Seorang pendekar muda bernama Panji Rawit menggegerkan dunia persilatan dengan kemunculannya. Dia langsung menjadi buronan para pendekar setelah membunuh salah seorang dedengkot dunia persilatan yang bernama Mpu Layang, pimpinan Padepokan Pandan Alas.
Perbuatan Panji Rawit ini sontak memicu terjadinya kemarahan para pendekar yang membuatnya menjadi buronan para pendekar baik dari golongan putih ataupun hitam. Sedangkan alasan Panji Rawit membunuh Mpu Layang adalah karena tokoh besar dunia persilatan itu telah menghabisi nyawa orang tua angkat nya yang memiliki sebilah keris pusaka. Ada rahasia besar di balik keris pusaka ini.
Dalam kejaran para pendekar golongan hitam maupun putih, Panji Rawit bertemu dengan beberapa wanita yang selanjutnya akan mengikuti nya. Berhasilkah Panji Rawit mengungkap rahasia keris pusaka itu? Dan apa sebenarnya tujuan para perempuan cantik itu bersedia mengikuti Panji Rawit?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ebez, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kakak Seperguruan
'Kakang Layang..
Aku sudah mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik,
Kakang tinggal bertindak setelah si bajingan Kartikabuana itu telah jatuh,
Sayembara ini akan menjadi akhir hidupnya,
Saat aku menguasai kursi pucuk pimpinan Perguruan Pedang Perak,
Aku akan patuh pada mu.. '
Demikian bunyi huruf huruf Jawa Kuno yang tertulis dalam surat di tangan Panji Rawit. Meskipun tanpa keterangan yang jelas tentang bagaimana cara pembunuhan itu dilakukan, tetapi jelas hal itu akan dilaksanakan pada saat sayembara.
"Apa kau tahu siapa itu Kartikabuana dan apa itu Perguruan Pedang Perak, Pramodawardhani?", Panji Rawit segera mengalihkan perhatiannya pada perempuan cantik di sampingnya setelah menggulung surat itu dan menyimpannya di balik bajunya.
" Setahuku, ada sebuah perguruan silat yang memiliki ratusan murid tak jauh dari sini, Kakang Rawit..
Namanya memang benar Perguruan Pedang Perak dan pimpinan nya adalah Mpu Kartikabuana. Tetapi untuk membunuh pendekar tua itu bukanlah sebuah hal yang mudah untuk dilakukan mengingat ia adalah seorang pendekar berilmu tinggi yang sudah kenyang malang melintang di dunia persilatan.
Tetapi nama Kakang Layang ini...", Pramodawardhani tak meneruskan omongan nya yang membuat Panji Rawit malah semakin penasaran.
"Teruskan omongan mu, Pramodawardhani. Apalagi yang kau ketahui?"
Pramodawardhani menghela nafas panjang sebelum kembali melanjutkan omongan nya.
"Sepengetahuan ku, Mpu Layang adalah nama asli pimpinan Padepokan Pandan Alas, Si Rajawali Beralis Putih. Tetapi seorang pendekar golongan putih seperti dia tidak mungkin juga terlibat dalam upaya pembunuhan ini karena Mpu Kartikabuana adalah kawan baiknya", mendengar uraian Pramodawardhani, Panji Rawit terhenyak. Wajahnya memerah dan tangan kanannya mengepal erat. Perubahan sikap Panji Rawit ini juga terbaca oleh Pramodawardhani.
"Kau kenapa Kakang Rawit? Apakah ada sesuatu antara kau dan Padepokan Pandan Alas? ", tanya Pramodawardhani segera.
" Ada sebuah kisah dalam hidup ku yang berkaitan erat dengan Padepokan Pandan Alas, Pramodawardhani... "
Panji Rawit yang tak ingin menutupi lagi masalahnya dengan Padepokan Pandan Alas lalu menceritakan semuanya. Mulai dari ia turun gunung, melihat kematian seluruh anggota keluarga orang tua angkatnya hingga ia bertemu dengan pendekar wanita asal Gunung Wilis itu. Hanya satu hal saja yang tidak ia ceritakan yakni perihal Keris Pulanggeni yang ada di pinggangnya saat ini.
