NovelToon NovelToon
Di Balik Bayangan Ambisi

Di Balik Bayangan Ambisi

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Wanita Karir / Karir / Office Romance
Popularitas:4.3k
Nilai: 5
Nama Author: Darl+ing

Kisah ini menceritakan hubungan rumit antara Naya Amira, komikus berbakat yang independen, dan Dante Evander, pemilik studio desain terkenal yang perfeksionis dan dingin. Mereka bertemu dalam situasi tegang terkait gugatan hak cipta yang memaksa mereka bekerja sama. Meski sangat berbeda, baik dalam pandangan hidup maupun pekerjaan, ketegangan di antara mereka perlahan berubah menjadi saling pengertian. Seiring waktu, mereka mulai menghargai keunikan satu sama lain dan menemukan kenyamanan di tengah konflik, hingga akhirnya cinta tak terduga tumbuh di antara mereka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Darl+ing, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Menginap

Dante memperhatikan Naya yang semakin terlelap di kursinya, kepalanya terkulai ke samping dengan napas teratur dan wajah yang terlihat tenang, meski sedikit memerah karena alkohol. Dengan keadaan seperti ini, jelas tidak mungkin membawa Naya kembali ke vila di atas motor, apalagi dalam hujan dan dingin seperti sekarang.

Ia melirik ke sekitar warung. Warung itu mulai sepi, hanya ada beberapa orang yang masih tersisa, dan pelayan sedang sibuk membersihkan meja. Dante berdiri, mendekati kasir, lalu bertanya dengan nada rendah, "Apakah ada penginapan terdekat di sekitar sini?"

Pelayan itu menatapnya sejenak, lalu mengangguk sambil menunjuk ke arah jalan. "Ada. Tidak jauh dari sini, cuma beberapa ratus meter ke arah timur. Penginapan sederhana, tapi cukup nyaman."

Dante mengangguk singkat, mengucapkan terima kasih, lalu kembali ke tempat duduknya. Ia menatap Naya yang masih tertidur dengan wajah tenang, jauh berbeda dari kesan tegas dan bersemangat yang biasa terpancar darinya. Ada sesuatu yang aneh melihatnya dalam keadaan seperti ini—rapuh, tanpa pertahanan, tanpa benteng yang biasa ia bangun di sekeliling dirinya.

Dante menghela napas panjang, mengangkat tubuh Naya dengan hati-hati, memastikan tidak membangunkannya. "Ayo," gumamnya pelan, meskipun tahu Naya tak akan mendengar. Dengan lembut, ia menopang tubuhnya di bahu, memegangi tubuh mungilnya dengan kokoh.

Dengan langkah mantap, Dante keluar dari warung menuju arah yang ditunjukkan pelayan tadi. Angin malam berembus dingin, membuat udara terasa menusuk tulang, tapi Dante terus melangkah tanpa berhenti. Penginapan yang dimaksud tak jauh, dan setelah beberapa menit berjalan, ia melihat papan kayu dengan tulisan "Penginapan Bukit Damai" terpajang di depan sebuah bangunan kecil tapi cukup bersih.

Ia mendorong pintu penginapan itu dengan kaki, langsung menuju meja resepsionis yang tampak sepi. Resepsionis, seorang pria paruh baya dengan kacamata, mengangkat alisnya saat melihat Dante menggendong seorang wanita yang tertidur.

“Satu kamar,” kata Dante singkat. Resepsionis itu mengangguk tanpa bertanya lebih lanjut, menggeser kunci kamar dan menyebutkan nomor kamar.

"Di lantai atas, kamar nomor 12," ucap resepsionis dengan nada datar.

Dante mengucapkan terima kasih dan mengambil kuncinya. Ia membawa Naya menaiki tangga menuju kamar tersebut, pintu kayu tua berderit saat ia membukanya. Kamar itu sederhana, sebuah tempat tidur berukuran sedang, meja kecil, dan satu jendela yang menghadap ke arah pegunungan. Tapi yang paling penting, tempat ini hangat dan nyaman, cukup untuk membuat Naya beristirahat dengan baik.

Dengan hati-hati, Dante menurunkan Naya ke tempat tidur. Wajahnya masih terlihat damai, meski sesekali bibirnya bergerak, menggumamkan kata-kata yang tidak jelas. Dante melepaskan jaketnya dan menutupinya dengan selimut tebal yang ada di atas ranjang, memastikan dia tidak kedinginan.

Ia berdiri di samping tempat tidur, menatap wanita yang tertidur di depannya. Ada perasaan campur aduk dalam dirinya, sebagian dari dirinya ingin tetap acuh seperti biasa, tapi di sisi lain, ia merasa anehnya bertanggung jawab atas kondisi Naya saat ini. Dia sudah menolongnya sejauh ini, meskipun Naya bukan orang yang mudah disukai, apalagi setelah semua yang terjadi di antara mereka.

Setelah beberapa saat, Dante memutuskan untuk duduk di kursi dekat jendela, membiarkan dirinya bersandar sejenak. Ia mengusap wajahnya yang lelah. Sudah lama ia tidak terlibat dalam situasi serumit ini—terperangkap antara kepedulian dan kebencian. Namun malam ini, ia memilih diam, membiarkan dirinya hanya mengamati situasi, sambil berpikir tentang apa yang mungkin terjadi selanjutnya.

