Di usianya yang baru menginjak 17 tahun Laila sudah harus menjadi janda dengan dua orang anak perempuan. Salah satu dari anak perempuan itu memiliki kekurangan (Kalau kata orang kampung mah kurang se-ons).
Bagaimana hidup berat yang harus dijalani Laila dengan status janda dan anak perempuan yang kurang se-ons itu?.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kuswara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
Laila harus memfokuskan konsentrasinya saat ini pada pekerjaannya yang mulai sangat sibuk di rumah Arman. Menjelang tiga hari pernikahan laki-laki itu. Tidak boleh ada kesalahan sedikitpun yang nantinya bisa membuat jelek nama keluarga Arman. Tentunya dan dirinya juga.
Tanpa bisa melupakan kemelut masalah yang berimbas ke mana-mana. Telepon terakhir teh Linda mengatakan pihak pabrik yang baru dan pabrik tempat Arman bekerja. Tidak bisa mengambil setengah-setengah kue dari Laila karena kesepakatannya adalah semua.
Tapi sekarang masalahnya kemungkinan terburuknya Laila akan melepaskan rumah kenangan kedua orang tua Salwa dan Halwa. Karena dirinya tidak memiliki uang untuk mempertahankan rumah itu. Seperti harus melepaskan cinta pertamanya, Laila juga harus melepaskan rumah itu.
Jadi semua langganannya pun akan ikut hilang juga. Kenapa begitu berat masalah yang menimpa?. Kenapa harus kehilangan semuanya dalam waktu yang bersamaan?.
"Laila, sudah ada yang matang lagi belum brownisnya?."
"Sudah ada nih Mbak."
"Banyak yang suka, padahal di sini juga banyak yang jual tapi memang tidak seenak kamu."
"Masya Allah, Mbak."
"Ya sudah aku depan dulu antar browniesnya."
Laila hanya mengangguk. Kemudian duduk, menunggu bolu berikutnya yang akan matang.
"Hai Laila." Sapa Refal.
"Kak Refal." Laila segera bangkit.
"Abang saja, Laila."
"Iya, Abang Refal."
"Bisa kita ngobrol?."
"Bisa, Bang Refal. Tapi saya sambil kerja."
"Tidak apa-apa."
Refal duduk menghadap oven, pun dengan Laila. Laki-laki itu tidak basa basi langsung saja menyampaikan apa yang menjadi maksud dan tujuannya.
"Aku mau buka toko kue, tapi aku mau yang buat kuenya kamu. Bagaimana, Laila?."
"Mohon maaf, Bang Refal. Saya tidak bisa, pekerjaan saya juga di kampung sangat banyak. Tenaga yang membantu saya pun belum seberapa banyak. Belum lagi saya masih harus banyak belajar." Tidak berpikir jauh Laila sudah menolaknya.
"Sayang sekali, Laila. Padahal banyak yang sangat suka dengan kue-kue kamu."
"Tapi saya memiliki keterbatasan juga. Jadi belum siap kalau untuk membantu Bang Refal membuka toko kue. Tapi kalau mengajari Bang Refal terus kemudian Bang Refal sendiri yang mengolah bahan kuenya, mungkin bisa dan akan lebih baik."
"Tapi saya maunya kamu yang membuat kuenya."
"Mohon maaf, saya tidak bisa."
"Oke, mungkin aku harus mengubur keinginanku."
"Maaf."
"Tidak apa-apa." Refal pun bangkit lalu pamit pada Laila.
Laila kembali merenung, memikirkan apa yang baru Dibicarakannya bersama Refal. Laila tidak akan menyesal karena telah menolak tawaran Refal. Walau sebenarnya Laila sangat membutuhkan pekerjaan setelah dari sini. Bahkan untuk tempat tinggal mereka bertiga setelah terusir dari rumah itu. Tapi Laila sangat percaya Allah akan memberikan cara terbaiknya kepadanya.
Sampai larut malam Laila bekerja di rumah itu, setelahnya masuk ke kamar di mana anak-anaknya sudah tidur. Baru saja Laila membersihkan diri dan mengganti pakaiannya. Handphonenya berdering, nama Arman yang muncul pada layar handphonenya.
"Ada masalah apa?." Tanya Arman langsung tanpa kata pembuka.
"Ada apa memangnya?." Laila bertanya balik.
"Banyak pesanan yang ditolak."
"Iya karena pesanan yang masuk sudah banyak."
"Kamu tidak berbohong 'kan?."
"Untuk apa saya menolak rezeki yang datang."
"Tapi..."
"Saya sangat lelah, saya harus istirahat."
"Iya."
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Laila membaca pesan yang dikirimkan Teh Linda dan Teh Yayuk. Mereka kompak untuk tidak mengatakan apapun pada Arman sesuai perintahnya. Laila pun memejamkan mata dan tidak berselang lama tidur pulas menjelang sepertiga malam.
