NovelToon NovelToon
CAMARADERIE (CINTA DAN PERSAHABATAN)

CAMARADERIE (CINTA DAN PERSAHABATAN)

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Diam-Diam Cinta / Cinta Murni
Popularitas:4.2k
Nilai: 5
Nama Author: Leova Kidd

Guliran sang waktu mengubah banyak hal, termasuk sebuah persahabatan. Janji yang pernah disematkan, hanyalah lagu tak bertuan. Mereka yang tadinya sedekat urat dan nadi, berakhir sejauh bumi dan matahari. Kembali seperti dua insan yang asing satu sama lain.

Kesepian tanpa adanya Raga dan kawan-kawannya, membawa Nada mengenal cinta. Hingga suatu hari, Raga kembali. Pertemuan itu terjadi lagi. Pertemuan yang akhirnya betul-betul memisahkan mereka bertahun-tahun lamanya. Pertemuan yang membuat kehidupan Nada kosong, seperti hampanya udara.

Lantas, bagaimana mereka dapat menyatu kembali? Dan hal apa yang membuat Nada dibelenggu penyesalan, meski waktu telah membawa jauh kenangan itu di belakang?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Leova Kidd, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Persahabatan di Atas Segalanya

 

“Bisa nggak sih kita membahas yang normal-normal saja?” Sepasang mataku mendelik kesal ke arah mereka. “Aku sayang Mas Raga, sama seperti aku sayang Ko Kevin. Jangan paksa aku untuk memilih satu dari satunya. Aku nggak bisa.”

“Tuh dengerin!” timpal Kevin penuh percaya diri. “Dengar sendiri kan jawaban dia apa!?”

“Koko juga!” semprotku semakin jengkel.

“Lah, kok aku? Emang aku ngapain?” Dia ikutan nge-gas. Maksudnya membela diri, tapi ekspresinya... asli, tengil enggak karuan. “Emang aku pernah nyuruh kamu milih?”

“Barusan!” pekikku kesal.

“O iya.” Dia nyengir seraya menggaruk pelipisnya. “Sekali doang.”

“Kalian saling suka, dan hanya demi aku, demi menjaga perasaanku, kalian berusaha menutupi hal itu.” Akhirnya Raga bersuara. Sebuah sikap yang justru membuat aku bertambah gelisah. “Terima kasih untuk loyalitasnya, tapi seharusnya tidak begitu sikap seorang sahabat. Yang kalian lakukan selama ini sama saja mendustai aku, menipu aku, dan itu jauh lebih melukai perasaan.”

“Nggak ada maksud kayak gitu! Kamu yang nggak paham!” tukas Kevin sewot. “Nggak semua perasaan harus diungkapkan, Ga. Ada yang sebaiknya dipendam.”

“Tapi kalian nggak jujur sejak awal. Coba jujur, nggak akan ada salah paham.”

“Maksud kamu jujur itu jujur yang bagaimana?” Kevin terus mendesak Raga dengan debat demi debat. “Andai kamu jadi aku, melihat sahabatnya begitu bersemangat mengejar seorang gadis, apa kamu tega merusak semangatnya hanya demi keegoisan bernama cinta? Come on, lah, dude! Mungkin aku kayak nggak peduli sama sahabat. Tapi, bagaimanapun juga, sahabat itu salah satu hal berharga dalam hidup aku. Terlebih sahabat itu adalah kamu.”

“Makasih, loh. Kamu berhasil membuatku terlihat seperti pecundang tolol.” Suara Raga terdengar sinis.

“Mas, rasa suka itu artinya luas, ‘kan?” Aku menyahuti ucapan Raga. “Suka bukan berarti harus menjadi kekasih, bukan harus memiliki dalam artian lebih dari sahabat. Yang penting senyamannya kita saja, bagaimana menjalani rasa suka tersebut.”