"Itulah sebabnya kenapa aku begitu marah mendengar nama bajingan tua itu kau sebutkan", ujar Panji Rawit mengakhiri ceritanya.
" Kalau begitu, satu-satunya cara untuk membalaskan dendam mu pada Mpu Layang adalah saat ia keluar dari sarangnya adalah saat sayembara itu. Sebab ia pasti akan datang dengan sedikit orang.
Itu adalah satu-satunya kesempatan bagi mu untuk membalas kematian ayah angkat mu, Kakang Rawit. Kita harus ke Perguruan Pedang Perak untuk berpura-pura mengikuti sayembara ini ", kata-kata Pramodawardhani yang terakhir ini langsung membuat Panji Rawit begitu bersemangat.
"Eh kenapa kau sekarang memanggil ku Kakang?", tanya Panji Rawit sembari melangkah ke tempat peristirahatan nya.
" Kau lebih tua dari ku. Rasanya tidak sopan jika aku memanggil mu dengan nama saja", jawab Pramodawardhani mengikuti langkah sang pendekar muda.
Setelah keduanya cukup beristirahat, kedua pendekar muda ini pun segera melangkah ke arah Perguruan Pedang Perak yang ada di wilayah Pakuwon Sulang.
Karena menggunakan ilmu meringankan tubuh yang tinggi dan tak banyak beristirahat selama perjalanan, dalam waktu sehari semalam mereka berdua telah sampai di kawasan perbatasan barat Pakuwon Sulang yang menjadi markas Perguruan Pedang Perak.
Letih karena telah melakukan perjalanan jauh, Panji Rawit dan Pramodawardhani beristirahat di tepi sungai kecil berair jernih. Kebetulan saja perut mereka juga keroncongan karena hari telah menjelang siang. Matahari telah ada di atas kepala.
Pramodawardhani menyiapkan kayu kayu kering untuk membuat api sedangkan Panji Rawit mencari ikan ke sungai kecil itu. Api pembakaran mulai menyala saat Panji Rawit datang dengan membawa seekor ikan gabus sebesar lengan orang dewasa dan beberapa ekor belut yang cukup besar juga. Pramodawardhani langsung membakar kedua jenis ikan itu agar bisa secepatnya mengisi perutnya yang sudah keroncongan.
Sembari menunggu ikan bakar matang, Panji Rawit segera melangkah ke bawah pohon kelapa yang tingginya kurang lebih 10 tombak menjulang ke langit. Dengan mengandalkan tenaga dalam nya, dia menciptakan bilah tipis pada telapak tangan kanannya dan mengibas ke arah tandan kelapa muda yang ada diatas.
Shhhuuuuuuuuutttt...
Gelombang tipis berwarna biru redup melesat ke arah tandan kelapa muda. 4 buah kelapa muda langsung berjatuhan. Dengan cekatan, Panji Rawit menangkap dua kelapa muda yang jatuh. Akan tetapi kemudian, sesosok bayangan berkelebat cepat menyambar dua kelapa muda yang tersisa. Panji Rawit langsung melirik ke arah sosok lelaki paruh baya dengan rambut penuh uban yang mendarat 4 tombak jauhnya.
"Hehehehehe.. Kebetulan aku lagi haus jadi pas banget kalau kelapa muda ini jadi penghilang dahaga ku", ujar lelaki paruh baya dengan pakaian kecoklatan panjang ini sambil terkekeh kecil. Lalu dia menoleh ke arah Panji Rawit.
" Terimakasih ya anak muda untuk buah kelapa muda nya hehehehe.. "
"Kakek tua, aku tidak mencari kelapa muda itu untuk dirimu", geram Panji Rawit dengan tegas.
" Masih muda jangan terlalu pelit. Banyak amal supaya cepat dapat jodoh hehehehe.. ", kata si lelaki paruh baya itu tetap dengan gaya nyeleneh.
