NovelToon NovelToon
Sekeping Rasa Yang Tersembunyi

Sekeping Rasa Yang Tersembunyi

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Kisah cinta masa kecil / Diam-Diam Cinta / Cinta Murni / Enemy to Lovers / Rebirth For Love
Popularitas:579
Nilai: 5
Nama Author: Skyler Austin

Aruna dan Nathan adalah dua sahabat yang udah saling kenal sejak kecil. Hubungan mereka simpel banget, selalu saling mendukung tanpa drama. Tapi, ada satu rahasia besar yang disimpan Aruna: dia udah naksir Nathan selama bertahun-tahun.

Waktu Nathan mulai pacaran sama orang lain, hati Aruna mulai goyah. Dia harus pilih, terus memendam perasaan atau nekat bilang dan mungkin merusak persahabatan mereka. Sementara itu, Nathan juga ngerasa ada yang aneh, tapi dia nggak ngerti apa yang sebenarnya terjadi.

Lama-lama, beberapa kejadian kecil mulai mengungkap perasaan mereka yang selama ini tertahan. Sampai suatu hari, di tengah hujan deras, momen itu datang dan semua jadi jelas. Tapi, apakah cinta yang lama dipendam ini bakal jadi awal yang baru, atau malah jadi akhir dari segalanya?

Sekeping Rasa yang Tersembunyi adalah cerita tentang berani menghadapi perasaan, kehilangan, dan keindahan cinta yang tumbuh diam-diam.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Skyler Austin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Dilema Dalam Keputusan

Hari itu, langit mendung, tapi gue tetap nggak bisa fokus. Setelah obrolan panjang sama Nathan, gue merasa agak lega, tapi entah kenapa, ada perasaan yang tetap nggak enak. Keira… gue nggak tahu kenapa gue malah merasa bersalah. Padahal, ini semua tentang Nathan, dan dia yang harus ambil keputusan. Tapi tetap aja, gue nggak bisa ngehindar dari perasaan itu.

Gue duduk di ruang tamu, sambil ngeliatin jam dinding. Gue baru aja selesai nulis sedikit di jurnal gue, hal yang gue lakuin buat ngeredain kepala yang lagi penuh. Tiba-tiba handphone gue bergetar, muncul nama Keira di layar. Hati gue langsung deg-degan, nggak tahu harus jawab gimana.

“Aruna?” tanya Keira begitu gue angkat telepon.

“Gue di sini,” jawab gue, berusaha tenang.

Keira nggak langsung ngomong, kayak dia lagi mikir sesuatu. “Gue cuma mau bilang, lo tenang aja. Gue nggak bakal ngejar Nathan atau ganggu lo. Gue cuma nggak tahu apa yang dia rasain, tapi sekarang gue tahu semuanya. Gue udah denger dari Nathan.”

Gue langsung ngerasa seperti disiram air dingin. “Lo… Lo tahu semuanya?”

“Iya,” jawab Keira pelan. “Gue nggak tahu harus gimana, tapi gue merasa lo nggak salah. Gue yang salah karena nggak bisa ngeliat Nathan lebih jelas. Gue nggak nyangka kalau dia masih punya perasaan sama lo.”

“Gue nggak minta ini, Keira. Semua ini, gue nggak mau ngeliat lo sakit,” gue jawab, suaraku udah mulai gemetar.

Keira diem beberapa saat. “Gue ngerti kok, Ran. Lo cuma berusaha jaga Nathan. Gue… Gue cuma butuh waktu buat ngeh, karena ini juga berat buat gue. Tapi, gue pengen kita tetap baik-baik aja, nggak ada yang musuhan.”

Gue merasa lega sedikit, walaupun perasaan campur aduk tetap ada. “Terima kasih, Keira. Gue nggak tahu gimana bisa ngerespon ini. Tapi gue bener-bener nggak mau lo ngerasa kalau ini salah lo.”

“Udah lewat, Ran. Gue cuma nggak mau Nathan ngerasa kehilangan teman karena hubungan kita,” jawab Keira.

