SEKUEL dari Novel ENGKAU MILIKKU
Biar nyambung saat baca novel ini dan nggak bingung, baca dulu season 1 nya dan part khusus Fian Aznand.
Season 1 : Engkau Milikku
Lanjutan dari tokoh Fian : Satu Cinta Untuk Dua Wanita
Gadis manis yang memiliki riwayat penyakit leukemia, dia begitu manja dan polos. Mafia adalah satu kata yang sangat gadis itu takuti, karena baginya kehidupan seorang mafia sangatlah mengerikan, dia dibesarkan dengan kelembutan dan kasih sayang dan mustahil baginya akan hidup dalam dunia penuh dengan kekerasan.
Bagaimana jadinya ketika gadis itu menjadi incaran sang mafia? Sejauh mana seorang pemimpin mafia dari organisasi terbesar mengubah sang gadis?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidur Di Club
Zoya dan Gaby pergi ke rumah Kenzo, mereka sudah janjian dengan Hana untuk main ke sana.
“Papa Ken,” sapa Gaby dan Zoya pada Kenzo yang saat ini sedang duduk santai di teras rumah bersama Angel, mereka menyalami Kenzo dan Angel.
“Kalian dari mana ini?” tanya Kenzo.
“Aku dari kantor papa, karena mama datang, aku suruh Gaby buat jemput dan main ke sini, aku sama Hana ada janji nonton bareng di sini,” jawab Zoya.
“Pantesan Hana nggak mau diajak keluar tadi, ada janji dia sama kalian."
“Iya pa, papa Ken baru pulang kerja ya?”
“Papa kerja di rumah aja, soalnya lagi nggak enak badan hehe.”
“Alasan aja papa, palingan mau manja-manja sama mama Angel. Jangan mau dimodusin sama papa Ken, ma.” Angel dan Kenzo tertawa.
“Ma, mama bikin kolak ubi nggak?” tanya Gaby, karena setiap kali dia main ke rumah Kenzo, Gaby selalu minta dibuatkan kolak ubi sama Angel.
“Apa kalian tidur di sini?” tanya Angel.
“Iya tapi papa Ken yang minta izin sama daddy dan mommy ya.”
“Kebiasaan kamu Gaby.” Kenzo menjitak kepala Gaby.
“Sana masuk, itu Hana udah nungguin kalian, nanti mama bikin kolak ubinya.”
“Makasih mama.” Gaby memeluk dan mencium pipi Angel.
Anak-anak Sean dan Vanno memang sangat dekat dengan Kenzo hingga mereka memanggil dengan sebutan ‘papa Ken - mama Angel’.
Itu semua karena mereka dibesarkan di lingkungan yang sama, jadi anak-anak pada latah ketika memanggil sebutan untuk orang tua mereka. Contoh saja panggilan pada Vanno, semua anak Sean dan Kenzo memanggil dengan panggilan ‘daddy’.
Ketika anak-anaknya sedang asik menonton, Kenzo mendekati Angel di dapur, dia memeluk dan menggoda Angel yang sedang membuatkan kolak ubi untuk Gaby.
“Kenzo, jangan begini, nanti anak-anak lihat.” Angel berusaha melepaskan pelukan Kenzo di tubuhnya.
“Mereka ada di dalam kamar, nggak bakalan lihat juga.”
“Nanti kalau tiba-tiba Zeno pulang bagaimana?”
“Suara motornya pasti kedengeran, santai aja, lanjut aja masaknya.”
“Gimana aku mau lanjut masak kalau kamu cium aku terus mmpp.” Kenzo melumat bibir Angel dan menekan kepala istrinya itu, Angel mendorong tubuh Kenzo lalu mengangkat peralatan masak yang dia pegang.
“Jika kamu mengganggu aku lagi, aku akan pastikan kalau ini akan melayang di kepala kamu Kenzo.”
“Sadis banget istriku, nanti kalau aku geger otak gimana?” Kenzo kembali memeluk dan mendekap Angel hingga Angel kesulitan untuk bernafas.
Kenzo melepaskan dekapannya dan tersenyum jahil pada Angel lalu pergi dari dapur, sedangkan wajah Angel sudah memerah.
“KENZOOOO.” Teriak Angel.
“CEPETAN MASAKNYA, AKU KANGEENN.” Balas Kenzo, semua anak-anak mereka yang ada di kamar mendengar teriakan Angel dan Kenzo.
“Pasti papa gangguin mama lagi di dapur,” duga Hana.
“Sama aja orang tua kita,” sahut Zoya.
“Daddy sama mommy kok nggak pernah begitu ya? Mereka lebih banyak mesraan di kamar doang tapi kalo di luar kayak berwibawa gitu, nggak ada mesranya sama sekali.” Celetuk Gaby yang membuat Hana dan Zoya tersenyum.
“Ya daddy itu orangnya kalem haha.” timpal Hana, mereka bertiga hanya bisa tertawa.
“Udah masak belum ya kolak ubi mama?” tanya Gaby.
“Biar aku liat, sekalian mau ambil minum, kakak mau nambah minum nggak?” tanya Hana pada Zoya.
“Boleh deh.”
Hana keluar dari kamarnya dan setengah berlari ke arah dapur, saat sampai di lantai bawah, Hana mendengar Kenzo dan Zeno berbincang mengenai motor baru, Hana menyusul mereka di teras depan.
“Kamu coba cari yang bagus, kayaknya papa tertarik sama motor itu.” Kenzo berkata dengan semangat pada Zeno.
“Serius pa?”
“Iya Zen.”
