"Buang obat penenang itu! Mulai sekarang, aku yang akan menenangkan hatimu."
.
Semua tuntutan kedua orang tua Aira membuatnya hampir depresi. Bahkan Aira sampai kabur dari perjodohan yang diatur orang tuanya dengan seorang pria beristri. Dia justru bertemu anak motor dan menjadikannya pacar pura-pura.
Tak disangka pria yang dia kira bad boy itu adalah CEO di perusahaan yang baru saja menerimanya sebagai sekretaris.
Namun, Aira tetap menyembunyikan status Antares yang seorang CEO pada kedua orang tuanya agar orang tuanya tidak memanfaatkan kekayaan Antares.
Apakah akhirnya mereka saling mencintai dan Antares bisa melepas Aira dari ketergantungan obat penenang itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 5
"Aira, selamat kamu diterima bekerja di sini. Kamu bisa bekerja mulai besok. Silakan dibaca semua aturan di perusahaan dan besar gaji serta bonus yang akan kamu dapat. Jika setuju, silakan tanda tangan kontrak." Veri menyerahkan berkas kontrak pada Aira.
Aira membaca dengan teliti peraturan di perusahaan itu dan tidak jauh beda dengan perusahaan lainnya.
Gaji dan bonusnya lumayan. Tapi minusnya harus bertemu dengan pria itu. Semoga saja dia lupa.
Kemudian Aira menandatangani kontrak kerja itu. Sejak saat itu, dia sudah resmi menjadi sekretaris di perusahaan milik Antares.
"Pak Ares ingin bertemu Anda terlebih dahulu. Silakan ke lantai sepuluh menuju ruangan CEO."
"Bertemu saya?" Dada Aira berdebar tak karuan. Meskipun sekarang atau besok, dia juga akan bertemu Antares. Aira menghirup napas panjang lalu membuangnya.
"Anda tenang saja, Pak Ares sangat baik. Bahkan Pak Ares sendiri yang memilih Anda," kata Veri. Kemudian dia berdiri dan mengantar Aira menuju lift. "Saya antar."
Aira hanya menganggukkan kepalanya. Mereka masuk ke dalam lift menuju lantai sepuluh. "Pak Ares yang memilihku sendiri? Sebenarnya apa rencananya?"
Setelah sampai di lantai sepuluh, mereka berjalan menuju ruangan CEO. Veri mengetuk pintu lalu meninggalkannya setelah mendengar jawaban dari dalam. "Kamu masuk saja."
Aira menganggukkan kepalanya. "Terima kasih, Pak Veri." Aira melihat meja sekretaris yang kosong di depan ruangan itu. Dia tidak menyangka akan segera bekerja lagi setelah satu bulan hidup pengangguran dengan berbagai tekanan.
Tiba-tiba pintu itu terbuka. Jantung Aira hampir saja berhenti melihat Antares yang berdiri tegak dihadapannya. Jelas saja penampilannya sangat berbeda dengan kemarin. Antares yang memakai setelan jas berwarna navy dengan kemeja berwarna biru muda di dalamnya serta dasi berwarna hitam itu sangat terlihat tampan.
"Kenapa tidak masuk?" tanya Antares.
Bahkan nada bicaranya sangat berbeda. Aira masih saja menatap Antares. Dia masih tidak percaya dengan dua sosok yang berbeda itu.
"Kamu masuk." Antares berjalan menuju kursinya lalu duduk. Dia tersenyum dalam hati melihat ekspresi Aira.
Aira berjalan pelan lalu duduk di hadapan Antares. Rasanya lebih menegangkan daripada pertemuannya kemarin.
"Selamat bergabung di perusahaan ini, Aira," kata Antares sambil menatap Aira.
"Iya, Pak. Terima kasih," kata Aira. Beberapa kali dia mengalihkan pandangannya dari Antares.
"Besok kamu sudah mulai bekerja. Sudah baca peraturan perusahaan ini?"
Aira hanya menganggukkan kepalanya.
"Besok assistant saya yang akan menjelaskan pada kamu seluruh pekerjaan kamu."
"Iya, Pak." Aira meremat tangannya sendiri. Dia masih saja gugup. Ternyata saat memimpin perusahaan Antares sangat serius.
"Apa ada pertanyaan terkait pekerjaan kamu? Saya yakin dengan pengalaman kamu, pasti akan cepat menguasai pekerjaan kamu di sini. Kenapa kamu berhenti dari perusahaan elektronik di Jepang?"
"Karena saya ingin pulang ke Indonesia," jawab Aira singkat.
Antares tersenyum kecil mendengarnya. Dia hanya menatap Aira yang masih saja terlihat gugup. "Kenapa kamu gugup sekali?"
Aira menggelengkan kepalanya. Dia terus berpikir, apa pria yang dihadapannya itu memang sama dengan orang yang kemarin? "Apa Pak Ares punya saudara kembar?"
