Sehat itu mahal harganya! Dan itu memang benar, keluarga Giovani Mahardika rela membayar seorang gadis untuk menikah dengan putra bungsu mereka demi menyembuhkan gangguan mentalnya.
Dialah Alleta Rindiani, setelah melewati beberapa pertimbangan dan penilaian akhirnya gadis inilah yang dipilih oleh keluarga Gio.
Di tengah usaha keras Alleta, secercah harapan akhirnya muncul, namun Gio nyatanya jatuh cinta pada Alleta.
Akankah Alleta membalas cinta Gio di akhir masa perjanjian? Terlebih sesuatu telah tumbuh di dalam sana.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bungee~ Bab 32
"Kurang ajar.." umpat Leta mendelik sinis.
"Lama banget, nanti tokonya keburu tutup! Ah!" ia menggeplak lengan Gio sembari memundurkan diri memberikan ruang untuk Gio turun dari motor.
"Macet. Telat 15 menit ngga masalah...toh toko di mall buka sampe jam 8, kok. Kalo tutup nanti ta bukain..." kelakarnya seraya menyerahkan helm kepada Leta, "bawa masuk...ambilin aku minum, Ta...aus."
Leta mendekap helm itu dan membawanya masuk, ingin melupakan rasa bimbangnya akan hubungan mereka.
"Kamu nyuri fotoku mas? Buat opo? Aku nemuin itu di bawah bantal kamu..." ujar Leta berjalan mengekor.
"Emangnya ndak boleh?" Gio balik bertanya membuat Leta kebingungan sekarang untuk menjawabnya, berbeda dengan sebelumnya saat ia begitu sewot.
"Yaa...buat apa dulu? Wong kamu ngga ijin dulu sama aku, terus semalem itu, kamu yang ngerjain tugasku, mas?"
"Iya!" tukas Gio berbalik dan berucap tepat di depan wajah Leta, "makanya, ada tugas itu dikerjain awal-awal! Kebayang... kalo aku ndak ngerjain tugasmu, auto dihukum kamu hari ini sama guru! Tapi lain kali aku ndak mau bantu kamu kalo kamunya sendiri ndak ngerti!"
Leta berdecih, "cih! Hello mas bojo, lagian siapa juga yang minta tolong..."
"Cukup bilang makasih bisa ngga?" tanya Gio, perdebatan itu kembali membuat berisik pendengaran ibu dan bapak, yaahhh memang begitulah keduanya kalo sudah bersama. Dunia sudah seperti wajan tongseng, berisik!
"Ck. Ngomong kok ya lomba keras-kerasan.. Ngga sekalian di masjid aja pake toa?" tanya bapak mencibir sukses membuat perdebatan keduanya mereda. Namun itu tak berlangsung lama, karena berpindah tempat, beda pula vibesnya...reda di luar di dalam keduanya kembali perang mulut. Hingga akhirnya seruan adzan magrib menghentikan keduanya.
"Berenti kok ya mesti karena adzan..." rutuk bapak yang ditertawai ibu, "wess...nanti kalo ndak ada mereka bapak malah jadi kangen berisiknya mereka. Cepetan ambil wudhu, pak."
Leta naik di boncengan belakang, sesuai janji...keduanya kini hendak pergi ke toko buku.
Melintasi malamnya kota Malang dengan suasana menjanjikan. Nyatanya khalayak muda bukan hanya mereka saja yang memilih menghabiskan malam di luar rumah, banyak diantara para pengguna jalan yang juga menikmati suasana malam di jalanan.
Motor Gio berhenti di lampu merah, Leta berdehem sedikit mengendurkan pegangannya di pinggang Gio ketika melihat jika beberapa pengguna kendaraan bermotor adalah pasangan kekasih, meskipun ngga jarang juga jomblowan dan kang ojol. Mereka bahkan lebih terang-terangan menunjukan keromantisan dan kein timan padahal belum tentu mereka itu pasangan halal. Sementara Leta, justru ia malu sendiri.
