Bagaimana perasaan jiwamu jika dalam hitungan bulan setelah menikah, suami kamu menjatuhkan talak tiga. Lalu mengusirmu dan menghinamu habis-habisan.
Padahal, wanita tersebut mengabdi kepada sang suami. Dia adalah Zumairah Alqonza. Ia mendadak menjadi Janda muda karena diceraikan oleh suaminya yang bernama Zaki. Zaki menceraikan Zumairah karena ia sudah bosan dan Zumairah adalah wanita miskin.
Bagaimana nasib Zumairah ke depannya? Apakah dia terlunta-lunta atau sebaliknya? Yuk, cap cus baca pada cerita selanjutnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Sekti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menangis
Saat siang di mana matahari tepat di atas ubun-ubun, Bu Dijah dan keluarganya sudah sampai di depan rumahnya.
Namun, bukannya mereka bisa masuk ke dalam rumah tersebut, ternyata terlihat api yang berkobar memakan rumah sederhana milik keluarga Bu Dijah.
"Ya Tuhan, rumahku terbakar. Tolong! Tolong! Di sana ada harta kami yang tidak seberapa. Hik hik."
Bu Dijah menangis histeris karena rumahnya terbakar. Para warga langsung tanggap. Mereka mulai menyelamatkan hewan ternak dan barang-barang yang masih bisa diselamatkan.
Tiba-tiba api berkobar melalap rumah Bu Dijah tanpa sisa. Hari itu, menjadi hari terpahit yang dialami keluarga Bu Dijah.
Zuma berdiri mematung tak percaya dengan apa yang sedang terjadi. Baru beberapa hari ia menikmati kebersamaan dengan sang ibu, kini kesedihan harus menimpanya kembali.
Sementara Arga Dinata bergerak cepat ikut memadamkan api yang berkobar dengan selang panjang yang mengalir air.
Para warga juga memanggil petugas pemadam kebakaran agar cepat datang karena api terlihat semakin merambat ke bagian belakang rumah Bu Dijah.
Terlihat Zuma yang tadinya mematung, ia mendekati sang ibu dan merangkul pundaknya. "Ibuk yang sabar ya? Semua ini hanya titipan Tuhan. Di sini masih ada Zuma yang akan selalu bersama Ibuk. Lebih baik, Ibuk duduk di rumah Mbok Yum di sana!"
Zuma menggandeng sang ibu yang sedang syok menuju rumah tetangga dekatnya yang bernama 'Mbom Yum.
Mbok Yum mendekati Bu Dijah dengan wajah yang ikut sedih. "Kami turut prihatin atas musibah yang menimpa keluarga Bu Dijah. Saya saja baru tahu lho, kalau rumah Ibu, yang biasanya aman-aman saja kini sudah hangus terbakar," ujar Mbok Yum yang mengarahkan Bu Dijah duduk di bangku yang terletak.di depan rumahnya.
Mbok Yum langsung memberikan air mineral kepada Bu Dijah dan Zuma yang sedang mengalami musibah.
"Tapi itu rumah peninggalan satu-satunya warisan dari leluhur kami, Mbok Yum. Kok ada orang yang tega membakar rumah kami. Hik hik!"
Bu Dijah masih menangis, meratapi keadaan miris yang sedang terjadi. Diduga Ada orang jahat yang tega membakar rumah Bu Dijah.
"Ibu jangan bersedih terus ya? Bu Dijah bisa tinggal di rumah saya dulu. Saya 'kan sendiri. Anak dan cu cu tinggal di kota sebrang. Jadi, Ibu dan Neng Zuma jangan sungkan untuk tinggal di sini!"
Mbok Yum menawari tempat kepada Julia dan sang ibu.
"Tapi, kami tidak mau merepotkan kamu, Mbok. Kenapa jadi apes seperti ini?"
Bu Dijah belum bisa menerima kenyataan pahit tersebut. Ia masih syok dan belum bisa menerima itu semua.