*****
Laila sudah menempati ruko yang temannya Arman. Semua kue akan dibuat di sana sebelum akhirnya nanti dibawa ke hotel yang tidak jauh dari sana.
Laila ditemani tiga orang pelayan yang bekerja di rumah Mama Astuti. Mereka begitu senang mendapatkan tugas membantu Laila. Mereka bisa kenyang mencoba kue-kue enak setiap harinya.
"Ini pesta pertama Nyonya Astuti." Ucap si Mbak Imah."
" Iya, sekalinya pesta, sangat besar." Sahut si Mbak Atun.
"Orang kaya." Si Mbak Juma menimpali.
"Betul sekali." Mbak Itu Imah dan Mbak Atun serempak menjawab.
"Besok acara sudah di hotel."
"Iya."
"Nanti malam kita bisa melihat Tuan Arman sama Nona Inggit. Mereka memang pasangan yang sangat serasi."
Sambil mendengar cerita mereka Laila tetap sibuk dengan pekerjaannya. Menyiapkan bahan-bahan yang akan digunakannya.
"Bu, Pak Arman akan menikah ya?." Tanya Salwa saat bangun dari tidurnya. Anak itu duduk di atas pangkuan Laila.
"Iya, Kak."
"Aku jadi sedih, Bu." Salwa benar-benar menangis namun masih pelan.
"Kenapa harus sedih? Seharusnya Kakak ikut senang." Laila membantu menghapus air mata putrinya.
Salwa memeluk Laila, menyembunyikan wajahnya pada hijab Laila.
"Aku juga sedih, Bu." Kini Halwa ikut menangis dan langsung memeluk Laila juga.
Laila mengusap pucuk kepala Salwa dan Halwa.
"Kita doakan saja, semoga Pak Arman hidup bahagia selamanya bersama Kak Inggit. Aamiin."
Semakin kencang tangis Halwa dan Salwa sambil menggelengkan kepala.
"Aku sangat sayang pada Pak Arman seperti Baba."
"Aku juga sudah menganggap Pak Arman Baba."
Kedua anak itu menangis histeris.
"Sekarang kami tidak akan memiliki Baba lagi."
Laila memeluk keduanya sangat erat. Mencoba mengobati hati mereka dan meredam tangis mereka.
"Masih ada Ibu di sini, bersama kalian. Akan terus menemani kalian, tidak akan pernah meninggalkan kalian."
"Kami mau Baba juga."
"Walau berat, tapi Ibu percaya kita bisa hidup tanpa Baba. Baba akan selalu mendoakan kita dari sana."
Cukup Lama Salwa dan Halwa menangis, kemudian dengan caranya Laila berhasil menenangkan. Memandikan mereka lalu main dengan buku bacaan.
Laila kembali ke bawah di mana orang-orang sudah sibuk.
"Nanti Tuan Arman ke sini, mengambil kue yang sudah siap." Ucap Mbak Imah.
"Sudah saya siapkan." Sahut Laila.
"Kenapa harus Tuan Arman yang mengambilnya?." Tanya Mbak Juma.
"Sekalian tadi dari rumah mengambil sesuatu." Jawab Mbak Atun.
Semuanya sudah Laila siapkan, berharap tidak bertemu dengan Arman apapun alasannya. Tidak berselang lama Arman pun datang. Menghampiri ketiga orang yang sibuk.
"Mana yang harus aku bawa?."
"Ini semua Tuan" Mbak Imah membantunya memasukkan ke dalam mobil. Dibantu juga sama Mbak Juma.
Arman mengedarkan pandangannya, mencari sosok Laila yang sangat ingin ditemuinya.
"Semuanya sudah, Tuan Arman."
"Iya, Mbak."
Arman tidak langsung pulang, masih berdiri di tempatnya. Menunggu Laila turun karena tahu Laila ada di atas.
"Laila di atas ya, Mbak?."
Semuanya diam sesuai arahan dari Laila.
"Aku ke atas."
"Laila ke luar, membeli sesuatu."
"Aku akan menunggunya."
"Katakan saja pada kami kalau Tuan butuh sesuatu."
"Minta tolong tinggalkan aku, aku mau bicara sama Laila. Aku tahu Laila ada di atas."
"Tapi Laila tidak mau bertemu dengan Tuan Arman." Mbak Juma bergeming di tempatnya.
"Kalian tunggu di sini, biar aku naik." Dengan langkah cepat Arman menaiki anak tangga.
Ketiga Mbak pun hanya bisa saling tatap.
Bersambung.....
ayo Arman gercep nanti Laila dilamar orang lain
ditunggu Kaka othor up nya