Kisah seorang pria yang terikat hutang dengan sistem karena di tolong oleh sistem ketika dia di khianati, di fitnah dan di bohongi sampai di bunuh di penjara untuk membalas dendam, sekarang dia berjuang untuk melunasi nya dengan membuat aplikasi yang melayani jasa balas dendam bagi pengguna nya, baik yang masih hidup atau sudah meninggal, bisakah dia melunasi hutang nya ? atau hutang nya semakin membengkak karena banyaknya "partner" di samping nya ?
*Mengandung kekerasan dan konten yang mengganggu, harap bijak dalam membaca dan maaf bocah tolong minggir.*
Genre : Fantasi, fiksi, drama, misteri, tragedy, supranatural, komedi, harem, horor.
Kalau berkenan mohon di baca dan tolong tinggalkan jejak ya, like dan comment, terima kasih.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mobs Jinsei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 3
Dua minggu pun berlalu, tidak ada lagi karyawan yang menyapanya ketika dia datang ke kantor pagi pagi karena Rei tidak pernah lagi membalas sapaan mereka, wajahnya terlihat tidak tidur berhari bari sampai kantung matanya terlihat nyata dan menghitam.
Dengan langkah gontai dia melangkah masuk ke kantornya, tapi di dalam kantornya sudah ada seorang pria paruh baya di dampingi seorang polisi dan seorang pria berjas yang duduk di sebelah sang polisi.
Ketika melihat wajah pria paruh baya di depannya, Rei langsung mengusap wajahnya karena pria itu adalah perwakilan dari dewan pemegang saham dan pemilik perusahaan yang mengelola kantor tempat nya bekerja.
“Selamat pagi pak Thomas, ada apa ya pak ?” tanya Rei sopan.
“Ini apa apaan Rei,” teriak Thomas sambil memberikan selembar kertas.
Mata Rei langsung membulat ketika membaca kertas yang sudah lusuh di tangannya, kertas itu adalah tagihan atas nama dirinya yang dia berikan kepada Sisil untuk di urus oleh pihak kepolisian.
“Kok surat hutang ini bisa ada di bapak ?” tanya Rei bingung.
“Duduk,” teriak Thomas.
Rei langsung duduk di depan meja, di apit oleh polisi dan pria berjas, sedangkan Thomas duduk di kursinya. Thomas langsung menjulurkan tubuhnya ke depan dan kedua sikunya di atas meja, matanya menatap Rei di depannya dengan tajam bagai pisau,
“Pertama saya mau tanya, kenapa kamu bisa berhutang sebesar itu ?” tanya Thomas.
“Saya sendiri tidak mengerti pak, makanya saya minta pihak kepolisian untuk mengusutnya karena perusahaan peminjaman uang itu ilegal,” jawab Rei.
“Maaf saudara Rei, tapi kami tidak pernah menerima berkas pengaduan anda sama sekali,” ujar polisi di sebelahnya.
“Ah masa sih pak, saya minta tolong sekertaris saya yang mengurusnya,” ujar Rei.
“Saya sudah tanya Sisil, dia bilang kamu ga menyuruh dia melaporkan, kamu hanya menyuruh dia mencari tahu perusahaan itu ilegal atau tidak,” ujar Thomas.
“Apa ? saya minta tolong dia kok pak, bener, panggil saja Sisil nya ke sini,” ujar Rei.
Thomas menekan intercom nya dan meminta Sisil masuk ke dalam ruangan. Tak lama kemudian, Sisil masuk membawa map berwarna merah ke dalam,
“Sil, apa bener dia minta kamu laporkan ke polisi soal hutang hutang dia ?” tanya Thomas langsung.
“Um...tidak pak, saya di minta menyimpan dan mencari tahu perusahaan itu ilegal atau tidak,” jawab Sisil lugas.
“Apa, saya kan minta tolong kamu buat laporan Sil, masa kamu lupa sih,” ujar Rei menoleh melihat Sisil.
“Kapan ya pak ? ini saya simpan semua berkasnya,” ujar Sisil sambil membuka map nya dan memperlihatkan surat surat hutang yang selama ini di berikan Rei.
“Aduh Sil, saya udah ngomong sama kamu melalui lisan dan email, masa kamu ga baca sih ?” tanya Rei dengan nada tinggi dan membentak Sisil.
“Saya ga terima emailnya pak, bener pak,” ujar Sisil yang mulai ketakutan.
“Hei, buat apa kamu membentak Sisil, dia hanya mengatakan yang dia tahu, kamu boleh keluar Sil,” ujar Thomas.
“Ba..baik pak, permisi,” ujar Sisil yang langsung berbalik pergi.
Suasana menjadi tegang, tidak ada satu orang pun yang berbicara, Thomas terus menatap Rei di depannya, kemudian,
“Haah saya tahu kamu sedang kesulitan uang, tapi kenapa kamu menggelapkan uang perusahaan, coba kamu bicara sama saya, saya mungkin bisa menolong kamu,” ujar Thomas.
“Tunggu pak, saya apa ?” tanya Rei kaget.
“Kenapa kamu malah pura pura ga tau, ini tanda tangan kamu kan ?” tanya Thomas sambil memberikan selembar kertas reimburse ke hadapan Rei.
Setelah membacanya, keringat Rei langsung mengucur deras, karena dia sangat ingat pernah menandatangani surat di depannya itu.
