seorang CEO cantik, seksi, dan galak, yang terjebak dalam dinamika dunia kerja dan cinta. Dia harus menghadapi tantangan dari mantan suaminya, mantan pacar Tanier, dan berbagai karakter wanita seksi lainnya yang muncul dalam hidupnya. Tanier, karyawan Lieka yang tampan, sabar, dan kocak, berjuang untuk memenangkan hati Lieka dan membantu perusahaan mereka bertahan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tanier alfaruq, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32: Menghadapi Tantangan Bersama
Lieka duduk di ruang kerjanya dengan kepala yang penuh pikiran. Proyek besar yang sedang mereka jalani tidak hanya menuntut fokus, tetapi juga pengorbanan emosional. Tanier, di sisi lain, tampak tenang meskipun beban kerja semakin meningkat. Ia merasakan tekanan dari berbagai arah—dari pihak manajemen, klien, dan terutama dari mantan suami Lieka, Sugi, yang seolah tidak ingin melepaskan ikatan yang ada.
"Lieka," Tanier memanggilnya dengan lembut, menariknya dari lamunan. "Kita harus membahas rencana presentasi untuk klien besok. Ini sangat penting bagi perusahaan."
Lieka mengangguk, berusaha menyatukan kembali pikirannya. "Iya, Tanier. Maaf, aku hanya... memikirkan banyak hal."
Tanier mendekat, mengamati wajahnya yang lelah. "Aku tahu semuanya terasa berat sekarang, tapi kita akan melaluinya bersama. Aku ada di sini untuk mendukungmu."
Dia tersenyum, sedikit terhibur oleh kata-kata Tanier. Namun, di dalam hatinya, rasa cemas tetap menggelayuti. Sugi tidak hanya akan menjadi tantangan profesional, tetapi juga emosional.
Mereka mulai mendiskusikan detail presentasi, dan saat Tanier menjelaskan beberapa ide, Lieka tak bisa menahan pandangannya. Dia terpesona oleh betapa mudahnya Tanier menyampaikan gagasan, penuh percaya diri dan karisma. Rasa kagum itu membangkitkan kembali perasaannya yang dalam terhadap Tanier.
Ketika rapat selesai, Tanier mengalihkan pembicaraan. "Bagaimana kalau kita beristirahat sejenak? Mungkin makan siang di luar?"
Lieka merasa ragu. "Tapi kita masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan."
"Beberapa menit tidak akan mengubah segalanya. Kita bisa memanfaatkan waktu ini untuk bersantai sejenak," Tanier bersikeras, dengan senyuman menawannya.
Akhirnya, Lieka setuju. Mereka berdua pergi ke restoran terdekat, dan suasana santai mulai mengalihkan perhatian dari semua tekanan yang ada. Tanier menceritakan beberapa lelucon yang membuat Lieka tertawa, dan dia merasakan beban di pundaknya mulai berkurang.
Saat mereka kembali ke kantor, suasana terasa lebih ringan. Namun, saat Lieka membuka pintu ruang kerjanya, dia dikejutkan oleh kehadiran Sugi yang menunggu di sana.
"Saya ingin berbicara denganmu, Lieka," katanya, suara dingin dan tegas.
Lieka merasakan jantungnya berdebar kencang. "Sugi, ini bukan waktu yang tepat."
Tanier berdiri di sampingnya, menghadapi Sugi dengan berani. "Kami sedang sibuk, Sugi. Mungkin lain kali."
Sugi menatap Tanier dengan tajam, rasa cemburu mulai meluap. "Ini urusan pribadi, Tanier. Lebih baik kamu pergi."
Tanier tidak tergoyahkan. "Lieka berhak untuk mendengarkan apa yang kamu katakan, tapi dia juga berhak menentukan pilihannya sendiri."
Lieka merasakan ketegangan meningkat. "Apa yang ingin kamu bicarakan, Sugi?"
Sugi melangkah maju, tidak peduli dengan kehadiran Tanier. "Aku hanya ingin mengingatkanmu tentang tanggung jawabmu. Anak-anak membutuhkanmu."
Lieka menahan napas, menyadari bahwa meskipun hatinya telah beralih, tanggung jawabnya sebagai seorang ibu tidak akan pernah pudar.
"Ini bukan hanya tentang kamu dan aku lagi, Sugi," jawab Lieka dengan suara tegas. "Aku tidak akan kembali ke masa lalu. Aku sudah move on."
