"Jangan pernah temui putriku lagi. Kamu ingin membatalkan pertunangan bukan!? Akan aku kabulkan!"
"Ti... tidak! Bukan begitu! Paman aku mencintainya."
Luca Oliver melangkah mendekati tunangannya yang berlumuran darah segar. Tapi tanpa hasil sama sekali, dua orang bodyguard menghalanginya mendekat.
"Chery! Bangun! Aku berjanji aku akan mencintaimu! Kamu mau sedikit waktu untukmu kan? Semua waktuku hanya untukmu. Chery!"
Tidak ada kesempatan untuknya lagi. Ambulance yang melaju entah kemana. Segalanya berasal dari kesalahannya, yang terlalu dalam menyakiti Chery.
*
Beberapa tahun berlalu, hati Oliver yang membeku hanya cair oleh seorang anak perempuan yang menangis. Anak perempuan yang mengingatkannya dengan wajah tunangannya ketika kecil.
"Kenapa menangis?"
"Teman-teman memiliki papa, sedangkan aku tidak."
Ikatan batin? Mungkinkah? Pria yang bagaikan iblis itu tergerak untuk memeluknya. Membuat semua orang yang melihat tertegun, iblis ini memiliki hati?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KOHAPU, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hope
Tiga tahun sudah sejak kematian kedua orang tuanya. Pemuda yang menatap ke deretan gedung perkotaan, yang menghadap langsung ke balkon apartemennya.
Tiga tahun sudah sejak kematian kedua orang tuanya. Hanya... begitu merindukan Chery, mengingat segalanya kala mereka sama-sama berusia 10 tahun.
Kala itu kedua orang tua Oliver membawanya berkunjung ke rumah Mahardika. Anak perempuan yang begitu dimanjakan dengan banyak kasih sayang, tersenyum padanya, membawa boneka beruang kecil.
"Mau bermain?" Tanya anak itu ragu, sebuah memori yang sudah terlalu lama belasan tahun lalu.
"Iya..." Gumam Oliver dewasa saat ini. Detik-detik yang menyenangkan kala tidak memiliki beban sama sekali. Bermain dengan Chery, tumbuh dewasa bersamanya, bahkan jatuh cinta padanya.
Sebuah pertunangan yang terjadi secara alami. Walaupun sejak awal Mahardika terlihat tidak begitu menyukainya.
"Sial..." Gumamnya, menitikan air mata, rasa sakit karena kehilangan kedua orang tuanya. Serta rasa rindu pada Chery bercampur aduk menjadi satu.
Hingga.
'Hai Tayo! Hai Tayo! Dia bis kecil ramah! Melaju, melambat, Tayo selalu senang...'
Dering suara handphonenya terdengar. Menghela napas mengangkat panggilan dari Mahardika. Tersangka utama, otak pembunuhan terhadap kedua orang tuanya.
"Ada apa?" Tanya Oliver terdengar dingin.
"Aku ingin bicara denganmu. Sekarang aku menunggumu di private room Cantika Restauran." Jawaban Mahardika dari seberang sana.
"Baik." Oliver mematikan panggilan. Tangannya gemetar bagaimana caranya untuk membalas Mahardika? Orang yang memiliki kekuasaan mungkin lebih darinya.
Menyingkirkan Chery seperti yang Mahardika lakukan pada kedua orang tuanya. Sebuah cara yang mudah. Namun...
Bukankah Chery juga satu-satunya yang membuatnya tetap hidup? Satu-satunya bagian dari dirinya...
*
Reza, mungkin satu-satunya kerabat sedarah yang dimiliki oleh Oliver. Dulu sang paman tinggal dengannya, hingga memutuskan untuk membuka bisnis di luar negeri. Sang paman yang dahulu selalu membawakan oleh-oleh padanya.
Mungkin beberapa memori yang membuat Oliver tidak akan pernah mencurigai sang paman. Cukup cerdas? Memang Oliver cukup cerdas. Tapi tidak begitu berpengalaman dalam mengenali watak asli manusia.