***
Satu jam kemudian, api yang melahap rumah Bu Dijah mulai reda. Kambing dan hewan ternak milik Bu Dijah, sementara berada di rumah Mbok Yum yang di belakangnya juga terdapat kandang ternak yang kosong. Beberapa uang dilemari milik Bu Dijah dan Zuma berhasil diselamatkan.
Dokumen-dokumen penting aman terkendali. Hanya saja, rumah dan batang-barang kebutuhan rumah tangga hampir semuanya menjadi lalapan Si Jago Merah.
Para warga tidak hentinya membantu meredamkan api di ruamh Bu Dijah. Salah satu pemadam kebakaran juga turut memadamkan api tersebut.
Arga sempat memesan tenda darurat dan sekarang sudah berdiri. Tenda tersebut khusus ditempati Bu Dijah dan Zuma dalam sementara waktu ini.
"Bu Dijah jangan khawatir ya. Arga sudah membuatkan tenda darurat untuk Ibu dan Zuma. Yang satu lagi untuk saya. Arga siap membantu apa pun masalah yang menimpa keluarganya Zuma. Dan Ibu beserta Zuma tidak perlu repot tinggal di rumah tetangga!" kata Arga dengan lembut. Arga juga sangat sedih melihat rumah Bu Dijah yang tiba-tiba terbakar.
Arga juga memanggil anak buahnya untuk menelusuri sebab terbakarnya rumah Bu Dijah.
"Terima kasih, Nak. Kamu memang pria baik. Yasudah, Ibu mau istirahat di tenda tersebut. Nak Arga juga boleh beristirahat!"
"Begini Bu. Kalau tidak keberatan, Ibu dan Zuma bisa tinggal di kota sementara. Arga masih punya rumah baru dan itu asli rumah saya. Bukan campur tangan dari kedua orang tua saya. Mamah dan Papah nggak mungkin tahu soal rumah itu. Kalau mau, kalian bisa buka usaha di sana. Sembari menunggu rumah ini dibangun. Bagaimana?"
Arga menawarkan Bu Dijah dan Zuma untuk tinggal di kota untuk sementar.
"Ya Tuhan, Nak Arga ini baik hati sekali. Bu, mau saja tawaran dari Nak Arga ini. Ternak Bu Dijah yang berupa kambing dan ayam, bisa dijual, atau saya pelihara. Saya mau membantu Ibu memelihara kambing," kata Mbok Yum yang setuju dengan usulan Arga.
"Tapi panen di sawah belum selesai. Sayang, jika ditinggalkan. Saya juga tidak enak dengan keluarga Nak Arga," kata Bu Dijah yang masih ragu untuk tinggal di kota.
"Tenang saja Bu Dijah. Panen padi diurus tetangga seperti biasanya. Kami akan membantu sampai menjadi beras. Nanti hasilnya akan tetap diberikan kepada Bu Dijah. Bu Dijah sudah tua. Saatnya untuk istirahat. Beres 'kan?"
Warga kampung yang ditempati Bu Dijah memiliki jiwa gorong royong yang tinggi. Mereka juga tidak mau mengambil hak tanah maupun sawah yang bukan haknya. Mereka hidup saling membantu.
Zuma mengusap air matanya yang tadi basah. "Terima kasih Mbok. Mbok sudah baik kepada kami. Para tetangga juga sudah baik sama kami. Tanpa kalian, kami tidak bisa apa-apa. Menurut saya, memang seharusnya soal penggarapan sawah, sistemnya 'maro. Sawah digarap oleh tetangga, tetapi kami yang akan memberi modal. Melihat Ibu saya juga minim tenaga karena sudah tua. Hasilnya kita bagi dua."
Zuma tidak mau sang ibu kelelahan menggarap sawah. Ia setuju jika sawah dan hewan ternak diurusi oleh tetangganya yang membutuhkan. Mereka saling bagi hasil, tetapi tanah tetap atas nama dari Bu Dijah.
Bu Dijah mulai agak tenang pikirannya. Ia menoleh ke arah sang anak. "Saya menurut saja apa kata Zuma. Jika itu pilihan terbaik, Ibu tidak bisa menolak. Yang penting, semuanya tidak ada yang saling mengeluh dan saling menguntungkan," kata Bu Dijah yang setuju jika sawah peninggalan leluhurnya digarap oleh tetetangganya dan katakan masih menjadi kerabat dekat keluarga Bu Dijah.
