Ariana tak sengaja membaca catatan hati suaminya di laptopnya. Dari catatan itu, Ariana baru tahu kalau sebenarnya suaminya tidak pernah mencintai dirinya. Sebaliknya, ia masih mencintai cinta pertamanya.
Awalnya Ariana merasa dikhianati, tapi saat ia tahu kalau dirinya lah orang ketiga dalam hubungan suaminya dengan cinta pertamanya, membuat Ariana sadar dan bertekad melepaskan suaminya. Untuk apa juga bertahan bila cinta suaminya tak pernah ada untuknya.
Lantas, bagaimana kehidupan Ariana setelah melepaskan suaminya?
Dan akankah suaminya bahagia setelah Ariana benar-benar melepaskannya sesuai harapannya selama ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sebuah keputusan
"A-na, bun-bunda," ucap Danang tergeragap. Jantungnya berdegup begitu kencang. Ia seakan-akan baru saja dikejar anjing.
"Ka-kalian, silahkan masuk, mbak Tiana, Ana! Ayo, kebetulan sekali kalian datang!" ucap Soraya yang juga gugup bukan main. Ia benar-benar khawatir, bagaimana kalau kedua orang itu mendengar perdebatan mereka tadi.
"Oh iya, mbak Soraya, saya kemari menemani Ana. Katanya mamanya ulang tahun jadi dia ingin memberikan kejutan," ucap Tatiana dengan tersenyum tipis. Tapi senyum itu terlampau tipis. Seperti dipakai. Tidak seperti biasanya yang sampai menyentuh mata.
"Ini, Ma. Semoga mama suka," ujar Ariana sambil menyerahkan sebuah paper bag yang berisi kue serta tas kanvas yang berisi gamis.
"Masya Allah, terima kasih ya, Nak. Mama nggak nyangka bakal dapat kejutan begini. Danang aja sampai nggak inget ulang tahun mamanya sendiri. Tuh liat Nang, istri kamu, dia benar-benar perhatian dengan mama. Nggak kayak kamu yang cuek-cuek aja," ucap Soraya dengan mimik wajah dibuat seakan-akan kesal dan justru membanggakan Ariana.
"Maaf, Ma, Danang lupa."
"Ana, ayo ajak bundamu duduk, Nak!" tukas Andi.
"Baik, Pa. Ayo, bun, kita duduk dulu sebentar."
"Lho, kok sebentar? Lama sedikit mama nggak papa kok," cetus Soraya.
"Maaf, Ma, Ana nggak bisa lama-lama."
"Kenapa?" tanya Soraya bingung.
Ariana pun segera duduk dengan sang ibu. Andi dan Danang menanti jawaban Ariana.
"Sebenarnya tadi Ana memang ingin kemari untuk memberikan kejutan, tapi ... maaf, tadi Ana dan bunda ikut mendengar perdebatan mama dan papa dengan Mas Danang jadi Ana nggak bisa lama-lama."
Soraya, Danang, dan Andi sontak merasakan tenggorokan mereka kering. Bahkan untuk menelan ludah sendiri saja terasa sulit.
Ariana menarik nafas dalam-dalam.
"Ma, Pa, Ana mohon, hentikan perdebatan ini. Terimalah Lisa. Apalagi mas Danang mencintai Lisa. Bukankah sebagai orang tua, kalian ingin melihat anak kalian bahagia? Dan seperti yang kita tahu, bahagia mas Danang itu ada bersama Lisa, bukan Ana," ujar Ariana membuat mata Soraya dan Andi terbelalak. Bagaimana ada seorang istri yang merelakan suaminya bersama perempuan lain?
"Ma, Pa, aku tahu, ini sulit. Tapi ... melarang pun percuma. Lihat, bahkan setelah menikah dengan Ana pun mereka masih berhubungan. Jadi bukankah lebih baik kita memberikan restu?"
"Ana, bagaimana kau sebaik ini, Nak?" lirih Soraya dengan mata berkaca-kaca. "Bagaimana kau bisa merelakan suamimu dengan perempuan lain? Bagaimana kalau Danang tidak bisa berbuat adil? Mama nggak mau kamu terluka karena anak mama, Na."