Hening malam menyelimuti kamar, hanya suara napas Naya yang terdengar pelan di antara desiran angin dari luar jendela. Waktu berlalu dengan lambat, hingga akhirnya, Naya mulai bergerak sedikit, seolah mulai terbangun dari tidurnya yang lelap. Matanya setengah terbuka, menatap ke arah langit-langit dengan pandangan bingung.

"Di mana aku?" gumamnya pelan, suaranya serak dan samar.

Dante, yang masih duduk di kursi, berdiri dan berjalan mendekat. "Kau di penginapan, tidak jauh dari warung makan tadi. Kau mabuk, jadi aku membawamu ke sini."

Naya memejamkan mata, mencoba mengingat apa yang terjadi. Wajahnya tampak bingung, tapi akhirnya ia menyadari situasinya. "Oh… aku mabuk," katanya lirih, seolah-olah baru menyadari keadaan dirinya sendiri.

"Ya," jawab Dante singkat. "Dan aku harus membawamu ke sini karena kau tidak bisa dibawa pulang dalam keadaan seperti itu."

Naya terdiam sejenak, matanya menatap Dante yang berdiri di samping tempat tidur. Tatapannya kosong, penuh dengan rasa malu yang perlahan mulai muncul. "Maaf," katanya pelan. "Aku… seharusnya tidak menyusahkanmu."

Dante menggeleng. "Tidak perlu minta maaf. Itu bukan masalah besar."

Namun, dalam hati, Naya merasa lebih buruk dari sekadar malu. Ia tahu ia tak seharusnya melibatkan Dante dalam kekacauan hidupnya, terutama setelah hubungan mereka yang selalu penuh ketegangan dan konflik. Tapi di saat yang sama, ada sedikit rasa lega meskipun ia tahu pria itu sinis dan sering membuatnya marah, malam ini Dante ada di sana saat dia benar-benar membutuhkan.

"Terima kasih," ucap Naya dengan suara lirih, hampir tak terdengar.

Dante hanya mengangguk singkat dan kembali duduk di kursinya. "Istirahatlah. Besok aku akan mengantarkanmu."

Naya berbaring lagi, memejamkan mata meski pikirannya masih penuh dengan berbagai pertanyaan dan perasaan yang bertentangan. Di luar, hujan benar-benar berhenti, meninggalkan malam yang dingin namun tenang, seperti jeda di antara badai-badai yang lebih besar dalam hidup mereka.

Sementara itu, Dante hanya duduk diam, menatap ke luar jendela dengan tatapan yang sulit diartikan.

Pagi itu, cahaya matahari menyusup masuk melalui celah-celah tirai di penginapan sederhana itu. Naya perlahan membuka matanya, tubuhnya masih terasa lelah setelah malam yang berat dan emosional. Sekilas, ia tidak ingat di mana dirinya berada, namun ketika pandangannya mulai jelas, ia melihat Dante yang masih duduk di kursi dekat jendela, tampak sudah bangun lebih dulu dan sedang memandangi pemandangan pegunungan di luar.

Naya terdiam sejenak, mengingat kembali apa yang terjadi malam sebelumnya—dirinya yang mabuk, bagaimana Dante membawanya ke penginapan ini, dan rasa malu yang masih tersisa di dadanya. Ia merasa aneh, tidak pernah membayangkan akan menghabiskan malam bersama seseorang yang selama ini lebih sering ia anggap sebagai musuh atau setidaknya, seseorang yang selalu berada di sisi berlawanan dalam hidupnya.

"Sudah bangun?" Dante bertanya, suaranya datar namun tidak lagi dingin seperti biasanya.

Naya mengangguk pelan, duduk di atas tempat tidur sambil merapikan rambutnya yang berantakan. "Ya, terima kasih... untuk malam kemarin," katanya sambil menundukkan kepala, menghindari tatapan Dante. Ia masih merasa tidak nyaman dengan kenyataan bahwa ia begitu bergantung pada Dante di saat yang sulit.

"Jangan khawatir. Itu sudah berlalu," jawab Dante singkat, kembali memalingkan pandangan ke luar jendela.

Naya diam saja, tidak tahu harus mengatakan apa lagi. Ia merasa perlu pergi dari tempat itu secepat mungkin, kembali ke kehidupannya, namun juga takut menghadapi kenyataan tentang hubungannya dengan Arfan yang kini terlanjur kacau.

1
dzafara dza
yah udah selingkuh aja, hajar nay
LISA
Aq mampir Kak
ADZAL ZIAH
semangat kam menulisnya 🌹 dukung karya aku juga ya kak
Ceritanya bagus thor, semngat ya 👍
Aini Nurcynkdzaclluew
Aku yakin ceritamu bisa membuat banyak pembaca terhibur, semangat terus author!
Darl+ing: Makasih ya udah mampir ❤️‍🔥
total 1 replies
ellyna
bagus bgt semangat yaa
Darl+ing: makasih udah mampir
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!