Alden adalah seorang anak yang sering diintimidasi oleh teman-teman nakalnya di sekolah dan diabaikan oleh orang tua serta kedua kakaknya. Dia dibuang oleh keluarganya ke sebuah kota yang terkenal sebagai sarang kejahatan.
Kota tersebut sangat kacau dan di luar jangkauan hukum. Di sana, Alden berusaha mencari makna hidup, menemukan keluarga baru, dan menghadapi berbagai geng kriminal dengan bantuan sebuah sistem yang membuatnya semakin kuat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SuciptaYasha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25 Elara
Di sekolah yang setiap harinya dipenuhi dengan nuansa suram dan kusam, sebuah gosip hangat menyebar dengan cepat terutama di kelas 2.
Gosip yang tersebar masih seputar siswa baru, Alden yang digadang gadang telah bergabung dengan kelompok Elvario.
"Apa kau sudah mendengarnya? Jika Alden telah bergabung dengan kelompok terkuat di sekolah ini?"
"Jika itu benar, maka statusnya akan naik secara drastis, tidak akan ada lagi siswa yang berani macam-macam dengannya."
Revan yang mendengar gosip itu dan melihat kekuatan Alden secara langsung ketika mengalahkan Carlos hanya bisa terdiam, sekarang dia tidak akan bisa menyentuh Alden sama sekali jika masih sayang dengan nyawanya.
"Sial!" Ucapnya sambil menggebrak meja.
"Lupakan saja murid baru itu, lebih baik kita menjalin hubungan baik dengannya." Rio, yang sedari awal memang selalu bersikap realistis menenangkan temannya, Revan.
"Kau kira aku tidak tahu hal kecil itu, aku jengkel karena tidak bisa melawan mereka." Balas Revan mulai menenangkan dirinya.
Tak lama kemudian sosok yang menjadi sumber gosip memasuki ruangan kelas, diikuti dengan guru mata pelajaran saat itu yang membuat seisi kelas menjadi hening seketika.
Tidak ada banyak suara yang terdengar seperti kemarin ketika guru menjelaskan, mereka sadar jika Alden selalu fokus dengan pelajaran yang berlangsung dan mereka tidak ingin mengganggunya.
Ketika jam pelajaran telah usai, guru keluar dengan senyum di wajahnya, itu adalah pertama kalinya ia bisa mengajar kelas dengan tenang.
Alden merapikan buku pelajarannya sebelum seorang gadis cantik berambut putih, Elara datang menyapanya.
"Hai, aku dengar kau bergabung dengan kelompok Elvario, apa itu benar?"
Pertanyaan Elara yang blak blakan membuat semua murid menahan nafasnya, takut jika Alden terganggu dan malah membuat masalah besar.
"Ya, itu benar." Jawab Alden tenang, ia masih merasa aneh dengan wanita di hadapannya itu. Bagaimana tidak, penampilannya yang cantik dan menawan begitu kontras dengan suasa sekolah yang suram.
Sebuah pertanyaan muncul di benak Alden, bagaimana bisa gadis cantik seperti Elara bertahan hidup di kota yang kejam itu? Mengingat pasti banyak laki laki nakal yang mengincar. Sangat jelas jika wanita itu punya kekuatan untuk menopang hidupnya.
Alden belum pernah memperhatikan Elara sebelumnya, tetapi setelah percakapan singkat itu, ia mulai tertarik. Bukan karena penampilannya yang mempesona, tetapi karena ada sesuatu yang berbeda darinya. Ketenangan dan kepercayaan diri yang jarang terlihat di sekolah suram ini.
Revan dan Rio memandang Alden dan Elara yang berbincang tampak akrab dari kejauhan, ia masih belum sepenuhnya sepakat dengan bagaimana harus bersikap terhadap Alden.
Rio mengusulkan untuk sementara waktu mereka mengamati saja pergerakan Alden dan Elvario. Revan, meskipun enggan, namun ia setuju. Dalam hatinya, dia tahu tidak ada yang bisa dilakukan saat ini.
Hari itu berlalu dengan cepat, dan saat matahari mulai terbenam, sekolah yang biasanya riuh jadi lebih hening. Beberapa siswa masih sibuk beraktifitas, sementara sebagian besar sudah bergegas pulang atau bermain.
Ketenangan ini memberi Alden kesempatan untuk berjalan-jalan di sekitar gedung sekolah tanpa gangguan. Namun, di salah satu lorong, Alden kembali bertemu Elara. Kali ini suasana lebih santai, tanpa sorot mata penasaran dari teman-teman sekelas.
Elara melangkah mendekat, membawa aroma manis yang berbeda dari suasana lembab gedung sekolah tua itu.
"Apa kau sudah terbiasa di sini?" tanya Elara, suaranya lembut, menunjukkan minat yang tulus.
"Masih beradaptasi," jawab Alden, sambil tersenyum sedikit. "Sekolah ini... berbeda dari yang kubayangkan."
Elara tertawa kecil, "Ya, aku mengerti. Tapi kau akan menemukan bahwa banyak hal di sini tidak seperti yang terlihat."