“Apa selama ini kamu merasa nyaman?” Sepasang mata sipit menikamku tajam. Seketika aku gelagapan. “Kalau aku mau jahat, di sini seharusnya kamu yang pantas disalahkan, Nada! Semua kesalahpahaman bermula dari kecurangan yang kamu berikan ke kami.”

Wajahku menghangat seketika, seakan darah berhenti mengalir. Malunya bukan main mendengar Raga bicara demikian. Ditambah lagi, aku tak memiliki dalih untuk menyanggah ucapan tersebut. Memang betul, semua berawal dari aku.

“Nada pasti memiliki alasan tersendiri, kenapa bersikap demikian.”

Ya Tuhan, Kevin membelaku. Kejadian ini harus diabadikan dalam sejarah. Tanggal 18 Agustus 2002, untuk kali pertamanya Kevin membelaku di hadapan Raga.

“Cobalah untuk melihat masalah ini dari berbagai sisi,” imbuh Kevin kemudian.

“Sudah jelas aku hanya dianggap mainan!”

“Ng-nggak, Mas! Bukan begitu!” sahutku gugup.

“Mungkin Nada memang tidak siap kehilangan salah satu di antara kita.”

Tanpa sadar, kepalaku mengangguk beberapa kali, mengamini semua pernyataan Kevin. Tak kusangka si gunung es tersebut begitu bijak dalam memahami perasaanku.

“Jujur aja, aku merasa nyaman dengan Mas Raga. Aku nggak mau kehilangan Mas Raga. Tapi, aku juga nggak bisa berhenti peduli sama Ko Kevin,” ujarku kemudian seraya menunduk dalam-dalam. Bahkan untuk mengangkat wajah pun, rasanya sudah tak ada nyali. Situasi saat itu betul-betul membuatku malu tujuh turunan delapan tanjakan dan sembilan belokan.

“Terus maunya kamu tuh apa?” Raga menatapku masih dengan ekspresi sinisnya.

“Nggak bisakah kita tetap seperti ini?” Aku menguatkan mental untuk mengangkat wajah, menatap sepasang mata Raga dalam-dalam, dan menyelami samudera yang tersembunyi dalam telaga bening itu. “Nggak bolehkah aku tetap memiliki kalian, tanpa harus kehilangan salah satunya? Memiliki kalian sebagai sahabat, sebagai kakak, seperti dulu.”

“Tuh, bener kata Nada!” timpal Kevin tengil. Sumpah ya, melihat dia bicara dengan lagak begitu, rasa pengen aku jedotin kepalanya ke dinding turap di depan kami. “Ada yang jauh lebih penting di atas kepentingan cinta, yaitu persahabatan.”

Raga menghela napas pelan, lalu berkata dengan putus asa, “ah, sudahlah! Atur aja bagaimana kebahagiaan kalian.”

Setelah berkata demikian, pemuda itu melangkah pergi meninggalkan aku dan Kevin. Sebelumnya, dia menyempatkan diri untuk mengusap kepalaku. Hanya sekilas, sambil berlalu.

Aku berusaha menahan kepergian cowok itu melalui kata-kata. “Kita bahagia bersama ya, Mas! Bukan hanya kami, tapi Mas Raga juga! Kita bersahabat seperti dulu lagi, ya? Nggak usah mikirin cinta.”

Namun, pemuda itu memilih untuk tetap hengkang, tanpa memedulikan ucapanku. Aku dan Kevin saling pandang. Kevin hanya mengedikkan bahu. Aku juga tidak mau terlihat norak dengan mengejar, menarik baju atau menghalau menggunakan kedua tangan. Atau lebih ekstrem lagi, menangis meraung-meraung sambil bersimpuh dan memeluk kakinya.

Ini bukan drama televisi.

Sepeninggal Raga, tiba-tiba Kevin menatapku aneh. Sorot matanya berbeda dari biasanya. Bibirnya menyunggingkan senyum lembut. Hilang sama sekali kesan gunung es yang selama ini kusematkan terhadap dirinya.

