Andhira baru saja kehilangan suami dan harus melahirkan bayinya yang masih prematur akibat kecelakaan lalulintas. Dia diminta untuk menikah dengan Argani, kakak iparnya yang sudah lama menduda.
Penolakan Andhira tidak digubris oleh keluarganya, Wiratama. Dia harus tetap menjadi bagian dari keluarga Atmadja.
Akankah dia menemukan kebahagiaan dalam rumah tangganya kali ini, sementara Argani merupakan seorang laki-laki dingin yang impoten?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21. Kisah Masa Lalu
Bab 21
Muka Argani berubah merah padam karena malu kepada Andhira dan marah terhadap Liana. Tidak salah ucapan mantan istrinya itu, tetapi ini merupakan aib bagi dirinya.
"Papa loyo. Papa ... dah gak loyo," celoteh Arya terlihat senang. Bocah itu menirukan ucapan Oma dan Opanya. Terlebih barusan Andhira mengatakan loyo kepada Argani. Jadi, anak kecil itu spontan menirukan.
Andhira dan Argani mengalihkan pandangan ke arah Arya. Keduanya saling beradu pandang karena mereka tidak mengerti kenapa Arya bisa mengatakan kata-kata barusan. Mereka yakin pasti anak itu mendengar kata-kata itu dari orang lain.
"Arya, jangan tiru, ya!" Andhira menggelengkan kepala agar anaknya tidak melakukan itu.
Wajah Arya memberengut. Dia mengira ibunya marah karena dia nakal.
"Ini Arya bisa mengatakan ucapan tadi niru siapa?" batin Argani.
Andhira dan Argani tahu apa yang akan bicarakan ini sangat penting dan bisa saja Arya mendengarkan, lalu meniru kata-kata yang keluar dari mulut mereka. Keduanya saling memberikan kode mata. Tanpa keduanya sadari Arya memerhatikan mereka, lalu dia pun mengedip-ngedipkan mata.
"Arya, ikut main sama Opa, yuk!" Papa Anwar datang ke ruang kerja Argani.
"Opa!" Arya senang karena akan diajak main.
"Kalian sedang apa? Apa sedang sibuk?" tanya laki-laki paruh baya.
"Opa loyo! Oma loyo! Papa loyo!" kata Arya setelah dalam gendongan Papa Anwar sambil mengedip-ngedipkan mata.
Mata Argani dan Andhira terbelalak. Kini tahu dari mana Arya mendengarkan kata-kata itu. Ternyata dari kakek dan neneknya.
Kali ini Papa Anwar yang terlihat kebingungan. Dia menatap tajam kepada anak dan menantunya. Laki-laki itu mengira keduanya sudah mengajarkan kata yang tidak pantas untuk seorang bayi yang sedang belajar menambah kosakata.
"Kalian sudah dewasa, tahu mana yang baik dan buruk. Apa yang pantas diajarkan dan mana yang tidak boleh," ucap Papa Anwar kepada pasangan suami-istri yang kini memasang wajah terperangah tidak paham maksud ucapannya yang menyalahkan mereka.
"Papa, dadah! Mama, dadah! Mmmmcuah." Arya kiss bye kepada kedua orang tuanya. Dia meniru Argani dan Andhira ketika akan pergi.
Andhira dan Argani masih dalam posisi mematung, melihat kepergian Papa Anwar dan Arya keluar dari ruang kerja. Jika ada Mama Aini, pastinya mereka akan kena ceramah karena mengajarkan sesuatu yang tidak baik kepada Arya.
Merasa keadaan sudah aman, Andhira dan Argani kembali duduk di sofa saling berhadapan. Wanita itu ingin tahu tentang kebenaran kabar yang dikatakan oleh mantan istri suaminya.
"Aku akan ceritakan apa yang terjadi dahulu kepadaku dan Liana," kata Argani.
Andhira mengangguk. Dia akan memberikan waktu untuk Argani mengatakan apa yang ingin diceritakan kepadanya.
Hari itu sehari setelah pesta pernikahan, Argani dan Liana pergi ke bandara. Mereka bangun kesiangan karena semalam tidur sekitar dua jam dini hari karena banyaknya tamu yang hadir. Terlebih teman-teman Liana yang didominasi oleh orang asing yang sengaja datang ke Indonesia untuk menghadiri pesta pernikahan mereka.
Liana meminta kepada sopir untuk ngebut karena waktu sudah sangat mepet. Cuaca pagi itu sedang hujan lebat dan berangin, sehingga jarak pandang pendek. Wanita itu terus saja marah-marah karena takut ketinggalan pesawat.