Reza tidak pernah menuduh Mahardika terang-terangan, hanya menyarankan Oliver untuk berhati-hati pada Mardika, tepat pada hari pemakaman kedua orang tuanya.
Hal yang tentu saja membuat Oliver menyewa detektif swasta untuk menyelidiki Mahardika. Bagaikan seekor ikan yang menggigit umpan, itulah Oliver.
Reza menarik senar pancing dengan cepat. Diam-diam menemui detektif yang disewa Oliver. Membayar dan mengancamnya untuk memberikan bukti palsu pada Oliver.
Satu? Tidak! Hampir semua detektif akan menyatakan hal yang sama, karena ancaman pembunuhan dari Reza.
Gila bukan? Tapi hal yang benar-benar membuat Oliver percaya. Walupun benar-benar kesulitan untuk membenci Chery.
Tiga tahun dalam kebimbangan, bahkan setelah yang disewa Mitha juga menyatakan hal yang sama.
Membuka pintu private room Cantika Restauran. Disana terlihat Mahardika yang tengah memakan steak dengan tenang sembari menikmati wine.
"Duduk." Perintah Mahardika.
Oliver duduk di hadapannya. Tidak berniat mengkonsumsi apapun yang ada di atas meja. Pemuda yang berhati-hati dalam melakukan sesuatu.
"Kamu masih menyukai Chery?" Tanya Mahardika, mengingat bagaimana Oliver dan Chery datang menemuinya, bersama Axel (ayah Oliver) dan Wena (ibu Oliver). Hanya untuk sebuah pertunangan konyol yang membuat leher Mahardika terikat untuk melindungi pemuda ini.
"Menurut paman?" Oliver bertanya balik tanpa ekspresi.
Mahardika menghela napas, kembali mengunyah."Apa yang kamu inginkan?"
"Aku ingin pemutusan pertunangan." Jawaban Oliver telah memikirkan segalanya. Bagaimana dirinya bisa tetap bersama dengan anak dari orang yang telah membunuh kedua orang tuanya.
Mahardika menghentikan sejenak gerakan tangannya yang tengah mengiris daging."Chery dari kecil begitu keras kepala. Jika ingin memutuskan pertunangan, lakukan pelan-pelan. Jangan menyakiti hatinya."
Tiba-tiba saja Oliver tersenyum, tangannya gemetar, air matanya mengalir."Pembunuh..."
"Pembunuh?" Tanya Mahardika tidak mengerti.
"A...aku memikirkan berbagai cara untuk membalas kematian kedua orang tuaku, termasuk menyingkirkan Chery. Agar kamu merasa kehilangan seperti yang aku rasakan." Nada suara bergetar, menahan amarah, tapi wajah Oliver terlihat tersenyum.
"Aku yakin kamu cukup picik seperti ayahmu, Axel. Mengingat dalam empat tahun bocah sepertimu sudah menjadi CEO yang cukup kompeten. Hingga aku sempat berfikir untuk mengundurkan diri dari perusahaan." Mahardika menghela napas, kembali melanjutkan mengiris daging di hadapannya.
"Semua bukti mengarah padamu. Kamu menjadikan Chery sebagai bidak catur bukan!?" Tangan Oliver mengepal, pertunangan, segalanya... Mahardika merencanakan semuanya, termasuk Chery yang mendekatinya.
Tapi.
Mahardika tertawa, benar-benar menertawakan pemuda di hadapannya."Kita memang kurang dekat. Tapi jujur saja aku tidak sudi menerima pertunangan kalian. Jika bukan karena Chery yang memelas sambil membuatkan teh lemon madu untukku."
Oliver terdiam sejenak menatap Mahardika.
"Ingat kedua orang tuamu dulu selalu membawamu menemui Chery. Bahkan dengan sengaja menyekolahkan kalian di tempat yang sama. Benar-benar Axel sialan!" Umpat Mahardika, mengingat mendiang sahabat sekaligus majikannya.
