Datang Untuk Membalaskan Dendam Sang Kembaran

“Arrrrggghhhhh!”

Keadaan Rumi makin lama makin mengkhawatirkan. Selain kerap mendadak histeris sekaligus berhalusinasi. Rumi juga tak segan mel ukai diri nya sendiri. Rumi selalu mengabarkan bahwa Sasy jadi hantu.

Di mata Rumi, ia memang melihat Sasy. Fatalnya, yang Rumi lihat, Sasy dalam keadaan menyeramkan. Kepala Sasy re muk dan da rah segar terus mengucur, persis seperti alasan Sasy meninggal.

Kondisi Rumi yang tak memungkinkan menjalani hukuman, membuat gadis itu dipindahkan ke RSJ. Jadi, dari semua pelaku kasus Chilla, hanya Rumi dan Liara saja yang tak menjalani hukuman. Bedanya ketika Rumi jadi ODGJ, Liara justru belum ditemukan.

***

[Harusnya si pe kok Pendi juga dihukum. Enak saja, dia terima ena knya, para wanita jadi korban. Si pek ol Pendi cuma enggak jadi dilantik!]

Sederet protes dari masyarakat luas di sosial media, menyerukan agar pak Pendi mendapatkan balasan setimpal pula. Aqilla memantaunya melalui ponselnya. Beritanya kembali ramai karena masyarakat luas khususnya ibu-ibu, berharap pak Pendi mendapatkan balasan setimpal. Apalagi gara-gara pak Pendi juga, Sasy mere gang nyawa, ibu Srikandi dipenjara seumur hidup karena terbukti melakukan p embunuhan berencana, sementara Rumi dipastikan menjadi ODGJ.

“Biar masyarakat luas yang menjadi haki m tertinggi untuk si peko k Pendi saja. Sekarang, tugasku beneran sudah selesai,” tenang Aqilla yang berbicara di dalam hati.

Aqilla berdiri di depan semua rumah semi permanen. Lokasinya agak jauh dari jalan raya, tetapi masih ada di sekitar Bogor bendungan Chilla sempat dibua ng, berada.

Ada laporan dari pihak mafia yang membantu Aqilla, bahwa di sana ditemukan makhluk langka mirip manusia. Namun setelah diselidiki, para mafia yakin, makhluk langka itu justru Liara.

Selain sekujur tubuh Liara terbakar termasuk kepalanya, suara lirih Liara juga masih bisa Aqilla kenali.

“Harusnya saat kejadian, enggak separah ini. Namun karena mungkin sudah satu bulan berlalu, dan sepertinya telat penanganan medis, jadinya ... ya ampun miris sekali keadaan Liara. Percaya enggak percaya, aku yakin melalui ini sebenarnya Allah sedang tegur dia!” batin Aqilla. Ia membiarkan Liara diboyong menggunakan mobil untuk mendapatan penanganan yang lebih baik, ketimbang dirawat ala kadarnya di sana.

Penolong Liara merupakan sepasang paruh baya yang menjalani hidup jauh dari masyarakat umum. Rumah mereka jauh dari keramaian, ada di pekarangan luas mirip hutan kecil, dan tak memilki tetangga. Keduanya menjalani hidup serba kekurangan dan boleh dibilang ala kadarnya. Selain itu, keduanya juga tak sampai melaporkan penemuan Liara ke pihak berwajib.

“Mungkin ini sudah takdirnya Liara. Andai saat itu dia cukup menyerah kan diri. Pasti orang-orang bahkan mungkin Allah, akan jauh lebih bersimpati,” batin Aqilla yang bersiap naik motornya tak lama setelah mobil yang membawa Liara, pergi dari hadapannya.

Sebelum Aqilla benar-benar pergi, Aqilla yang kembali memakai jaket pemberian Stevan, sengaja pamit kepada sepasang paruh baya di sana. Keduanya jadi sangat memperhatikannya setelah ia memberikan amplop berisi uang cukup banyak.

“Hati-hati ....” Kedua paruh baya itu berseru dan melepas kepergian Aqilla penuh ketulusan.

