang membuat Luci nampak rileks setelah seharian bekerja. selepas itu wanita berusia 25 tahun itu memilih pakaian tidurnya. Luci suka sekali dengan pakain tidur yang tipis dan pendek karena itu membuat nya terasa lebih nyaman dan tentunya tak kepanasan.

"ah..." Luci membaringkan tubuhnya sembari melihat kartu nama milik Sabrina, "dia kerja apa ya? dia hebat, bisa sesukses itu diusia muda." gumam Luci sebelum terlelap.

sedangkan diluar sana Sabrina baru saja akan bekerja, dengan langkah kaki yang terburu-buru Sabrina memasuki sebuah club malam dimana ia bekerja hampir 3 tahun terakhir.

"Sabrina!! sudah dua malam terakhir kamu selalu telat. kamu tau bagaimana tamu menunggu mu sejak tadi?" seorang wanita dengan dandanan menor memarahi Sabrina yang masih kesulitan bernapas.

"Aku hampir... menabrak..seseorang." ucap nya sambil terengah-engah.

"Apa? gila kamu ya, awas saja kalau sampai jadi masalah."

"Tenang saja, semua baik-baik saja." Sabrina melengos pergi meninggalkan wanita itu, untuk menghampiri tamunya.

dentuman musik keras sudah membaur dengan detak jantung Sabrina, ia nampak lihai menari dan menggoda para tamu pria sembari menuangkan minuman keras kedalam gelas.

"Sabrina, aku butuh suasana baru apa kau bisa?" tanya seorang pria berdasi merah.

"Tentu saja, tuan mau suasa seperti apa?" tanya sabrina sembari membelai wajah pria itu.

"aku ingin perempuan baru, ya yang nampak lugu sepertinya menyenangkan. Hahaha." ungkap pria itu sambil meneguk minumannya.

Sabrina terdiam sembari berpikir, dimana ia bisa mendapatkan wanita pesanan tamunya ini. jika saja ia tak menyanggupinya pasti karir Sabrina akan hancur begitu saja. tak mau lagi ia harus kembali hidup miskin seperti dulu.

sekitar beberapa saar ia berpikir, akhirnya ia teringat akan seseorang. wajahnya sumringah, karena sebentar lagi ia akan mendapatkan keuntungan yang besar.

"Aku akan mewujudkannya, tapi tolong beri aku waktu, Tuan." bisik sabrina dengan penuh gairah.

"tentu saja, aku mempercayaimu."

pria itu segera mencium dengan lahap bibir Sabrina yang ranum ditengah ramainya diskotik.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!