Saat itulah dari belakang, Pramodawardhani datang sembari menenteng dua tusuk ikan bakar yang masih mengepulkan uap panas. Matanya melebar kala ia melihat lelaki tua yang ada di hadapan Panji Rawit.
"Kakang Pangkaja, apa yang kau lakukan di tempat ini heh? "
Lelaki paruh baya itu langsung menoleh ke arah Pramodawardhani. Dengan senyum malu-malu, lelaki paruh baya yang rambutnya penuh uban itu meletakkan kelapa muda di tanah.
"Ternyata dia teman mu ya Ragil Kuning...
Maaf maaf aku tidak tahu. Kelapa muda mu aku kembalikan anak muda.. ", ucap Pangkaja sembari mundur selangkah ke belakang.
"Kau kenal dia, Pramodawardhani? ", Panji Rawit menunjuk ke arah Pangkaja yang terlihat seperti ketakutan melihat kemunculan Pramodawardhani.
" Tentu saja, dia adalah murid pertama guru ku Begawan Ciptaning di Gunung Wilis. Namanya Pangkaja si perjaka tua.
Kakang Pangkaja, kenapa kau bisa sampai di tempat ini? Bukankah kau ditugaskan untuk menjaga pertapaan? ", mendengar pertanyaan Pramodawardhani, Pangkaja menggaruk kepalanya yang membuatnya terlihat seperti seorang anak kecil yang ketakutan karena di marahi kakaknya.
" Aku ditugaskan guru untuk mengawasi mu. Beliau bilang kalau dia tidak tega membiarkan mu berkelana sendirian di dunia persilatan", ucap Pangkaja kemudian.
"Dasar guru..
Oh iya aku mau mengikuti sayembara di Perguruan Pedang Perak. Selepas ini kau tak perlu lagi mengikuti ku. Aku bisa menjaga diriku sendiri. Sebaiknya kakang segera pulang ke pertapaan untuk menemani guru..", tukas Pramodawardhani segera.
"Lah baru merasakan sahdu nya dunia luar sudah disuruh pulang lagi. Eh Pramodawardhani dengar ya, aku juga ingin melihat keramaian di Perguruan Pedang Perak. Jadi aku ikut dengan mu ya? Aku janji setelah sayembara berakhir, aku akan pulang ke pertapaan. Boleh kan? ", pinta Pangkaja dengan penuh harap.
" Bagaimana Kakang Rawit?"
"Terserah kau saja. Asal dia tidak mengacau, aku tidak keberatan", wajah Pangkaja langsung cerah mendengar jawaban Panji Rawit.
Setelah makan siang bersama dengan menyantap ikan dan belut bakar serta kelapa muda, kelompok Panji Rawit segera melangkah ke arah Perguruan Pedang Perak yang ada timur. Sepanjang perjalanan, mereka banyak bertemu dengan para pendekar yang ingin mengikuti sayembara tersebut.
Dua orang murid penjaga gerbang hanya melirik sekilas ke arah Panji Rawit, Pramodawardhani dan Pangkaja yang datang berbarengan dengan beberapa pendekar lainnya.
Di depan halaman Perguruan Pedang Perak, sebuah panggung kehormatan setinggi satu tombak berdiri kokoh. Beberapa orang lelaki dan wanita nampak duduk di kursi kayu jati yang ada. Sepertinya mereka adalah orang-orang terhormat yang diundang untuk menyaksikan acara ini.
Di tengah kerumunan penonton, Pramodawardhani mendekatkan dirinya ke arah Panji Rawit sambil menunjuk ke arah kursi yang berada di samping lelaki tua berpakaian serba putih. Dengan perlahan ia berbisik di telinga Panji Rawit,
"Yang beralis putih itu adalah Mpu Layang.. "
eh lha kok justru nyawa mereka sendiri yang tercabut 😆
modyar dengan express dan success 😀
bisa membuat tanah terbelah...keren! 👍
Ajian Malih Butha tak ada gregetnya di hadapan Lokapala 😄
up teruus kang ebeezz..🤗🤗
tuh kan bnr iblis pencabut nyawa cmn skdr nama.
nyatanya nyawa mreka sndiri yg di cabut