Di tengah perbincangan singkat itu, salah satu bawahan Elvario, Gerald tiba tiba muncul di tengah mereka.
"Bos ingin bertemu denganmu." Ucap Gerald dengan wajah datar namun terkesan memaksa.
Kedatangan Gerald membuat Elara menjadi tidak senang karena dianggap menggangu perbincangannya dengan Alden.
Tanpa banyak basa basi, Elara langsung menendang kaki Gerald. Alden terkejut melihat hal itu dan mencoba untuk melindungi Elara jika Gerald berniat untuk menyakitinya. Namun tanpa diduga, pria besar itu masih tetap tenang.
"Maaf menggangu, tapi aku hanya menjalankan perintah dari Bos." Ucap Gerald tak bergeming.
Elara kembali ke dirinya yang tenang dan anggun, "Kurasa ada hal penting ingin dibahas denganmu, pergilah." ucap Elara sebelum pergi meninggalkan mereka berdua.
"Ikuti aku." Gerald menuntun Alden ke tempat pertemuan.
Di perjalanan melalui koridor, mereka berdua tidak banyak bicara. Meski Alden sebenarnya penasaran dengan identitas asli Elara, dan Gerald sepertinya tahu sesuatu melihat sikapnya tadi. Namun Alden menahan diri untuk tidak bertanya, ia takut mengundang kecurigaan.
Sesampainya di tempat pertemuan, Gerald meninggalkan Alden berduaan dengan Elvario yang terlihat senang ketika melihat kedatangan rekan barunya, Alden.
"Yo, temanku, akhirnya kau datang." Sapa Elvario panjang.
Menanggapi sapaan Elvario, Alden hanya sedikit tersenyum sebelum duduk di meja yang telah disediakan. Ia benar benar penasaran tentang hal penting apa yang ingin dibahas pria itu.
Elvario tidak mempermasalahkan sikap tidak sopan Alden, ia tahu betul jika kemampuan Alden jauh lebih menonjol ketimbang sikapnya.
"Kau pasti penasaran kenapa aku memanggilmu kesini," Elvario berkata sambil tersenyum namun juga menunjukkan kemalasan,"Jadi sebenarnya ada pertemuan untuk kepentingan bisnis, dan aku ingin mengajakmu kesana sebagai asisten pribadiku."
Alden mengangkat alisnya, "Lalu kenapa ekspresimu mengatakan malas untuk menghadiri pertemuan itu?"
"Yah, singkatnya aku membenci orang orang yang akan kita temui nanti. Tapi karena urusan geng, aku tidak punya pilihan lain untuk menemui mereka." Ucap Elvaria sambil menghela nafas panjang.
"Aku mengajakmu untuk jaga-jaga agar aku tidak kelepasan menghajar mereka." lanjutnya.
Tanpa bertanya lebih jauhpun, Alden tahu orang orang yang dimaksud Elvario adalah eksekutif ke-4 dan 5. Namun agar tidak menimbulkan kecurigaan, Alden pura pura tidak tahu tentang hal itu.
"Memangnya siapa yang akan kita temui, dan apa posisinya di geng sehingga membuatmu kesulitan?"
Elvario menatap Alden kemudian berkata, "Eksekutif ke-4 Luca dan eksekutif ke-5 Luis, mereka adalah dua saudara yang menjengkelkan."
Elvario menjelaskan tentang bisnis mereka lebih lanjut. Setiap Eksekutif memiliki bisnis yang harus mereka kelola dan jaga, Contohnya Elvario sebagai eksekutif ke-3 yang bertanggung jawab atas perekrutan dan pelatihan pasukan.
Setiap bawahan para eksekutif Viper pada dasarnya adalah orang orang yang lulus dari seleksi Elvario. Mengingat tugasnya yang memerlukan banyak persediaan senjata, amunisi, dan konsumsi, ia harus bekerja sama dengan Luca dan Luis.
Eksekutif Luca dan Luis bertanggung jawab atas logistik, termasuk senjata, amunisi, dan suplai makanan. Meski pekerjaan mereka sangat penting, kepribadian mereka yang arogan dan sering bersikap meremehkan membuat banyak orang enggan berurusan dengan mereka.
Elvario melanjutkan, "Mereka selalu menuntut lebih, berusaha mendapatkan keuntungan lebih banyak dari hasil jerih payah kita. Itulah yang membuatku sebal."
Alden mengerti bahwa ketegangan antara para eksekutif bisa menjadi masalah dalam organisasi besar seperti ini.
Meski dia baru saja bergabung, Alden tahu betapa pentingnya menjaga hubungan baik untuk keberlangsungan geng. Namun keretakan antar anggota itulah yang sebenarnya diincar olehnya.
"Dan kau memanggilku untuk memastikan agar suasana tetap terkendali?" tanya Alden memastikan.
"Benar. Aku percaya kau bisa menjaga emosiku tetap tenang. Selain itu, kau bisa belajar langsung bagaimana bisnis ini berjalan dan siapa tahu, itu akan berguna untukmu di masa depan," jawab Elvario.
"Baiklah, aku akan ikut." jawab Alden, ia ingin tertawa melihat kebodohan Elvario yang terlalu cepat percaya padanya.