Alya, gadis miskin yang baru saja menyelesaikan pendidikannya di salah satu universitas harus bekerja serabutan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya tertarik saat menerima tawaran menjadi seorang baby sister dengan gaji yang menurutnya cukup besar. Tapi hal yang tidak terduga, ternyata ia akan menjadi baby sister seorang anak 6 tahun dari CEO terkenal. kerumitan pun mulai terjadi saat sang CEO memberinya tawaran untuk menjadi pasangannya di depan publik. Bagaimanakah kisah cinta mereka? Apa kerumitan itu akan segera berlalu atau akan semakin rumit saat mantan istri sang CEO kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon triani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28. Kedatangan Nadia bersama pengacara
Pagi itu, suasana di rumah Aditya terlihat begitu tenang. Tara sedang bermain puzzle di ruang keluarga, sementara Alya sibuk di dapur menyiapkan camilan favoritnya. Aditya sendiri berada di ruang kerjanya, berusaha menyelesaikan beberapa dokumen yang sempat tertunda. Namun, kedamaian itu terusik saat bel pintu berbunyi dengan keras, diikuti ketukan yang tergesa-gesa.
Alya mendesah kesal, "Siapa sih pagi-pagi gini bertamu," keluhnya sembari melepas apron yang menempel di bajunya, dengan langkah tergesa dan cepat ia menuju ke arah pintu utama, ia khawatir ketukan kesar itu akan menggangu Tara yang tengah bermain.
Hari ini Aditya sengaja memberi libur pada semua asisten rumah tangganya untuk memberi tikeh berlibur gratis di Bali, hingga dua hari ke depan, beberapa pekerjaan sengaja di serahkan pada tukang bersih-bersih kantor yang ia datangnya setiap pagi dan sore hari selama asisten rumah tangga mereka berlibur.
Saat Alya membuka pintu, ia cukup terkejut dengan seorang pria berdasi rapi berdiri di depan pintu bersama Nadia. Wajah Nadia tampak penuh determinasi, sementara pria itu memegang map tebal, yang ternyata adalah seorang pengacara.
"Ibu Nadia?" ujarnya setelah membuka pintu.
Nadia tersenyum tipis, "Aku ingin bertemu Aditya. Bisakah kau memanggilnya?"
"Mas Aditya sedang sibuk, tapi—" ucap Alya ragu.
Nadia segera memotong, "Ini urusan penting, Alya. Sebaiknya kau jangan ikut campur."
Alya, yang merasa tidak enak hati, akhirnya mempersilakan mereka masuk. Ia segera memanggil Aditya, yang muncul dari ruang kerja dengan alis terangkat melihat kedatangan mereka.
"Nadia. Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Aditya dengan nada heran.
"Aku di sini untuk Tara. Aku tidak bisa membiarkan dia tinggal di lingkungan yang tidak baik untuknya." ucapnya sambil melirik Alya dengan sinis.
Aditya tampak berusaha menahan emosi, "Jelaskan maksudmu."
"Aku telah membawa pengacara untuk memulai proses hukum. Aku akan mengajukan tuntutan hak asuh penuh atas Tara. Dia butuh ibunya, bukan seorang pengasuh yang tidak jelas asal-usulnya."
Alya, yang berdiri di sudut ruangan, merasa tersudut tetapi tetap mencoba tenang.
"Bu Nadia, saya tidak pernah berniat mengambil peran Anda sebagai ibu Tara. Saya hanya mencoba membantu." bela Alya dengan suara lembut.
"Membantu? Atau mencoba merebut posisi yang bukan milikmu?" tanya Nadia dengan nada menyindir.
Aditya akhirnya kehilangan kesabarannya.
"Cukup, Nadia. Kau tidak bisa datang ke sini dan meremehkan orang yang sudah melakukan lebih banyak untuk Tara daripada dirimu." ucap Aditya dengan tegas.
Nadia begitu terkejut, "Aditya, kau serius? Aku ibunya. Apa kau lupa?"
"Aku tidak lupa, tapi kau lupa akan tanggung jawabmu. Kau hanya datang saat itu menguntungkan bagimu."
Pengacara Nadia mencoba menyela.
"Pak Aditya, klien saya hanya ingin memastikan haknya sebagai ibu biologis dihormati. Lingkungan di sini mungkin tidak sesuai untuk perkembangan Tara."
Aditya menatap tajam pada sang pengacara, "Lingkungan ini adalah rumah bagi Tara. Dia bahagia di sini, bersama orang-orang yang peduli padanya." ucapnya kemudian melirik tajam pada Nadia.
Percakapan yang semakin memanas terhenti ketika Tara tiba-tiba muncul di ruang tamu, memegang boneka kesayangannya.
Tara terlihat bingung, "Mama? Kenapa Mama marah-marah?"
Nadia pun segera memeluk Tara, "Sayang, Mama hanya ingin memastikan kau baik-baik saja."
Tapi Tara segera menepisnya dan menggelengkan kepalanya cepat, "Aku baik-baik saja, Mama. Mama Alya selalu ada untukku. Ayah juga."
Nadia terlihat terguncang oleh kata-kata Tara, tetapi Tara melanjutkan dengan polos.
"Mama bilang kita mau jalan-jalan waktu itu, tapi Mama sibuk dengan telepon. Aku lebih suka di sini, sama Ayah dan Mama Alya."
Aditya mendekati Tara, memeluknya erat, lalu menatap Nadia dengan pandangan tegas.
"Kau dengar sendiri, Nadia. Tara bahagia di sini. Jika kau ingin melibatkan hukum, silakan. Aku akan melawan demi Tara."
Nadia berdiri dari jongkoknya, ia menghela napas, mulai merasa kalah, "Aditya, kau tahu aku hanya ingin yang terbaik untuknya."
"Kalau itu benar, maka berhentilah mencoba memisahkan dia dari orang-orang yang mencintainya. Kalau kau benar-benar peduli, buktikan dengan tindakan, bukan ancaman."
Nadia terdiam. Pengacaranya mencoba berbicara, tetapi Nadia mengangkat tangannya, memberi isyarat untuk berhenti.
"Aku akan pikirkan ini, Aditya." ucap Nadia dengan nada pelan tidak menggebu-gebu seperti pertama saat datang.
"Aku akan pergi, tapi mungkin aku juga akan datang lagi untuk Tara." ucap andia kemudian mengajak pengacaranya untuk pergi dari rumah itu.
Setelah Nadia pergi, suasana di rumah perlahan tenang kembali. Tara kembali bermain, sementara Alya membantu Aditya membersihkan ruang tamu.
"Mas, terima kasih sudah membela saya tadi." ucap Alya sedikit berbisik.
Aditya tersenyum kecil, "Kau tidak perlu berterima kasih. Kau adalah bagian dari keluarga ini, Alya. Aku akan melakukan apa saja untuk melindungimu dan Tara."
Kata-kata itu membuat Alya tertegun. Ia merasakan kehangatan yang selama ini jarang ia dapatkan, dan di saat itu, ia sadar bahwa dirinya telah menjadi bagian penting dalam hidup Aditya dan Tara.
Bersambung
Happy reading