Tak salah Leta menyetujui pergi bersama Gio, karena pada kenyataannya kehadiran Gio sangat teramat membantu dirinya. Ia semacam mentor galak dadakan untuk Leta.
Baik Leta maupun Gio sama-sama tak menyadari apa yang sedang keduanya lakukan saat ini, tautan tangan itu secara tak langsung mentasbihkan keduanya sebagai pasangan yang mencinta diantara ramainya pengunjung.
"Yaaa...film yang pengen kutonton kayanya udah ngga ada, mas." tunjuknya ketika melewati bioskop dimana dindingnya terpampang cover film yang sedang tayang dan film-film coming soon.
"Opo judule? Debt collector adalah maut?" tanya Gio yang langsung dihadiahi geplakan tangan Leta.
"Hih! Sorry yeee...aku suka genre horor, comedy atau action. Ndak suka nonton begituan, yang ada layarnya aku lempar pake sepatu...kalo drama selingkuh begitu suka jadi pengen jambak orang yang di sebelah!" jawab Leta diangguki Gio, mengingat selera keduanya sama.
"Itu loh film horor yang baru kemaren keluar, masih anget-angetnya kaya ta\*i ayam." Ujarnya berjalan berdampingan meski kini matanya sudah mengedar melihat jejeran pertokoan, terlebih saat melewati toko aksesoris dan pakaian.
"Tinggal tonton di tv-tv berbayar Ta. Jadi bisa tonton berulang...kapan pun."
"Kalo gitu download dong, mas...nonton yuk!" ajak Leta.
Gio memandang Leta melihat wajah penuh harap itu.
Jika dibandingkan dengan nonton di bioskop, maka tak ada seujung kukunya. Selepas pulang dari toko buku yang berujung dengan Leta merasa perutnya kembung kebanyakan berada di ruangan berAC, keduanya memilih mendownload dan berlangganan saluran televisi berbayar di ponsel.
Bahkan lebarnya layar ponsel milik Leta tak bisa dibandingkan dengan lebarnya layar bioskop.
Namun rupanya hal sederhana ini begitu membuat Alleta bersemangat. Sedikitnya vibes gelap-gelapan persis di bioskopnya dapet! Setelah Leta mematikan lampu kamar, ia dan Gio duduk di kasur dalam selimut yang sama seraya mendekap susu jahe hangat yang mereka beli di jalan tadi.
Satu headset mereka bagi berdua. Sementara bapak dan ibu sudah hampir terlelap, kedua anak manusia ini justru bersiap menonton film horor.
"Iki ceritane tentang urban legend di Jawa loh mas."
"Tau." angguk Gio.
Keduanya benar-benar serius menonton meski dalam keterbatasan, pada awalnya. Namun setelah film berputar beberapa puluh menit Gio justru memilih menatap gadis di sampingnya itu yang kini tertangkap basah menaikan kedua tangannya ke depan wajah karena rasa takut.
"Ah cemen ternyata!" cibir Gio.
"Bukan cemen, mas...aku ndak takut Yo...cuma suka kaget, banyak adegan jump scare-nya!" alibi Leta manyun tak terima.
"Ngeles..." cibir Gio lagi kembali menatap layar ponsel dimana kini si pemeran utama tengah terjebak dalam dunia astral.
Namun itu tak lama, karena justru Gio sudah kembali melihat ke arahnya, "Ta.."
"Hm?" Leta benar-benar tengah serius menontonnya hingga ia hanya menjawab Gio dengan gumaman.
"Tadi di kampus. Info tentang penempatan kkn udah keluar..."
"Oh.." angguk Leta, "selamat deh, mas...mas kebagian dimana? Udah ngomong belum sama padhe-budhe?" tanya nya namun perhatiannya tetap fokus pada layar ponsel.
"Belum."
"Aku---"
"Kapan kkn nya?" tanya Leta kini meliriknya sekilas namun tetap kembali menatap film.
Gio memilih menyeruput susu jahenya terlebih dahulu. Seiring dengan adegan jump scare dan Leta yang terkejut sampai menubruk dirinya untuk berlindung saking takutnya, "aaa...gila---gilaa....astagfirullah!"
