Seorang pria muda yang sedang menunggu interview dan seraya menunggu panggilan, dia memilih meluangkan waktunya untuk menjadi driver ojek online, tapi pria yang bernama Junaidi ini cukup apes dan apesnya ini bukan hanya sekali dua kali, tapi berkali-kali.
Singkatnya, pada malam itu pria muda tersebut tengah terburu-buru untuk mengantarkan pesanannya, tanpa sengaja, dia menyerempet nenek tua yang sedang menyebrang jalan.
Bukannya menolong, dia justru acuh tak acuh dengan alasan takut diberi bintang satu jika terlambat datang.
Namun, siapa sangka kalau nenek yang dia serempet bukanlah sembarang nenek dan setelah malam itu, mata batinnya terbuka. Inilah KUTUKAN SEMBILAN PULUH SEMBILAN HARI yang harus Junaidi terima.
Cerita ini merupakan karya fiksi murni. Nama tempat, kejadian dan karakter yang disebutkan tidak memiliki koneksi dengan kenyataan dan hanya untuk tujuan kreatif semata ditulis oleh Tsaniova.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tsaniova, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mencari Suster Hana
Wanita berpakaian kasual itu mencari-cari sumber suara dan tidak menemukan satupun pintu yang terbuka dengan paksa.
"Maaf, Bu Widya. Itu biasa ada seorang ibu yang nggak pernah dijenguk anaknya, dia sering ngamuk. Jujur, saya kasihan sama mereka tapi yang bisa saya lakukan hanya menjaga mereka di sini, menjadi rumah untuk mereka tinggal. Berharap anak-anak mereka akan memiliki kasih sayang yang lebih untuk ibu mereka, biar sering datang dan ibu mereka akan bahagia," kata wanita iblis yang berdiri di belakangnya.
Lalu, setelah meletakkan barang-barang ke kamar yang sudah disiapkan, pimpinan tersebut mengajak mereka berkeliling, berkumpul bersama para lansia yang terlihat masih sehat. Mereka ada di salah satu ruangan dengan televisi yang menyala.
Ada juga yang sedang belajar merajut, melukis dan aktivitas yang lainnya yang terlihat menarik di mata Hanum.
"Wid, Mamah bisa merajut sama mereka, kamu tau kalau mamah suka itu, kan?" tanyanya dengan sangat antusias dan Widya menjawab dengan mengangguk.
Dan hati Widya mulai sedikit mempercayai rumah tua itu karena sudah melihat mereka yang baik-baik saja, mulai berpikir sama seperti pimpinan yang menyayangkan sikap anak-anak yang acuh pada orang tuanya.
"Mah, nanti Widya bakal sering dateng! Mamah jaga kesehatan, ya. Widya mau keluar kota sebentar," ucapnya seraya memegangi dua tangan wanita keriput itu.
"Iya, kamu hati-hati. Mamah bakal sering hubungi kamu," jawab Hanum seraya tersenyum, dia menatap putrinya.
Sekarang, Widya meninggalkan Hanum di ruangan tersebut bersama para lansia lainnya. Dan saat di aula, dia melihat seseorang baru saja keluar dari pintu yang tidak lupa dia gembok.
"Di sana gudang. Kami khawatir ada lansia yang pikun main di sana, sangat berbahaya jadi kami selalu menutup pintu yang sekiranya tidak aman untuk mereka," Pimpinan mencoba menjelaskan.
Mendengar itu, Widya pun mengangguk, cukup masuk akal dan sekarang melanjutkan langkah kakinya yang sempat tertunda.
"Saya titip mamah saya, tolong untuk hubungi saya kalau ada sesuatu yang dibutuhkan atau ada keluhan," kata Widya, dia mengajak pimpinan tersebut untuk berjabat tangan dan disambutnya.
Setelah itu, dia segera masuk ke mobilnya dan saat keluar dari gerbang, dia sudah ditunggu oleh Junaidi. Pria itu memotong jalan membuat Widya mengira kalau dia adalah begal.
Sekarang, Junaidi turun dari motornya, dia berjalan ke arah Widya. Lalu, Junaidi mengetuk pintu kaca mobil itu. "Mbak, saya ingatkan buat jemput ibunya secepat mungkin!" ucap Junaidi, pria berjaket kulit hitam itu kembali ke motornya dan masih menunggu kabar dari suster Dina.
Lalu, Widya yang salah paham dengan Junaidi itu merasa kalau pria tampan itu sudah terlalu ikut campur dan salah mengira kalau dirinya yang menitipkan ibunya. Padahal itu adalah keinginan Hanum sendiri.
Widya turun dari mobil, dia memanggil Junaidi yang sudah mulai menyalakan motor maticnya. "Kamu, apa urusannya sama kami! Jangan ikut campur atau ganggu kami, camkan itu!" ucapnya penuh dengan penekanan.
Junaidi turun dari motornya, dia kembali menghampiri Widya membuat wanita cantik nan anggun tersebut sedikit takut. "Memangnya, kamu nggak lihat sesuatu yang aneh di sana?" tanya Junaidi seraya menatapnya tajam.