Akhirnya, setelah Bu Dijah dan tetangga berdiskusi, Bu Dijah dan Zuma memutuskan untuk beristirahat di tenda yang sudah disediakan oleh Arga.
Para warga guyub rukun membuat tenda yang sudah disediakan dananya oleh Arga Dinata.
Warga sangat senang kenal dengan Arga karena selain kaya tetapi dia juga dermawan dan mau berbaur dengan para warga kampung tersebut.
Tidak lama, Zuma dan Bu Dijah sudah berada dalam tenda. Untuk urusan makan dan minum, para warga berduyun-duyun untuk memberikan dana suka rela dan memberikan makan dan minum sesuai dengan kemampuan mereka.
Sudah menjadi tradisi, jika ada warganya terkena musibah, tetangga langsung mengyomi dan tak sungkan memberikan kebutuhan yang diperlukan seperti makanan dan barang lainnya. Ada juga yang memberikan uang namun, ditolak oleh Bu Diajh.
Bu Dijah adalah salah satu warga yang menolak jika ada orang yang menyumbang uang. Menurutnya, ia lebih baik memakai uangnya sendiri yang sedikit, dari pada memakai uang sumbangan dari orang lain. Bu Dijah ingin hidup berkah.
Tanpa sadar, Lina masih berada di samping rumah Bu Dijah. Ia ikut prihatin atas musibah yang menimpa keluarga Zuma.
Waktu sudah sore dan sebentar lagi Maghrib. Lina memutuskan untuk menginap di tendanya Bu Dijah. Ia ingin belajar bagaimana hidup susah itu.
"Bu, izinkan Lina menginap di sini barang semalam. Saya akan menemani Ibu dan Zuma agar kalian tidak sedih. Bu, saya turut prihatin atas musibah ini. Saya tidak menyangka Ibu akan bernasib sial seperti ini."
Lina sudah sadar. Bahkan, ia sakarang sangat care dengan Zumairah.
"Oh. Tentu Nak. Kamu boleh menginap di sini. Untung saja, tenda yang dibuat Nak Arga, lumayan luas. Dia memang pria cerdas. Ini juga sudah petang juga. Wanita jangan pulang sendirian. Apalagi jauh di Kota Jakarta sana!" kata Bu Dijah sambil menatap Lina dengan hangat.
Bu Dijah sangat senang Lina berubah dan mau menginap di tenda sederhana tersebut.
Lina duduk di atas matras yang digelar di dalam tenda sederhana. Ia duduk di samping kiri Bu Dijah. Dan di samping kanan duduklah Zuma. Zuma menjadi pendengar setia antara Lina dengan sang ibu.
"Selamat malam. Apa di situ ada Arga! Permisi, tolong kalian keluar! Saya Mamanya Arga dan ingin mencari Arga!"
Sontak, ketika Zuma dan keluarganya sedang beristirahat, ada suara wanita yang bertamu dan mengaku sebagai orang tua Arga.
"Langsung masuk ke tenda saja, Tante. Zaki tahu, pasti Arga sedang ngumpet!" timpal suara pria yang ternyata adalah Zaki.
Mendengar ada suara Zaki, pikiran Zuma tidak karuan lagi. Tak henti-hentinya Zaki masih mengganggu kehidupan keluarganya.
Apa yang terjadi?
demi harta sanggup berjual beli...tampa memikirkan perasaan anak....egois....tepi....adakah Arga akan bahagia...pasti saja tidak...Arga amat mencintai Zuma...walaupun demikian....Arga perlu bertegas pada Papa Wira Arga....bahawa kamu tetap dengan keputusan mu memilih Zuma....kebahagiaan adalah penting walaupun nama mu di coret dalam keluarga....bawa diri bersama Zuma ke tempat lain dan buktikan bahawa tanpa harta keluarga kamu boleh bahagia gitu..lanjut...