“Aku nggak nyangka lho, ternyata gadis bego yang aku maksud kemarin malam itu kamu,” ledeknya lirih, coba menggodaku. Senyum usilnya membuatku tersipu malu dan menunduk dalam. “Dasar gadis bego!”

“Jadi ini salah satu usaha Koko untuk menyadarkan si gadis bego?”

“Iya. Sebelum begonya permanen.”

“Koko juga terlalu picik menilai perasaan. Tidak semua hal harus berhubungan dengan materi. Memangnya ada jaminan si gadis bego akan lebih bahagia bersama Mas Raga karena dia anak orang kaya? Alih-alih dengan Koko yang katanya tidak punya apa-apa.”

“Eh, aku tuh berusaha realistis, ya!” Dia membelalakkan mata, bersikap sok galak. “Karena sama halnya dengan Raga, aku juga pengen lihat kamu bahagia.”

Aku jadi jengkel sendiri. Sambil mendengkus kesal, kulirik sinis sosok di hadapanku.

“Kebahagiaan nggak melulu tentang materi. Bahagia itu adanya dalam hati. Hanya yang merasakan yang tahu,” tukasku dengan sikap senewen.

“Someday, kamu pasti paham apa alasanku berkata ‘tidak’ hari ini.”

“Apa Koko pikir aku menginginkan kata ‘iya’ dari Koko? No way! Walau Mas Raga maksa, aku juga nggak akan mau sama Koko!”

“Dih? Kok gitu?” Suara Kevin terdengar kesal.

“Ya karena aku nggak mau egois. Setidaknya satu kali saja dalam hidupku.”

“Ini aja kamu sudah egois, wahaaai Nada!”

“Yang penting aku nggak melukai lebih banyak orang.”

“Maksudnya?”

“Andaipun benar kita saling suka, kalau aku menuruti permintaan Mas Raga tadi, akan ada satu orang lagi yang terluka selain dia.”

“Siapa?” Sepasang alis tebal yang terlihat seperti semut berbaris rapi itu saling bertautan.

“Hana.”

Refleks, Kevin melengos dan berdecap lirih. “Dia lagi,” desahnya terlihat tak suka. “Hana tuh anak kecil. Nggak usah kau hiraukan. Masih SMP gitu, paling ya cinta-cinta monyet aja.”

“Sudah aku bilang, ‘kan? Aku nggak mau egois. Terhadap apapun, dan siapapun, termasuk dia.”

“Lalu, kamu akan bersikap kayak Sipit? Nyuruh aku nerima Hana demi rasa nggak enak hati, gitu?”

“Dih, kapan aku ngomong gitu!” sengitku seraya memandangi pemuda berwajah cute itu dengan tatapan nelangsa.

“Memang belum ngomong, tapi aku sudah bisa menangkap arah pembicaraanmu.”

“Au ah!”

Kutinggalkan Kevin sendirian, membawa gondok dalam hati. Di benakku ada berbagai macam rasa, tetapi aku kesulitan menemukan kalimat untuk mengungkapkannya. Pilihan terbaik adalah kabur.

Kevin mengejarku. Bukan untuk menahan supaya jangan pergi, melainkan untuk menjajari langkahku meninggalkan tempat tersebut. Dan ketika melihatku merengut, cowok itu tertawa lirih, lalu merangkul kepalaku dengan gemas.

“Nggak, nggak! Aku janji nggak akan menyukai Hana, nggak akan menyukai siapa-siapa. Sudah, jangan manyun begitu! Jelek, tau!”

“Apaan, sih?” sewotku. “Terserah mau suka sama siapa juga, bukan urusanku!”

“Ha ha ha, beneran?”

“Bodo amat!”

“Serius nggak cemburu?”

“Bodo amat!”

“Ha ha ha!”

Untuk saat ini, biarlah kami tetap seperti ini. Menikmati indahnya kasih sayang dalam bingkai persahabatan. Kelak, dengan siapa kami bakal dipersandingkan, Tuhanlah yang punya kuasa menentukan.