Lieka menatap Sugi dalam diam, mencoba mencari kekuatan untuk berbicara tanpa terpengaruh emosinya. Sementara itu, Tanier tetap berdiri di sampingnya, siap mendukung. Kehadiran Sugi yang tiba-tiba di kantornya membawa bayang-bayang masa lalu yang tidak ingin dia ingat, tetapi dia tahu bahwa melarikan diri dari masalah ini bukanlah solusinya.
"Ini bukan hanya tentang kita, Lieka," lanjut Sugi, suaranya tenang namun penuh tekanan. "Kamu tidak bisa mengabaikan peranmu sebagai ibu hanya karena karier atau...," dia melirik Tanier dengan tajam, "hal lain."
Lieka menarik napas panjang, menenangkan dirinya. "Aku tidak pernah mengabaikan anak-anak kita, Sugi. Aku selalu ada untuk mereka, bahkan saat kita berpisah. Aku tahu tanggung jawabku."
Sugi mendekat, nadanya berubah menjadi sedikit lebih lembut. "Lieka, aku tidak ingin memperumit keadaan. Tapi aku merasa kita perlu mendiskusikan ini lebih serius—tanpa gangguan."
Tatapan tajam Sugi masih tertuju pada Tanier, yang sejak tadi tetap tenang. Tanier tahu bahwa ini adalah saat yang sensitif bagi Lieka, dan meski dia ingin membela kekasihnya, dia juga tahu bahwa ini adalah masalah keluarga yang membutuhkan penyelesaian dengan bijaksana.
"Lieka, jika kamu butuh waktu untuk berbicara dengannya, aku bisa menunggu di luar," kata Tanier dengan tenang, menawarkan jalan keluar yang damai.
Lieka menatap Tanier, matanya penuh apresiasi atas pengertian dan kesabaran yang selalu ditunjukkan lelaki itu. "Tidak, Tanier. Kamu bisa tetap di sini. Ini juga menyangkut kita."
Sugi tampak tidak senang mendengar itu, tetapi dia tahu bahwa Lieka sudah membuat keputusan. "Baiklah," katanya dengan nada menyerah, "aku hanya ingin memastikan bahwa anak-anak kita tetap mendapatkan perhatianmu, apa pun yang terjadi di antara kita."
Lieka mengangguk. "Aku tidak akan pernah mengecewakan mereka, Sugi. Itu sudah pasti."
Pembicaraan berlanjut dalam suasana yang agak tegang, tetapi dengan Tanier yang tetap berada di sampingnya, Lieka merasakan keberanian yang lebih besar untuk menghadapi mantan suaminya. Meski diskusi tersebut tidak menyelesaikan semua masalah, setidaknya mereka bisa mulai meredakan ketegangan yang ada.
Setelah Sugi akhirnya pergi, Lieka menghela napas panjang, melepaskan semua emosi yang tertahan selama percakapan. Dia memandang Tanier, yang tersenyum lembut kepadanya.
"Kamu baik-baik saja?" tanya Tanier sambil mendekat.
Lieka mengangguk, meski lelah terlihat jelas di matanya. "Aku tidak tahu apakah aku akan baik-baik saja tanpa kamu di sini."
Tanier tersenyum. "Aku akan selalu ada di sini, Lieka. Kamu tidak sendiri lagi."
Lieka merasakan dadanya menghangat mendengar kata-kata itu. Tanier selalu bisa menenangkannya, meskipun situasi sedang sangat sulit. Dengan perlahan, dia mendekatkan tubuhnya ke arah Tanier, merasa aman di pelukannya.
"Kamu selalu tahu apa yang harus dikatakan," kata Lieka sambil tersenyum kecil.
Tanier tertawa pelan, membelai rambutnya. "Karena aku tahu apa yang kamu butuhkan."
Mereka berdua berbicara pelan, mencoba melupakan ketegangan hari itu. Dalam suasana yang lebih santai, Lieka merasa beban di pundaknya mulai berkurang. Tanier adalah tempat pelariannya—seseorang yang selalu membuatnya merasa dihargai dan dicintai tanpa syarat.
Di tengah percakapan mereka, Tanier tiba-tiba menarik Lieka ke dalam pelukannya lebih erat, membuatnya terkejut namun tak melawan. Dia merasakan sesuatu yang lebih dalam antara mereka, hubungan yang tak lagi bisa dia abaikan. Mereka terdiam sesaat, mata mereka bertemu, dan dalam keheningan itu, keduanya tahu apa yang akan terjadi.