Ana tersenyum lembut. "Ana tidak sebaik itu, Ma. Dan insya Allah, Ana takkan terluka. Jadi, mama dan papa mau kan menerima Lisa sebagai menantu keluarga ini?"
Mendengar kata-kata Ariana seakan ada angin segar berhembus di relung hati Danang. Ia merasa bangga dengan sikap Ariana yang mau menerima Monalisa . Ia bahkan membantu orang tuanya menerima Monalisa.
"Kalau kamu sudah ikhlas, mama dan papa bisa apa." Orang tua Danang akhirnya pasrah. Meski tak suka, tapi apa boleh buat. Menantunya saja sudah menerima, mereka pun akhirnya hanya bisa pasrah menerima.
"Terima kasih, Ma, Pa," ucap Ariana tulus. Lalu Ariana menoleh ke arah Danang. "Nah, Mas, aku sudah membantumu. Mama dan papa akhirnya setuju." Ariana masih tetap tersenyum lembut.
Danang melebarkan senyumnya. Ia benar-benar senang. Berbeda dengan ekspresi Tatiana yang benar-benar shock dengan keputusan putrinya. Bagaimana ia bisa menerima perempuan lain sebagai madunya?
Saat dulu Samudera masih terus mengenang mendiang istrinya saja, Tatiana merasa benar-benar terluka. Lalu bagaimana dengan Ariana yang akan dimadu suaminya dengan perempuan yang ternyata kekasih suaminya sendiri? Bagaimana Danang bisa adil sementara yang menjadi madunya adalah perempuan yang suaminya cintai? Tatiana bisa membayangkan ketidakadilan yang akan Ariana dapatkan.
Danang meraih tangan Ariana dan menggenggamnya. "Terima kasih, Na. Terima kasih karena sudah membantu, Mas. Lisa pasti akan merasa senang sekali mendengar kabar bahagia ini."
Ariana kembali tersenyum lembut. Senyum penuh ketulusan.
"Mas tidak perlu berterima kasih sebab aku melakukan ini bukan untuk Mas."
"Maksudnya?" tanya Danang dengan dahi berkerut.
"Mas, aku kan pernah meminta Mas untuk memilih, pertahankan aku dan lepaskan Lisa atau lepaskan aku dan Mas bisa kembali bersama Lisa."
"M-maksudmu bagaimana?" tanya Danang gugup. Pun kedua orang tuanya sudah berkeringat dingin.
"Aku sudah menunggu keputusan, Mas, tapi sepertinya Mas tidak bisa memberikan keputusan. Jadi ... maaf, kini aku yang akan membuat keputusan."
Ariana menarik nafas dalam-dalam. Bohong kalau ia baik-baik saja saat ini. Dibalik senyum tenangnya tersimpan rasa sakit yang luar biasa. Tidak mudah membuat keputusan ini. Tapi Ariana sudah tak mampu bertahan lebih lama lagi. Rasa sakit justru akan semakin menggerogoti hati dan jiwanya yang rapuh. Tak ada yang tahu betapa sakit hati Ariana saat mengetahui kalau suaminya mencintai perempuan lain. Ariana sudah tak sanggup lagi bertahan. Mungkin ikhlas melepaskan lebih baik daripada bertahan tapi tersakiti.
"Bismillahirrahmanirrahim, aku melepaskan mu, Mas. Aku melepas mu. Kulepas kau dengan Bismillah. Semoga kau bisa berbahagia dengan cintamu, Mas. Aku mohon undur diri dari hubungan kita yang begitu menyakitkan ini. Ma, Pa, maaf kalau sebagai menantu aku memiliki banyak kekurangan. Terima kasih atas cinta dan kasih sayang kalian. Aku ... pamit."
Ariana berdiri dan menyalami kedua mertuanya. Mertuanya diam tak bergeming. Mereka terlampau shock dengan keputusan tiba-tiba Ariana ini.
"Nak, bagaimana kau bisa menyerah semudah itu? Cobalah bertahan sebentar. Kalau perlu, mama akan menemui perempuan itu agar menjauh dari Danang," ucap Soraya berusaha menahan kepergian Ariana.
Air mata Ariana jatuh merebak. Namun senyum manis tetap ia pertahankan untuk menunjukkan kalau ia baik-baik saja.