Aku mengikhlaskan segala rasaku, seperti halnya Raga dan Kevin mengikhlaskan rasa mereka. Tugas kami masih panjang. Mereka berdua baru akan memulai langkah baru. Sementara aku, harus menyiapkan diri untuk menyambut masa itu.

Cinta bukan tentang memilih dan dipilih. Dia ada dan tumbuh bersama kenyamanan. Tak perlu dipilih, tak harus memilih, siapa yang mampu bertahan, dialah sang pemenang. Walaupun soal hati tak bisa disamakan dengan kompetisi.

Hari itu, aku bahagia. Akhirnya si gunung es berhasil aku taklukkan setelah perjuangan panjang nan melelahkan. Meski proses pendakiannya menempuh jalur yang penuh liku, sesampainya di puncak, terbayar sudah segala penat dalam perjalanan.

Mengetahui bahwa perasaan yang selama ini terpendam ternyata tak bertepuk sebelah tangan, aku rasa sudah lebih dari cukup. Bagiku tak ada alasan lagi untuk melanjutkan perasaan tersebut. Mungkin apa yang selama ini aku rasakan terhadap Kevin itu bukan cinta, melainkan rasa penasaran saja. Dan hari itu aku bertekad untuk mengusaikannya.

Esok, mereka bisa berangkat menimba ilmu di kota orang tanpa harus membawa beban. Dan aku merelakan tanpa dibayangi kegamangan.

Hari itu,

Sekembalinya dari Telaga, kusampaikan kabar tersebut kepada Raga. Bahwa aku sayang mereka berdua dengan porsi yang sama. Aku tidak bisa kehilangan satu dan yang lainnya. Kukatakan bahwa persahabatan kami, bagiku adalah segalanya.

Entah dia percaya atau tidak, yang jelas dia masih Ragaku. Raga yang selalu tersenyum, bahkan dalam keadaan marah sekalipun. 

 

🍁🍁

 

Sejatinya, remaja belum membutuhkan cinta dalam pengakuan berbeda. Yang mereka butuh hanyalah kasih sayang ekstra, di samping kasih orang tua. Tak perlu mengikatkan diri dalam janji yang belum pasti. Itu hanya akan berdampak sakit hati apabila terjadi ingkar di suatu hari.

Alangkah lebih indah apabila masa remaja diisi dengan kegiatan positif, yang tentunya akan menghasilkan hal positif pula. Untuk apa pacaran jika keberadaan sahabat bisa membawa kebahagiaan? Sahabat itu lebih tulus, tanpa modus, tipis risiko untuk putus. Sementara pacar bisa menjadi penghalang untuk kita berkarya, mengembangkan kemampuan sesuai yang kita angankan.

Raga, Kevin, dan aku... kami pernah merasakan tersiksanya perasaan ketika yang dipikirkan hanya diri sendiri. Namun, saat saling memikirkan satu sama lain, beban itu menguap begitu saja. Kami tidak pernah berusaha menghapus perasaan. Kami biarkan semua mengalir bersama waktu, sesuai dengan kehendak semesta. Yang kami lakukan hanya berusaha mengendalikan, sebab masih banyak hal lain yang harus menjadi pertimbangan.

 

🍁🍁

 

 

 

 

1
𝕻𝖔𝖈𝖎𝕻𝖆𝖓 menuju Hiatus
Hai ka
gabung yu gc bcm
caranya wajib follow akun saya ya
spaya bs sy undang mksh.
leovakidd
👍
Mugini Minol
suka alur ceritanya.. b8kin deh deg an.. jengkel juga sama sikap si nada.. bikin gemes.. juga sama si raga
leovakidd: masya Allah, makasih kakak 😍
total 1 replies
Kiran Kiran
Susah move on
leovakidd: pasukan gamon kita
total 1 replies
Thảo nguyên đỏ
Mendebarkan! 😮
leovakidd: Thanks
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!