"Jika memang bukti yang kamu kumpulkan mengarah padaku, aku tidak dapat berkata-kata apa-apa, selain kita buktikan sendiri di pengadilan. Tapi mengingat kamu belum membawa masalah ini ke jalur hukum, itu artinya bukti yang kamu miliki belum cukup." Lanjut Mahardika, memakan potongan kentang.
"Oliver, kamu sudah cukup dewasa dan cerdas. Jadi seharusnya kamu tau, aku membencimu, aku juga membenci kedua orang tuamu, yang dengan sengaja menjodohkan mu dengan Chery. Dari kecil putriku yang paling cantik dan manis sudah dicekoki sugesti oleh kedua orang tuamu, bahwa kamu adalah calon suaminya. Sialan! Dasar setan..." Mahardika menggebrak meja, mengingat segalanya kala dirinya tengah bepergian ke luar negeri. Mereka mulai mengoceh tentang perjodohan masa depan yang gila.
Oliver hanya tertunduk tidak mengerti, bukankah seharusnya Mahardika membela diri, atau mengakui segalanya.
"Intinya aku benar-benar ingin membunuhmu, jika saja Chery tidak mencintaimu. Kedua orang tuamu menggunakan Chery sebagai rantai yang mengikat leherku, agar tetap tinggal di perusahaan dan melindungi anak mereka yang masih terlalu muda. Dasar majikan setan! Sial!" Umpat Mahardika, bangkit dari tempatnya duduk, menendang kursi.
Kemudian merapikan jasnya sendiri."Sementara ini, jangan coba-coba memutuskan pertunangan. Kecuali Chery sudah cukup jenuh denganmu, dan tidak sedih jika putus nanti. Bidak catur sial!" Ancaman Mahardika, menutup pintu dengan kasar.
Hal yang membuat Oliver terdiam sesaat. Jauh dalam dirinya berharap Mahardhika bukan tersangka pembunuhan kedua orang tuanya. Tapi berbagai bukti dan keterangan detektif?
Tapi.
"Ibu dan ayah menjodohkan kami untuk membuat Mahardika melindungiku? Mengikat leher Mahardika?" Gumamnya, mencoba mengingat segalanya.
Mahardika terlalu disibukkan oleh berbagai pekerjaan. Hampir setiap hari Wena (ibu Oliver) membawanya ke rumah Mahardika dengan alasan untuk menghibur Chery yang baru saja kehilangan ibunya akibat sakit.
Memang... terkadang kalimat itu terdengar dari mulut Wena. Chery akan menjadi pengantin Oliver yang cantik.
Bahkan dari Axel yang menjemput mereka sepulang dari kantor."Kalian akan menjadi pasangan suami-istri yang serasi."
Mengingat kembali, Mahardika memang hanya sekedar tersenyum saat itu. Tidak terlihat mengiyakan atau menyukai segalanya.
Jika Chery bukan boneka Mahardika untuk memiliki segalanya...malah Mahardika yang selama ini melindungi Oliver karena berstatus sebagai tunangan Chery.
Maka.
Berhati-hati? Bukankah itu sifatnya. Oliver melangkah keluar dari private room. Mendekati meja kasir restauran.
"Boleh aku meminjam telepon?" Tanyanya kali ini, bukan detektif profesional. Oliver menghubungi temannya ketika SMU, seorang detektif amatir. Tidak juga menggunakan handphonenya, berbagai hal ada di otaknya saat ini.
Hampir semua detektif memberikan hasil investigasi yang sama. Apa handphonenya disadap, hingga mungkin ada orang yang mengetahui detektif mana saja yang disewa olehnya?
Sebuah hal gila yang ada di otaknya, walaupun kecil kemungkinannya. Hanya menginginkan bersama dengan Chery, pengantin kecilnya.
kedatangan erza dan raiza bikin kejutan besar buat oliver
😅😅😅😅😅😅
ternyata udah up 3 part aja
makasih thor
walau aju bacanya sering telat
pasti seruuuuuuu
"itu anak mu dgn Cherry" hehe