"Jangan, Ma! Jangan lakukan itu! Ana sadar diri, bahagia Mas Danang bukan bersama Ana, tapi Lisa. Ana pamit dulu, Ma. Mas, Ana pamit dulu."
"Ana, tunggu, jangan pergi!" Danang menghentikan langkah Ariana dengan berdiri di depannya. Entah mengapa, ia merasa tidak rela kehilangan Ariana.
"Apa lagi, Mas? Bukankah ini yang kau mau? Kau mencintainya 'kan? Aku sudah mengalah demi kebahagiaanmu, jadi tolong lepaskan aku! Aku tidak sanggup bertahan sementara hatimu untuk perempuan lain," ucap Ariana tetap berusaha tenang.
Danang menggeleng cepat, "ya, jujur aku mencintai Lisa, tapi sepertinya aku juga sudah mulai mencintaimu. Tidakkah kau ingin bertahan. Aku berjanji, aku akan berlaku adil. Aku tidak akan berat sebelah. Aku juga akan bersikap lebih baik lagi ke depannya. Aku mohon, Na, tetaplah berdiri di sampingku. Jangan pergi tinggalkan aku!"
"Jangan egois kau Danang! Jangan hanya memikirkan kebahagiaanmu sendiri! Kau pikir hati Ana akan baik-baik saja saat kau bersama perempuan lain? Asal kau tahu, tidak ada perempuan yang baik-baik saja saat suaminya mendua. Apalagi jelas-jelas yang kau cintai itu adalah dia, bukan anak Bunda. Sebagai seorang ibu, bunda takkan membiarkan siapapun menyakiti Ana. Tidak akan. Keputusan Ana sudah tepat. Lepaskan Ana! Dan raihlah bahagiamu bersama dia, perempuan yang kau cinta," sergah Tatiana yang mulai tersulut emosi saat melihat melihat sikap egois Danang.
"Tapi Bun ... " Tatiana mengangkat tangannya sebagai isyarat agar Danang tidak melanjutkan kata-katanya.
"Ayo, Ana, kita pulang!" ajak Tatiana menuju mobil mereka. Danang kembali berusaha untuk menghentikan langkah Ariana dan Tatiana, tapi kedua orang tuanya menahan tangan Danang dan baru dilepaskan saat mobil yang ditumpangi mereka berlalu.
"Ma, Pa, kenapa kalian menahan ku? Bukankah kalian menginginkan Ana menjadi istriku?" kesal Danang karena orang tuanya yang mencegah dirinya mengejar Ariana.
"Bukankah ini yang kau mau? Sekarang, pergi lah dengan perempuan yang kau cintai itu. Kami takkan mencegah mu lagi. Tapi satu hal yang harus kau ingat, jangan pernah membawa perempuan itu masuk ke dalam rumah ini karena sampai kapanpun kami takkan pernah menerimanya sebagai bagian dari keluarga ini," tegas Andi dengan rahang mengeras. "Ayo, Ma!" ajak Andi pada sang istri.
Soraya yang sudah menangis tersedu-sedu pun mengangguk. Namun sebelum berlalu, ia menoleh ke arah Danang. "Semoga kau tidak menyesali keputusanmu ini."
"Tapi ini bukan keputusan Danang, Ma."
"Ya, memang ini bukan keputusanmu, tapi kau yang sudah membuat Ana akhirnya mengambil keputusan sendiri. Kau pikir perempuan mana yang sanggup bertahan dengan laki-laki yang mencintai perempuan lain, hah? Tidak ada, Danang. Dan keputusanmu mempertahankan perempuan itu yang membuat Ana akhirnya memilih menyerah dan mengambil keputusan sendiri. Semoga kau tidak menyesali keputusanmu itu!" tegas Soraya sebelum ikut berlalu dari hadapan Danang bersama suaminya.
...***...
...Happy reading 🥰🥰🥰...
Soale kan kandungan nya emang udah lemah ditambah pula,sekarang makin stress gitu ngadepin mantannya Wira
bukannya berpikir dari kesalahan
kalou hatinya tersakiti cinta akan memudar & yg ada hanya kebencian...