“Kenapa mereka sampai terdampar di sini? Apa yang dilakukan anak-anaknya?” pikir Aqilla yang malah jadi merasa tertampar sendiri.

Diam-diam, keputusan Aqilla akan kembali lanjut sekolah di luar negeri, membuat Aqilla takut. Aqilla takut, kepergiannya akan membuat potret sepasang paruh baya tadi, juga dialami oleh kedua orang tuanya.

“Bukan ... jelas beda. Alasanku keluar negeri dan membuatku meninggalkan orang tuaku, murni untuk belajar. Agar bisa jadi bekal di masa depan!” Aqilla meyakinkan dirinya sendiri agar dirinya tidak goyah.

Semula, perjalanan baik-baik saja. Sampai akhirnya Aqilla memasuki jalan raya. Ia yang tak lagi dikawal seorang mafia dan sama-sama memakai motor, terjebak di lampu merah terbilang parah.

“Panas banget. Minum dulu,” ucap suara bariton dari sebelah dan sudah langsung Aqilla kenali sebagai suara Stevan. Benar saja, di sebelahnya san sampai mengulurkan sebotol air mineral, memang Stevan.

Tak beda dengan Aqilla, Stevan juga memakai motor. Helem, jaket kulit, sarung tangan hitam, dan juga sepatu, membuat Stevan tampak sangat siap berkendara dalam jarak jauh.

Aqilla menatap aneh Stevan. “Kamu sengaja mengikuti aku?”

“Aku hanya bosan, dan kebetulan melihatmu keluar dari rumah pakai ... motor.” Walau tidak sampai mengatakannya, Stevan juga merasa sangat bahagia lantaran jaket pemberiannya masih Aqilla pakai.

Meski Aqilla tidak tahu, jaket itu dari Stevan. Stevan tetap merasa sangat bahagia.

Tanpa Stevan dan Aqilla ketahui, kebersamaan mereka justru terendus oleh Chilla dan Oskar. Di depan sana dan berlawanan arah dengan kebersamaan Stevan Aqilla, Chilla dibonceng Oskar.

“Hah, iya ... sepertinya itu memang kak Stevan! Eh tapi, dia kasih minum ke siapa?” pikir Chilla masih sibuk menjaga jarak dari Oskar. Ia duduk di ujung motor, tetapi Oskar terus memepetnya.

“Oskar ... Oskar ... ternyata itu kak Stevan. Tolong bawa aku ke sana!” rengek Chilla.

Sebenarnya, awalnya Chilla tidak melihat bahwa di sebelah Stevan ada Aqilla. Hanya saja karena Aqilla haus dan membuatnya wajib membuka tuntas kaca helm, kedua sejoli di depan sana jadi melihatnya.

Chilla yang sempat antusias, langsung jadi sedih. Chilla tidak bisa untuk tidak berpikir kurang baik. Apalagi cara Stevan memperlakukan Aqilla, menegaskan bahwa kekasihnya itu sangat menyayangi Aqilla. Lihat saja, Stevan sampai memberikan sapu tangan warna biru telur bebeknya, tetapi Aqilla menolak.

Beres minum, Aqilla kembali menurunkan kaca helm yang dipakai. Aqilla segera meninggalkan Stevan karena lampu merah untuk mereka sudah berakhir.

“Mereka pergi bareng. Janjian, apa bagaimana? Apa malah, ... kak Stevan berpikir dan mengira kak Qilla justru aku?” pikir Chilla yang jadi cemburu lantaran meski sudah ditinggal bahkan diabaikan Aqilla, Stevan tetap menyusul.

Stevan menjelma layaknya satelit Aqilla. Namun tanpa ragu, Oskar sengaja menyusul kemudian bergabung.

Kehadiran motor Oskar, sudah langsung membuat Aqilla mengenalinya, meski baru dari suara knalpotnya yang memang memiliki ciri khas. Aqilla ketar-ketir, apalagi dari ekspresinya saja, Chilla terlihat ngambek kepadanya. Chilla tampak jelas cemburu kepadanya yang kepergok motoran bareng Stevan.

***

Bismillahirrahmanirrahim. Kompak ya sampai bab 40. Terima kasih banyak buat kalian yang mau kompak ❤️