"Ta! Ishhh, aku mau minum ini!" tegur Gio kesal untung saja susu jahenya tak sampai tumpah.
"Kalo takut ndak usah nonton sekalian, nanti kamu malah jadi takut ke kamar mandi..." omel Gio hanya dibalas cengiran dari Leta, "ditonton aku ya deg-degan ndak nonton akunya penasaran, mas..."
"Oh iya, tadi lagi ngomongin kkn kan?" tanya Leta mengalihkan pembicaraan membuat Gio mendengus geli nan sumbang.
"Aku mesti kkn di salah satu kilang milik BUMN, tepatnya di Balikpapan."
Leta kini tak bisa untuk tak melotot, entahlah...ia tak mau mengakui dan tak mau terima jika sampai Gio mengungkapkan perasaannya, namun ada perasaan sedih tersendiri saat kini Gio justru harus pergi jauh, "ha?! Balikpapan?!"
Ia menampik ucapan Aul tadi pagi, begitupun tuduhan Rahma dan siraman rohani ibu. Ia juga cukup geli plus ogah-ogahan saat Gio bersikap manis berlebihan padanya bahkan posesif seperti tadi pagi, tapi----
"Ngga bisa minta yang deket aja?"
Jakunnya turun naik karena tertawa sekarang, "koe pikir perusahaan milik pribadi?"
"Emang iya kan, perusahaan milik ibu....ibu pertiwi..." jawab Leta tak mau kalah.
Gio justru mendengus geli, "masih lama, kurang lebih sebulanan lagi."
"Terus aku?" tanya Leta memantik tatapan dengan alis terangkat sebelah, "kenapa kamu emangnya?"
"Aku gimana kalo mas Gio pergi?"
"Ya ndak gimana-gimana, kamu sekolah rajin-rajin...titip ibu--bapak, bantuin bulek jualan kaya biasa. Aku pergi ndak lama cuma makan waktu bulanan aja."
Dan wajah Leta masih menunjukan reaksi dengan tatapan nanarnya menatap Gio, kelopak mata yang mengerjap meski netra indah itu menyorot berkaca-kaca.
Lama terdiam, Gio menebak-nebak apa yang akan terjadi selanjutnya...mungkin gadis itu akan menangis?! Maka ia berinisiatif meraih Leta ke dalam pelukannya.
"Jangan nakal. Jangan banyak main...sebentar lagi kamu ujian sekolah. Ndak masuk negri pun swasta ngga apa-apa, sing penting liat-liat dulu kira-kiranya jurusan apa yang lagi banyak diminati di lapangan, lulusan mana yang banyak diserap lapangan pekerjaan, tentunya mesti sesuai sama minat kamu juga."
Tangan Leta terulur membalas pelukan Gio, merasai jika esok lusa lelaki ini pergi kok ya rasanya sepi....dan itu sudah terasa di malam ini, padahal orangnya saja masih di sini.
"Mas,"
Gio mengendurkan pelukannya dan berucap dari hati terdalamnya, "aku tau sekarang kamu lagi bimbang. Perjanjianmu sama mas-masku sama ibu--bapakku adalah sampai berhasil bikin aku normal kembali. Tapi nyatanya aku ndak belok sedikit pun...kalo sekarang aku ubah perjanjiannya sebagai pihak yang ikut dirugikan gimana?" tanya Gio hanya berbalas tatapan menyimak Leta.
"Tetaplah bersamaku sampai aku ndak bisa lagi menghela nafas di bumi. Deal?"
Leta mengerjap dengan mata yang sudah berembun, namun di tengah penglihatan yang semakin buram itu, Gio tanpa aba-aba atau permisi lagi meraih dan menye sap kedua belahan bibir Leta. Sementara Leta hanya bisa menerima saja pasrah dan mengeratkan cengkramannya di kaos Gio.
Dan suara jeritan perempuan dari headset membuyarkan moment in tim antara Leta dan Gio.
"Kamvrettt!" Gio melepaskan headset dengan kasar dan menghempasnya.
.
.
.
.
.
.
love❤❤ buat teh sin😘😘😘😘