“Semoga lo bisa bahagia, Keira. Gue nggak mau jadi beban, dan gue cuma mau yang terbaik buat Nathan, dan lo,” gue bilang, sedikit menghela napas.

“Lo juga, Ran. Semoga lo bisa nemuin kebahagiaan,” Keira balas, suaranya lebih ringan. “Terima kasih udah jadi teman.”

Telepon itu ditutup, dan gue duduk dengan perasaan yang campur aduk. Gue nggak tahu kalau ternyata Keira sekuat itu, bisa menerima kenyataan dan nggak marah. Gue cuma berharap ke depannya, semua bisa baik-baik aja. Tapi tetap aja, gue merasa berat.

Dari kejauhan, gue bisa lihat Nathan masuk ke rumah, dengan wajah yang masih kelihatan bingung. Dia ngeliat gue, lalu duduk di sebelah gue. “Lo nggak apa-apa?” tanya Nathan.

Gue cuma mengangguk. “Keira udah tahu semuanya. Dan dia… nggak marah.”

Nathan tampak terkejut. “Serius?”

“Iya,” jawab gue pelan. “Dia ngerti.”

Nathan kelihatan lega, tapi ada rasa bersalah di matanya. “Gue nggak tahu harus ngomong apa lagi, Ran. Semua ini berantakan.”

“Gue paham, Nathan. Semua ini nggak gampang,” gue jawab sambil ngelirik dia. “Tapi, lo harus ngerasain ini juga. Apa yang lo pilih, gue akan tetap ada.”

Nathan cuma diem, tapi gue tahu dia ngerti. Gue tahu, semua bakal berjalan dengan waktu.

Gue nggak tahu kenapa, tapi rasanya berat banget ngeliat Nathan sekarang. Dia keliatan lebih kalem dari biasanya, kayak ada yang ngendap di pikirannya. Gue nggak bisa ngerasain apa yang dia rasain, tapi gue tahu ini bukan hal yang gampang buat dia. Setelah kejadian kemarin, semuanya terasa nggak pasti.

“Lo nggak mau cerita?” gue nanya ke Nathan, sambil duduk di sampingnya.

Dia nyengir tipis. “Tentang apa?”

“Gue tahu lo pasti mikirin sesuatu,” jawab gue, berusaha ngebaca ekspresinya.

Nathan diem, nyender di sofa, matanya ngelewatin gue. “Keira… dia bener-bener nggak marah ya?”

Gue angkat bahu. “Iya, dia nggak marah. Justru, dia yang lebih ngertiin keadaan lo dan gue.”

Dia nyengir, meski nggak sepenuhnya terkesan bahagia. “Dia emang orang yang baik.”

“Iya, dia luar biasa. Cuma aja, semuanya emang nggak sesimpel itu,” gue jawab pelan.

Nathan tiba-tiba berdiri, lalu jalan ke jendela. Dia nampak lagi mikir keras. “Gue masih bingung, Ran. Semua ini ngerusak hubungan gue sama Keira, tapi di sisi lain gue juga nggak bisa ngelawan perasaan gue.”

Gue ngerti perasaan itu, karena gue juga ada di posisi yang sama. “Gue paham, Nathan. Nggak gampang, kan?”

Dia balik lagi duduk di samping gue. “Nggak gampang banget. Tapi, gue nggak mau ngerusak semuanya. Gue… gue nggak bisa pilih antara lo sama Keira.”

Gue ngelirik dia, nyoba untuk nggak terlalu terbawa perasaan. “Lo nggak harus pilih, Nathan. Keira juga nggak mau lo ngelakuin itu. Gue juga nggak mau lo ngerasa terjebak.”

Dia ngeluarin napas panjang. “Tapi perasaan gue, Ran. Gue nggak bisa bohongin itu.”

Gue diem, nggak tahu harus ngomong apa. Semua ini terlalu rumit. Perasaan gue yang nggak bisa gue sembunyiin, dan Nathan yang sama-sama bingung. Akhirnya gue cuma bisa bilang, “Lo harus ngerasain ini, Nathan. Lo harus nentuin sendiri.”

Nathan cuma ngerem di kursinya. “Gue takut banget kehilangan lo.”