“Apa-apaan papa, Zeno dibeliin motor mulu, aku yang mau belajar bawa mobil aja nggak dibolehin, pilih kasih papa.” Rungut Hana pada Kenzo, Kenzo mendekati putrinya itu lalu memeluknya.
“Kamu kan masih kecil, sopir juga ada yang bakalan anterin kamu kemana-mana,” jawab Kenzo.
“Tapi Hana mau bawa mobil sendiri pa.”
“Sebenarnya mama kamu itu yang nggak bolehin kamu bawa mobil nak, kamu kan tau sendiri kalau mama itu orangnya suka cemas sendiri, kamu mau kalau mama mu stres?”
“Sampai kapan sih pa? Aku juga mau bawa mobil sendiri.”
“Sesuai perjanjian kamu sama mama aja, kalau kuliah kamu baru boleh bawa mobil sendiri.”
“Ya udah deh.”
Hana kembali masuk dan menuju dapur, dia melihat Angel tengah mematikan kompor dan kolak ubi yang dibuat sudah matang.
“Udah bisa dimakan ya ma?”
“Udah, kalian ambil aja nanti kalo udah dingin ya.”
“Iya ma.”
...***...
Gavino yang telah menghabisi Remo memutuskan untuk kembali ke Rusia bersama dengan Giselle sedangkan Robert kembali ke New York untuk mengelola Zen Zephyrs.
Gavino mengantarkan Giselle ke rumahnya dan langsung disambut hangat oleh ibu Giselle, Novsh.
“Terima kasih banyak tuan, anda sudah menyelamatkan Giselle dari pria itu,” ucap Novsh pada Gavino.
“Ya.” Gavino memasuki mobilnya namun ditahan oleh Giselle.
“Mampirlah dulu, aku akan buatkan kamu minum,” tawar Giselle.
“Tidak perlu, aku mau pulang.”
Sikap dingin dan cuek dari Gavino membuat Giselle tersenyum, entah kenapa dia sangat senang jika berada di dekat Gavino. Walaupun begitu, Gavino tetap pria yang baik untuk Giselle.
Malam ini Gavino kembali mabuk di club, dia menikmati minumannya sambil melihat para penari erotis yang meliuk-liukkan tubuhnya di tiang.
Beberapa wanita datang menggoda Gavino namun pria itu tidak ingin ditemani oleh wanita manapun. Pikirannya masih dipenuhi oleh bayang-bayang Zoya, ditambah lagi ketika Sean meminta pada Gavino untuk tidak mendekati Zoya lagi, Sean hanya ingin putrinya tidak berurusan dengan mafia manapun.
Gavino mengerti dengan permintaan Sean, dia sangat menghargai dan menghormati Sean karena Sean adalah orang tua angkat yang baik untuk Gavino selama ini.
Sean juga mengatakan kalau dia tidak setuju bukan karena hal lain, tapi hanya karena Gavino adalah seorang mafia.
“Gavino.” Sapa Giselle, Gavino menatap Giselle.
“Kenapa kau malah datang ke club ini?”
“Aku bekerja kembali di sini.”
“Kau tidak kapok juga ternyata.”
“Ya mau bagaimana, tuntutan hidup.”
“Ya terserah kau saja.”
Giselle menaiki panggung dimana para penari erotis itu tengah menghibur pengunjung. Gavino dapat melihat bagaimana para pemabuk itu mengeranyangi tubuh Giselle yang sedang menari dengan gerakan erotis, pakaian Giselle juga begitu minim.
“Ternyata Zoya memang wanita terbaik yang pernah aku temui,” gumam Gavino lalu kembali meneguk minumannya.
Seperti biasa, Gavino pulang pukul 4 pagi dalam keadaan mabuk berat. Giselle yang tidak ingin Gavino mengemudi sendiri memutuskan untuk memapah Gavino ke sebuah kamar yang ada di club itu.
Giselle menidurkan Gavino dan membuka sepatu Gavino, pria itu terus menyebut nama Zoya, dia tampak sedih ketika menyebut nama gadis itu.
“Pasti Zoya itu kekasihnya.” Tebak Giselle.
Giselle yang sedari awal sudah tertarik dengan Gavino, memutuskan untuk menjaga Gavino malam ini, dia tidur di sofa tapi melihat ketampanan Gavino membuat Giselle tidak tahan.
Wanita itu mendekati Gavino yang sudah tertidur lelap, bau alkohol sangat menyengat dari tubuh Gavino. Giselle mendekatkan wajahnya lalu mencium bibir Gavino dengan rakus, seakan menikmati permainannya itu.
Ponsel Gavino berdering yang mengusik tidurnya, pria itu membuka mata dan akan mengeliat namun dia cukup terkejut saat melihat dirinya tengah tidur memeluk Giselle, mereka berdua sama-sama tidak mengenakan pakaian di balik selimut.
Gavino menarik kasar tangannya yang menjadi bantal oleh Giselle. Dia beranjak dari kasur lalu mengenakan pakaiannya kembali, Giselle ikut bangun dan duduk, membiarkan selimut yang menutupi dirinya terbuka begitu saja di hadapan Gavino.
“Kau mau kemana?” tanya Giselle.
“Bukan urusanmu,” jawab Gavino ketus sambil merapikan pakaiannya.
“Apa kau akan pergi begitu saja setelah melakukannya denganku?” Giselle menahan Gavino yang akan pergi, dia tidak menutupi tubuhnya dengan apapun, Gavino bahkan terlihat jijik melihat Giselle.
“Aku tidak memintamu untuk tidur dengan ku,” jawab Gavino dengan sedikit emosi lalu pergi meninggalkan Giselle.
...***...