"Punya. Mengapa?"
Aira terkejut mendengar hal itu. Jika benar seperti itu berarti mereka orang yang berbeda.
"Ini saudara kembarku." Antares menunjukkan fotonya bersama kedua orang tua dan saudara kembarnya.
"Perempuan?"
"Iya. Kenapa?" Antares sudah tidak bisa menahan tawanya melihat ekspresi Aira yang kebingungan. "Aira, kamu jangan terlalu larut dengan perasaan kamu. Lihat wajah bingung kamu itu. Lucu!"
Aira semakin mengalihkan pandangannya dari Antares. Dia berdecak pelan. Ternyata mereka orang yang sama. Bisa-bisanya dia mengira mereka kembar.
"Apa ada pertanyaan lagi?"
Aira menggelengkan kepalanya.
"Yakin, tidak ada yang ingin kamu tanyakan?"
"Apa Pak Ares yang semalam saya temui?"
"Semalam? Iya, semalam ada wanita yang tiba-tiba memelukku lalu menciumku. Kemudian menyuruhku menjadi pacarnya," kata Antares dengan santai. Entah mengapa tiba-tiba dia suka menggoda Aira sejak pertama bertemu dengannya semalam.
"Cuma pacar pura-pura."
"Bagaimana? Kamu tidak jadi dijodohkan?" tanya Antares. Dia mematikan laptopnya karena saat ini dia lebih tertarik berbicara dengan Aira.
"Tidak tahu," jawab Aira. Karena dia memang tidak yakin dengan keputusan kedua orang tuanya.
"Oke. Aku tidak akan membantu lagi."
Aira mengumpat dalam hatinya. Lagian siapa yang mau minta bantuan lagi. Dih, sombong sekali!
"Dalam catatan kesehatan kamu, kamu menderita anxiety disorder. Sudah separah apa?"
Aira tak menjawabnya. Sebenarnya dia ingin menyembunyikan penyakit itu tapi dia sangat takut kejadian yang telah berlalu terulang lagi.
"Mengapa diam? Aku tidak akan mempermasalahkannya. Mungkin di perusahaan lain kamu tidak akan diterima dengan adanya mental illness itu, atau mungkin kamu diberhentikan dari perusahaan di Jepang gara-gara penyakit ini?"
Aira mengepalkan kedua tangannya di atas pahanya. Mengapa Antares terus membahas tentang penyakitnya? Saat ini dia sedang tidak punya obat untuk menenangkan dirinya.
"Apa orang tua kamu tahu? Seharusnya jika mereka tahu, mereka tidak akan menekan kamu terus-terusan."
"Maaf Pak, itu masalah pribadi saya. Terima kasih sudah menerima saya bekerja di perusahaan dengan kondisi saya yang seperti ini. Saya akan berusaha agar anxiety saya tidak kambuh saat bekerja. Tapi saya mohon, jangan bertanya apapun tentang kenapa saya keluar dari perusahaan sebelumnya dan jangan membahas keluarga saya di tempat kerja. Maaf, saya lancang bilang seperti ini. Lupakan masalah semalam, mulai sekarang saya hanya sekretaris di perusahaan ini yang akan menuruti semua perintah Pak Ares," kata Aira panjang lebar meski sebenarnya dia takut mengatakan semua itu pada Antares.
"Baik. Maaf aku sudah bertanya itu semua pada kamu. Kamu boleh pulang. Besok jangan sampai datang terlambat."
"Iya, terima kasih. Saya permisi." Kemudian Aira berdiri dan keluar dari ruangan Antares.
Dia kini masuk ke dalam lift dan turun ke lantai dasar. Pertanyaan Antares terus terngiang di telinganya.
"Apa kamu diberhentikan gara-gara penyakit ini?"
Aira berjalan keluar dari perusahaan itu. Keringat dingin mulai membasahi pelipisnya karena suara-suara menyakitkan di masa lalu seperti terdengar lagi di dekat telinganya.
"Kita tidak mau punya leader yang menderita penyakit mental seperti kamu."
"Sebagai leader kamu harus bertanggung jawab pada anak buah kamu. Apalagi saat kita kena masalah seperti ini."
"Kamu tidak bisa bekerja di perusahaan ini lagi. Besok bawa surat pengunduran diri kamu, karena kontrak kamu belum selesai, kamu tidak dapat uang pesangon."
Aira terjatuh dan duduk di dekat taman kecil yang ada di perusahaan itu. Dadanya semakin terasa sesak. "Aku juga tidak mau seperti ini."
Aira tidak tahu harus berbuat apa. Semakin dia panik, semakin sulit rasanya dia bernapas.
"Kamu kenapa?"
akhirnya ngaku juga ya Riko...
😆😆😆😆
u.....