Itu kalimat yang langsung bikin hati gue berdebar. “Lo nggak bakal kehilangan gue, Nathan,” jawab gue, dengan suara yang agak gemetar. “Tapi lo harus jujur sama diri lo.”

Gue ngeliat Nathan. Dia kelihatan serius banget. “Ran, gue… gue nggak pernah ngerasain ini sebelumnya. Gue tahu, semua ini salah. Tapi gue nggak bisa pura-pura.”

“Lo nggak perlu pura-pura, Nathan,” jawab gue sambil ngeliatin matanya. “Yang penting lo tahu apa yang lo rasain.”

Keduanya diem lagi, nyari kata-kata yang tepat. Semua terasa berat, tapi di sisi lain, gue tahu ini harus diselesaikan. Entah apa yang bakal terjadi setelah ini, gue cuma bisa berharap yang terbaik buat Nathan, buat Keira, dan tentu aja, buat diri gue.

Gue duduk di sana, berusaha mencerna semuanya. Nathan masih kelihatan bingung, tapi setidaknya dia udah mulai ngebuka perasaannya. Gue bisa lihat dia berusaha banget nggak nyakitin siapa pun, tapi di sisi lain, perasaannya juga nggak bisa dia tahan lagi. Mungkin ini yang namanya dilema, kan?

“Ran, gue nggak tahu harus gimana,” Nathan akhirnya buka suara, ng打apain tangannya ke rambutnya yang acak-acakan. “Gue nggak mau ninggalin Keira, tapi…”

“Tapi lo nggak bisa nyembunyiin perasaan lo ke gue juga, kan?” Gue mutusin buat ngomong terus terang, karena gue tahu kalau gue nggak ngungkapin apa yang gue rasain, semuanya bakal makin ruwet.

Nathan menatap gue sejenak, kayak dia nunggu gue ngomong apa lagi.

“Lo nggak bisa terus-terusan merasa terjebak di antara gue dan Keira, Nathan. Gue paham lo nggak mau ngecewain siapapun. Tapi, kadang lo harus milih. Kalau nggak, lo bakal kehilangannya.”

Nathan kelihatan nahan napas sejenak, sebelum akhirnya dia ngeluarin kata-kata yang sepertinya udah lama dia tahan. “Gue… gue suka sama lo, Ran.”

Kata-kata itu langsung ngeguncang gue. Gue cuma bisa diam, gak tau harus gimana. Perasaan gue juga sama, tapi kayaknya semua ini terlalu rumit buat dibicarakan sekarang. Dan Keira… gue nggak mau nyakitin dia.

“Lo nggak perlu ngomong sekarang,” gue akhirnya jawab pelan. “Tapi lo harus jujur sama diri lo, Nathan. Jangan terus-terusan ragu.”

Nathan ngangguk pelan. “Gue tahu, Ran. Gue tahu.”

Di saat itu, gue ngerasa bingung banget. Di satu sisi, gue nggak bisa nolak perasaan gue ke Nathan, tapi di sisi lain, gue juga nggak bisa terus-terusan ngelakuin ini tanpa mikirin perasaan Keira. Semua yang terjadi seakan-akan lebih rumit dari yang gue kira.

“Lo nggak sendirian dalam hal ini, Nathan. Gue ada di sini, oke?” Gue mencoba memberi sedikit ketenangan. “Lo nggak harus jalanin ini sendirian.”

Nathan tersenyum, walaupun itu cuma senyum kecil. “Makasih, Ran.”

Kita berdua diam, masing-masing ngumpulin pikiran, sambil ngeliat ke luar jendela. Langit yang mulai gelap menambah suasana yang semakin berat. Gue tahu, apa pun yang terjadi ke depannya, semuanya bakal berubah. Tapi gue nggak bisa ngerubah perasaan ini.

Semua terasa rumit, tapi gue sadar, kadang kita memang harus ngambil risiko buat ngelakuin yang benar. Walaupun hasil akhirnya nggak pasti, yang penting kita udah berusaha. Dan sekarang, yang bisa gue lakukan adalah nunggu keputusan Nathan, karena dia yang punya kendali penuh atas langkah selanjutnya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!