Keadaan cuaca buruk dan kecepatan laju kendaraan yang sangat kencang, membuat sopir harus ekstra hati-hati. Siapa sangka ada truk tronton bermuatan gelondongan kayu melaju kencang dan melanggar rambu lalulintas. Kendaraan itu menerobos lampu merah, kemudian menabrak mobil yang ditumpangi oleh pasangan pengantin baru.
Dalam kejadian kecelakaan itu sopir yang menjadi korban. Dia meninggal di tempat. Argani mengalami koma dan mendapatkan banyak luka. Sementara, Liana mendapatkan luka-luka ringan karena Argani menjadikan punggungnya untuk melindungi tubuh wanita itu.
Setelah koma beberapa hari, dokter menyatakan beberapa syaraf di tubuh Argani mengalami masalah. Setelah diperiksa lebih teliti, laki-laki itu mengalami impooten. Tentu saja itu merupakan kabar menakutkan sekaligus memalukan bagi Argani dan Liana.
Kedua orang tua Liana kecewa karena Argani tidak akan bisa memberikan mereka keturunan. Liana mengikuti keinginan kedua orang tuanya untuk bercerai dengan laki-laki yang baru saja seminggu menjadi suaminya.
Keluarga Papa Anwar marah kepada keluarga Liana. Mereka seakan membuang Argani karena dianggap sudah tidak berguna.
Gara-gara kejadian ini Argani menjadi depresi dan berubah menjadi dingin dan tidak perduli dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Dia menyibukkan diri dengan bekerja keras mengembangkan perusahaan. Sakit hati karena dibuang oleh wanita yang dicintainya dan alat reproduksinya juga tidak berfungsi membuat dia tidak mau berdekatan apalagi menjalin hubungan dengan wanita mana pun.
"Begitulah ceritanya. Sampai aku menikah sama kamu," kata Argani.
Andhira merasa kasihan kepada Argani. Bisa dibayangkan seputus apa laki-laki itu, dahulu. Dia saja yang baru menikah dan sah menjadi seorang istri, mendengar pengakuan Andhika membuatnya shock dan sakit hati, sampai-sampai menilai buruk diri sendiri.
"Ternyata kehidupan Mas Gani lebih kasihan dari hidupku. Aku masih beruntung bisa merasakan kehidupan rumah tangga, walau cuma sebentar," kata Andhira sambil menghapus air matanya yang terus bercucuran.
Argani tidak terima disebut lebih kasihan atau lebih menderita dari Andhira. Karena di matanya wanita itu yang lebih kasihan.
"Jadi, ini alasan kenapa Mas Gani dahulu membuat perjanjian. Ternyata benar senjata tempur dia itu loyo," batin Andhira lirih.
"Tenang saja, Mas. Aku tidak akan pernah meninggalkan Mas, selagi Mas baik sama aku dan Arya," kata Andhira sambil memegang kedua tangan Argani. Terlihat jelas dari sorot mata wanita itu akan keprihatinan dan kasihan kepada suaminya.
"Janji!"
"Janji." Andhira mengangkat jari kelingking.
"Awas kalau bohong! Aku tidak akan segan-segan berbuat sesuatu kepada kamu sampai minta ampun pun tidak akan aku hiraukan." Argani mengikuti Andhira mengangkat jari kelingkingnya.
Senyum di bibir Andhira tiba-tiba hilang. Dia ingat betul kalau Argani begitu napsu jika berciuman dengannya. Dia merasa heran dan bertanya-tanya, apa seorang laki-laki yang impooten bisa bernapsu juga ketika berciuman.
"Mas, burung kamu tidak bisa bangunkan?" tanya Andhira dengan kode mata melirik ke arah pusat tubuh laki-laki itu.
"Menurut kamu?"
"Ya, mana aku tahu. Kalau loyo, berarti tidak bisa bangun, 'kan?"
"Apa kamu ingin membuktikannya sendiri burungku bisa bangun atau tidak?" Argani tersenyum nakal.
"Maksud Mas aku disuruh pegang burungnya?" Andhira menunjuk ke pusat inti Argani. Tiba-tiba saja dia merasa merinding sekujur tubuhnya.
Otak Argani sudah tidak bisa diajak berpikir dengan tenang. Dia menarik tengkuk Andhira dan menciumnya dengan mesra. Wanita itu pasrah mendapatkan serangan bertubi-tubi dari sang pria. Dia kini duduk dipangkuan suaminya.
Mata Andhira yang sejak tadi terpejam menikmati sentuhan suaminya, tiba-tiba terbelalak ketika merasa menduduki sesuatu yang keras.
***
Thor tampilan Dhira kayak apa penasaran aq