“Tapi waktu itu bukankah Alex sudah memeriksa semuanya, dia memberikan surat ini untuk saya tanda tangani,” ujar Rei.
“Haaah...tolong jelaskan deh, saya pusing,” ujar Thomas sambil melihat pria berjas di sebelah Rei.
“Baik pak Thomas, maaf pak Reinaldo, sebelumnya saya memperkenalkan diri saya dulu, nama saya adalah Robert Hartono, saya adalah pengacara yang menangani kasus ini. Sebelum saya jelaskan, sebaiknya anda membaca ini terlebih dahulu,” Robert memperkenalkan diri kemudian membuka tasnya dan mengambil sebuah map biru, dia memberikan map itu kepada Rei.
Rei membukanya, ternyata isinya adalah surat pelunasan hutang atas namanya dan tanggalnya tepat dua hari setelah dia menandatangani surat di meja.
“Apa maksudnya ini ? jadi menurut anda saya mengambil uang perusahaan untuk menebus hutang saya begitu ?” tanya Rei.
“Berarti anda sudah mengetahui kasusnya ya, semua bukti memberatkan anda, mulai dari surat hutang anda, penandatanganan form reimburse dalam jumlah besar dan anda mengambil cuti di saat yang bersamaan dengan terbitnya surat ini, di sini saya ingin membantu anda dalam proses peradilan nanti kalau anda mengakui nya sekarang di hadapan saya,” jawab Robert.
“Apa ? saya tidak melakukannya, ini fitnah, waktu itu saya cuti saya ke rumah orang tua istri saya untuk menjemput istri saya pulang ke rumah karena saya sedang bermasalah sama istri saya,” teriak Rei.
“Saya sudah konfirmasi ke istri anda kalau hari itu anda tidak datang, dia ada di dalam rumah saat itu bersama anak anda,” ujar Robert.
“Bohong, saya ketemu kakak nya kak Herman, dia yang bilang istri dan anak saya berada di villa bersama mertua saya, tanya saja dia,” teriak Rei.
“Baik, ini rekaman pembicaraan saya dengan beliau ketika saya datang ke rumah beliau kemarin,”
Robert meletakkan smartphone nya di meja, terdengar suara percakapan Robert dengan Herman di rumahnya. Herman mengatakan tidak ada satu orang pun yang datang ke rumahnya, dia tahu karena dia menunggu Rei dan ingin menghajarnya karena membuat adiknya menangis.
Herman menyatakan kekesalannya di dalam rekaman itu. Setelah itu, terdengar suara Laura yang berbicara kalau Rei tidak pernah datang dan menghubungi dia setelah dia pergi keluar dari rumah dan pulang ke rumah orang tuanya.
“Apa ini,” Rei menyibakkan tangannya dan smartphone Robert melesat melayang menuju jendela, polisi di sebelah Rei langsung menangkap dan membekuk tangan Rei.
“Lepas, saya tidak salah,” teriak Rei.
“Sudah Rei, lebih baik kamu mengaku supaya hukuman yang di jatuhkan pada mu tidak berat nanti di pengadilan,” ujar Thomas.
“Saya tidak salah, saya bersih, saya tidak pernah melakukan penggelapan uang, saya berani sumpah,” teriak Rei.
“Sudah pak, bawa dia,” ujar Thomas pada polisi.
“Mari saudara Reinaldo, semua bantahan anda silahkan sampaikan di kantor saja,” ujar polisi sambil berdiri dan membekuk Rei.
Setelah itu, Rei yang sudah di borgol kedua tangannya di gelandang keluar dari kantornya di ikuti Robert di belakang nya.
Ketika membuka pintu, dia melihat hampir semua karyawan dan karyawati berdiri di depan kantornya untuk melihat apa yang terjadi, polisi meminta mereka bubar dan memberikan jalan.
Banyak tatapan yang terlihat tidak percaya melihat Rei di tangkap polisi namun terdengar juga bisikan yang membicarakan hal hal buruk tentang dirinya.
Ketika melewati meja Sisil, Rei menoleh, dia melihat Sisil berdiri sambil menunduk dengan wajah yang terlihat merasa bersalah, namun dia di rangkul Alex yang tersenyum meremehkan dan memegang sebelah dada Sisil.
Alex melambaikan tangan di tambah senyuman kepada Rei yang menatapnya dengan geram sambil terus meremas buah dada Sisil yang menggeliat ke enakan.
“Alex,”
Rei menerjang ke arah Alex tapi langsung di tarik kembali oleh sang polisi, Alex terlihat kaget namun tetap tersenyum sambil merangkul Sisil.
“Bye bye, posisi lo buat gue,” ujar Alex sambil melambaikan tangannya.
Sang polisi mendorong Rei maju namun Rei tetap menoleh menatap Alex dengan geram. Setelah mengalami perjalanan bagai tontonan yang memalukan di kantor nya, Rei akhirnya sampai di kantor polisi dan langsung di interogasi.
Rei terus bertahan mengatakan dirinya tidak bersalah dan ucapannya semakin tidak terarah karena emosinya yang tinggi. Akhirnya Rei di masukkan ke dalam sel dan diminta menenangkan diri.
Rei berteriak teriak sambil memegang jeruji besi tanpa henti sampai akhirnya dia tidak bisa bicara lagi dan duduk meringkuk di sudut sel.
mampir juga ya kak di cerita akuu