"Aneh? Semua terlihat normal saja, mungkin kamu salah satu dari mereka yang nggak suka dengan berdirinya panti tersebut, kan!" tukas Widya. Dia kembali ke mobilnya dan menyuruh Junaidi untuk segera menyingkirkan motornya yang menghalangi jalan.
Tapi, Junaidi menantangnya. "Baiklah, kalau semua baik-baik saja, saya tunggu kamu di sini malam ini, kita lihat saja apa semua masih akan terlihat normal?" tanyanya.
Deg! Seketika dia memikirkan suara pintu yang terbanting, suara tangis dari para lansia, pintu yang digembok, tapi, semua penjelasan ketua yayasan terdengar masuk akal.
"Apa hubungannya sama kamu? Ibumu ada di dalam juga?" tanya wanita berambut panjang tersebut dan Junaidi tak menjawab, dia memilih pergi dari pandangan wanita tersebut membuatnya semakin penasaran.
Visual Widya
Merasa haus, Junaidi mengendarai motornya ke salah satu warung terdekat, di sana dia mengambil minuman dingin di kulkas.
Duduk di teras warung dengan Melati yang juga ikut duduk di sebelahnya. Lalu, seorang gadis remaja juga datang, dia membawa selembar foto ibunya. Dia juga mengambil minuman dingin di kulkas dan duduk di salah satu kursi yang tersedia seraya terus memandangi foto ibunya.
Lalu, dia pun menatap Junaidi, ingin bertanya pada Junaidi yang terlihat sedang memainkan ponselnya, dia sendiri melihat tanda aktif ponsel Suster Dina, tak terlihat pergerakan sama sekali. "Aku khawatir sama dia," gumam Junaidi, dia merasa melihat ibunya saat melihat Suster Dina.
Seandainya dia tidak melihat banyak para arwah penasaran dan Melati tidak melihat tuyul, mungkin dia tidak akan sekhawatir ini. "Jangan-jangan nama yayasannya cuma buat nutupin kelakuan busuknya?" tanya Junaidi dalam hati, dia pun geram jika memang apa yang dia pikirkan adalah kenyataan.
Tanpa sadar, Junaidi meremas botol bekasnya minum. Lalu, gadis yang duduk di dekatnya itu memberanikan diri bertanya padanya. "Permisi, Mas. Mas pernah lihat ibu saya nggak?" tanyanya seraya menunjukkan foto Dina.
Junaidi terdiam untuk sesaat, ingin memberitahu kalau semalam baru saja bertemu dengannya. Tapi, dia memikirkan satu cara supaya bisa masuk ke dalam rumah tua itu.
****
Sore ini, Junaidi mengantarkan Moza ke kos yang tidak jauh dari kosnya. "Terima kasih, Mas. Tapi, aku sangat khawatir sama Ibu, aku takut Ibu kenapa-napa kalau aku terlambat datang," kata Moza seraya mengusap air matanya.
"Kita tunggu besok dan ini tergantung bagaimana kerjasama di antara kita!" jawab Junaidi dan dijawabi anggukan oleh putri Dina.
Sekarang, Junaidi pergi dan di sampingnya ada hantu yang sedang prengat-prengut. "Kamu cemburu? Dia masih kecil, masih SMA. Seleraku bukan anak kecil," kata Junaidi seraya menggandeng hantu yang tengah cemburu itu.
Singkat cerita, Junaidi dan Melati sedang mencari perlengkapan yang mereka butuhkan seperti kamera kecil dan headset bluetooth.
Setelah mendapatkan semua kebutuhannya, Junaidi kembali ke kos dan di sana ada Marni juga Hana yang datang menemuinya. "Ibu, Hana?" Junaidi terkejut, tiba-tiba saja mereka ada di kos.
"Kenapa kaget, Mas? Hana libur sekolah pengen di sini sama Mas Juna," jawab Hana seraya bangun dari duduknya, dia menyalami kakanya dan Junaidi pun menyambutnya.
Sekarang, Junaidi membuka pintu kosnya dan mengajak mereka masuk. Hana yang melihat bingkisan di tangan sang kakak pun bertanya. "Mas habis belanja apa?" tanyanya seraya mengambil paper bag di tangan Junaidi.
"Jangan, ini buat kerja. Mas lagi sibuk kenapa kamu segala ke sini, kamu kan bisa main sama Riri, sama Sita," gerutu Junaidi.
"Bu, lihat. Mas Juna nggak seneng kita di sini," kata Hana seraya menatap ibunya yang sedang meletakkan tas di dekat lemari.
"Bukan begitu, tapi, Mas cuma mau kalian jangan bawel soal kerjaan Mas, bisa?" tanyanya seraya menatap mereka yang terdiam.
"Bukannya kamu ngojek, Jun? Apa ada sesuatu yang kamu sembunyikan dari kami?" tanya Marni.
"Astaga, sebenernya bisa aja aku nggak usah bilang. Tapi, nanti kalau aku pergi nggak balik-balik, mereka bakalan khawatir. Duh, serba salah!" kata Junaidi dalam hati.
Iya, Bu. Juna juga kadang ngojeknya sampai malam," jawab Junaidi. Dia duduk di sofa dengan matanya mencari-cari keberadaan Melati yang tak terlihat lagi semenjak masuk ke kamar kos. Kemana hantu itu?
biasa ngk tuhh si aki.. tutup mata batinnyaa