Setelah momen intim antara Tanier dan Lieka, keduanya tetap terbaring di sofa kantor Lieka, menikmati kehangatan satu sama lain. Namun, pikiran Lieka masih terganggu dengan kehadiran Sugi yang kembali muncul dan ancaman dari masa lalu yang sepertinya tak akan pernah pergi begitu saja. Meski sudah lama bercerai, Sugi selalu punya cara untuk masuk ke dalam hidupnya lagi.
"Bagaimana menurutmu tentang Sugi?" Lieka bertanya sambil menatap ke arah jendela besar kantornya. "Apakah kamu pikir dia akan benar-benar pergi?"
Tanier menghela napas, menyandarkan tubuhnya di sofa dan mengusap lembut tangan Lieka. "Sugi memang tipe orang yang tidak mudah melepaskan sesuatu. Tapi aku yakin, selama kamu tegas dan yakin dengan keputusanmu, dia akan sadar bahwa tak ada tempat lagi baginya di hidupmu."
Lieka menatap Tanier, merasakan ketenangan dalam setiap kata-katanya. "Kamu selalu tahu cara membuatku merasa lebih baik."
"Tentu saja," Tanier tersenyum lebar. "Karena aku tahu apa yang kamu butuhkan. Dan apa yang kamu inginkan."
Meskipun Lieka merasa lebih tenang dengan Tanier di sisinya, ada ketidakpastian yang terus mengusik. Masalah dengan Sugi hanyalah satu bagian dari masalah yang dihadapinya. Di balik semua itu, perusahaan yang dipimpinnya tengah menghadapi tantangan besar—rivalitas bisnis yang semakin tajam, dan tekanan dari berbagai pihak yang ingin mengambil alih kekuasaannya.
"Kita harus lebih fokus pada proyek besar yang sedang kita tangani," Lieka berkata tegas, mencoba mengalihkan pikiran dari masalah pribadinya. "Ada banyak sekali tekanan dari investor, dan kalau kita tidak bisa menunjukkan hasil yang memuaskan, perusahaan ini bisa jatuh."
Tanier mengangguk, tahu betapa pentingnya perusahaan bagi Lieka. "Aku akan selalu mendukungmu. Apa pun yang kamu butuhkan untuk menyukseskan proyek ini, aku ada di sini."
Lieka merasakan semangat baru muncul dalam dirinya. Tanier bukan hanya pelarian emosional baginya; dia juga menjadi partner yang bisa diandalkan dalam kariernya. Meski hubungan mereka penuh tantangan, terutama dengan perbedaan usia dan latar belakang, Tanier selalu bisa membuatnya merasa yakin.
Namun, di tengah semua percakapan serius, pintu kantor tiba-tiba diketuk, dan sekretaris Lieka, Dina, masuk dengan tergesa-gesa.
"Maaf mengganggu, Bu Lieka," katanya, wajahnya terlihat tegang. "Ada masalah dengan klien besar kita. Mereka mengancam akan menarik investasi jika kita tidak bisa menyelesaikan laporan keuangan minggu ini."
Wajah Lieka langsung berubah serius. "Tarik investasi? Tidak mungkin kita bisa kehilangan mereka sekarang."
Dina mengangguk khawatir. "Saya sudah berusaha menenangkan mereka, tapi sepertinya situasinya cukup serius. Mereka ingin bertemu dengan Anda sesegera mungkin."
Lieka berdiri dari sofa, dengan segera berubah menjadi sosok CEO yang kuat dan tegas. "Baik, atur pertemuan itu secepatnya. Saya akan menghadapinya."
Tanier memandang Lieka dengan kekaguman. Meskipun baru saja berada dalam situasi emosional yang intens, Lieka bisa dengan cepat kembali ke perannya sebagai pemimpin yang kuat. "Kamu luar biasa," kata Tanier sambil tersenyum bangga.
Lieka menoleh ke arahnya, tersenyum tipis. "Kita tidak punya waktu untuk berleha-leha. Masalah seperti ini bisa menghancurkan semuanya."
Tanier berdiri dan merapikan pakaiannya. "Aku akan membantumu mempersiapkan pertemuan. Kita harus memastikan bahwa mereka tetap di pihak kita."