Jesika terpaksa menggantikan adik angkatnya untuk menikah dengan pria kaya, tapi mentalnya sakit. Namun, keterpaksaan itu membawa Jesi tahu akan seberapa tersiksanya kehidupan Jonathan dengan gangguan mental yang dia alami.
Mampukah Jesi menyembuhkan sakit mental sang suami? Lalu, bagaimana jika setelah sakit mental itu sembuh? Akankah Jona punya perasaan pada Jesi yang sudah menyembuhkannya? Atau, malah sebaliknya? Melupakan Jesi dan memilih menjauh. Temukan jawabannya di sini! Di Suamiku Sakit Mental.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
*Episode 32
"Mila? Adik Jesika?"
"Adik angkat maksud kamu?" Sesilia berucap dengan wajah ketus seperti tidak menyukai Mila.
Mila sedang sangat kesal dengan wajah dan tanggapan yang tidak seperti yang dia harapkan dari mama Jona. Namun, sebisa mungkin dia tetap memperlihatkan sisi sabarnya yang hanya sesaat saja.
"Iya, tante. Aku adik angkat kak Jesika. Dia papaku adopsi saat masih bayi. Entah siapa yang membuangnya di depan rumah kami. Tapi yang jelas, dia sekarang sudah menjadi bagian dari keluarga kami."
"Oh, kalian terlalu baik pada orang asing yang tidak ada hubungan darahnya dengan kalian."
Ucapan itu langsung menyadarkan Mila akan satu hal. Soal Jesi yang tidak diterima dengan baik oleh mama Jona.
Mila tertawa dalam hati. Hal tersebut adalah hal yang paling membahagiakan buatnya. Karena dia merasa, itu adalah kesempatan emas untuk mempermudah dirinya merebut Jonathan dari Jesika.
"Tante ... jangan ngomong seperti itu. Mamaku sangat menyayangi kak Jesi. Mereka menyayangi kak Jesi lebih dari aku, anak kandung mereka sendiri." Kini, Mila langsung memasang raut sedih di wajahnya.
"Apa? Yang benar saja kamu. Masa iya dia disayangi lebih dari kamu. Kasihan sekali nasibmu kalo gitu."
Lagi-lagi, Mila tertawa dalam hati. Ucapan Sesilia barusan membuat dia semakin ingin bersandiwara dengan lebih keras dan baik lagi.
Mila pun langsung memperlihatkan wajah tak berdayanya pada Sesilia.
"Aku ... hisk. Sudah nasibku seperti itu, Tante. Jesika itu pintar bicara. Juga pintar mengambil hati semua orang yang ingin dia taklukkan. Jadi, itu bukan hal sulit bagi dia untuk menyingkirkan aku dan mendapatkan kasih sayang kedua orang tuaku." Mila pun berucap dengan air mata yang susah payah dia keluarkan.
Melihat hal itu, sebuah ide tiba-tiba saja melintas di kepala Sesilia. Ide jahat untuk menyingkirkan Jesika dari anaknya dengan secepat mungkin tentunya.
'Seperti, gadis ini bisa aku manfaatkan untuk menyingkirkan Jesika dari Jonathan. Mm ... tidak masalah mendekatkan dia dengan Jona. Karena bagaimanapun, dia juga anak kandung dari Emily. Latar belakangnya cukup jelas. Tidak seperti Jesika yang tidak tahu siapa dan dari mana asal usulnya itu.'
'Tapi ... sejujurnya aku juga tidak terlalu suka dengan gadis ini. Kelihatan banget kalau dia itu gadis manja. Mana mungkin Emily lebih mementingkan Jesika dari pada dia.'
'Ah, tapi itu semua tidak penting bagi aku. Karena yang terpenting itu, gadis ini juga sepertinya sangat tidak suka dengan kakak angkatnya itu. Jadi, aku bisa jadikan dia sebagai alat. Alat yang sangat berguna untuk menyingkirkan Jesi dari Jonathan.'
Sesilia cukup bahagia dengan apa yang dia pikirkan sekarang. Tanpa sadar, dia terus menatap Mila dengan tatapan bahagia. Yang tatapan itu Mila anggap sebagai tatapan suka akan dirinya.
'Bagus. Dia sepertinya sangat mudah untuk aku pengaruhi. Sekarang, umpan sudah di makan ikan. Tinggal aku tarik pancingnya, dan dapatkan ikan besar yang sangat aku inginkan.' Mila pula berucap dalam hati.
Begitulah, keduanya saling berpikir merendahkan satu sama lain. Saling berniat memanfaatkan untuk tujuan masing-masing.
Dua manusia licik bertemu. Yang ada, mereka hanya baik di depan, tapi saling menusuk di belakang. Sungguh, hal yang mengerikan dari dua orang manusia licik ini.
Lalu ... karena berniat untuk menjadikan Mila sebagai alat, Sesilia langsung memperlakukan Mila dengan baik. Dia mempersilahkan Mila datang ke kamar Jona untuk bertemu dengan Jesika yang kebetulan di jam seperti ini berada di kamar tersebut.
Tentu saja Mila sangat bahagia. Niatnya untuk bertemu dengan Jona akhirnya langsung terwujud tanpa ada halangan sedikitpun.
"Terima kasih banyak, Tante. Aku bahagia karena ingin bertemu dengan kakakku," ucap Mila sambil tersenyum sesaat sebelum dia meninggalkan ruangan tersebut.
Pelayan pribadi Sesilia langsung berkomentar setelah kepergian Mila meninggalkan ruangan tersebut. "Nyonya, apa ini baik? Maksudku, apa ini tidak salah, nyonya? Perempuan itu terlihat sekali kalau dia sedang berbohong."
Sesilia langsung tersenyum lebar penuh kemenangan. "Tidak. Ini tidak salah. Bahkan, ini adalah hal yang baik."
Pelayan itu langsung melirik majikannya dengan tatapan bingung. "Hal yang baik? Maksud, nyonya?"
"Aku tahu kalau dia memang terlalu banyak berbohong. Tapi, aku butuh dia untuk melancarkan rencana ku sekarang. Dia orang yang paling cocok untuk aku jadikan alat. Karena kebohongannya itu cukup tajam untuk aku jadikan senjata andalan."
"Rencana? Maksud, nyonya? Rencana apa?"
Lagi, pelayan itu semakin dibuat tidak mengerti oleh Sesilia.
Sementara itu, karena pelayan itu terlalu banyak tanya. Sesilia langsung memberikan tatapan tajam ke arah pelayan tersebut.
"Sejak kapan kamu jadi bawel seperti ini, Imah? Aku merasa kamu semakin menjadi-jadi sekarang ya. Kamu sudah bosan jadi orang terdekatku, hm?"
Pertanyaan itu tentu saja langsung membuat nyali si pelayan menciut. Seketika, dia langsung menundukkan wajahnya. Dengan rasa bersalah, Imah langsung mengucapkan kata maaf dengan suara pelan yang terdengar sangat bergetar karena ketakutan.