Cintanya pada almarhumah ibu membuat dendam tersendiri pada ayah kandungnya membuatnya samam sekali tidak percaya akan adanya cinta. Baginya wanita adalah sosok makhluk yang begitu merepotkan dan patut untuk di singkirkan jauh dalam kehidupannya.
Suatu ketika dirinya bertemu dengan seorang gadis namun sayangnya gadis tersebut adalah kekasih kakaknya. Kakak yang selalu serius dalam segala hal dan kesalah pahaman terjadi hingga akhirnya.........
KONFLIK, Harap SKIP jika tidak biasa dengan KONFLIK.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NaraY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19. Sekuat hati.
Entah kenapa Bang Rama begitu canggung bertemu dengan Dilan. Jika dirinya dulu sama sekali tidak peduli dengan wanita dan hanya menganggapnya sebagai 'barang antik' yang hanya sebagai bahan 'mainannya', kini saat sudah bertemu dengan Dilan, dirinya tidak berani lagi berpikir 'jahat' seperti itu.
'C*k.. kenapa aku jadi mendadak dungu begini. Bibirku seperti kena lem. Tidak bisa bicara apapun.'
"Bang.."
"Abang nggak bermaksud pamer. Sumpah, dek..!!" Sambar Bang Rama kikuk sendiri. Rasa malunya benar-benar terasa hingga puncak kepala.
Dilan menunduk dengan wajah yang tiba-tiba saja memerah. Ia pun tersenyum kikuk.
Baru kali ini Bang Rama merasakan hal yang tidak biasa di dalam hatinya, ia pun tidak bisa menjabarkan perasaannya saat ini.
"Bukan itu, Bang?"
"Lantas apa?" Tanya Bang Rama.
"Benarkah Abang mau pindah ke pesisir timur?"
"Iya."
Wajah itu mendadak menjadi sayu. Ia pun berjalan menghindar namun Bang Rama menarik Dilan hingga tak sengaja duduk di atas pahanya.
"Ada apa?? Kenapa wajahmu murung??"
Dilan menggeleng pelan. Agaknya ia merasa ragu mengungkap rasa takutnya tapi tidak berani untuk mengungkapkan pada Bang Rama.
Melihat wajah lesu Dilan, Bang Rama pun paham kemungkinan besar Dilan cemas bahwa dirinya akan meninggalkannya sendirian.
Tak paham darimana datangnya keberanian, Bang Rama mengangkat dagu Dinar. Ia menjatuhkan satu kilas senyum di bibir manis Dilan. Denyut nadi tak beraturan seakan mendorongnya menuntut hal lebih, Bang Rama mendekap erat tubuh Dilan penuh hawa nafsu khas seorang pria. Jemarinya hendak menyentuh namun sesaat kemudian Bang Rama tersadar.
"Astaghfirullah hal adzim..!!" Secepatnya Bang Rama kembali menggenggam jemarinya. Ia pun tidak lagi menatap wajah Dilan.
"Abaang............." Dilan ragu namun hatinya seolah mengatakan bahwa suaminya itu sedang begitu menginginkannya. Dilan juga merasakan tubuh Bang Rama yang sedang menegang kuat.
Bang Rama tersenyum sekilas dalam kegundahan batinnya. "Maklumi saja, Abang laki-laki normal."
"Tapi Abang......."
"Nggak apa-apa. Abang bisa sabar." Jemari Bang Rama beralih mengusap perut Dilan.
Sontak Dilan memeluk Bang Rama. Sungguh dirinya sangat sedih dengan semua keadaan ini. "Maaf ya Bang, Dilan mengabaikan Abang."
"Nggak perlu di pikir..!! Nanti ada saatnya kita bisa bersama." Jawab Bang Rama. "Jangan takut lagi..!! Kemanapun Abang pergi, Abang akan selalu membawamu kecuali menginjak medan perang."
"Sungguh Bang?????"
Bang Rama mengangguk pasti. "Jelas saja Abang harus membawamu dan wajib membawamu. Kalau ada saat-saat seperti ini, siapa yang akan menenangkan Abang selain kamu?" Canda Bang Rama meskipun ucap tersebut jujur dari hati.
Dilan kembali menunduk dengan senyumnya. Manis, cantik dan nampak manja khas seorang wanita.
Bang Rama pun mulai gelisah melihat Dilan. Ia bingung sendiri menata perasaannya. Nampaknya begitu pula dengan Dilan, degub jantungnya ikut gelisah.
'Tujuh bulan lagi harus bersabar menahan diri. Kuat nggak nih??'
Belum sampai perasaannya tertata rapi, Dilan menyandarkan diri padanya.
"Abaang, perut Dilan terus berdesir. Dilan nggak bisa tenang." Ucap manja Dilan.
"Waduuuhh.. gimana ya, dek??" Bang Rama sendiri bingung harus bersikap. Jika saja tidak ada 'kesalahan' pasti dirinya sudah menangani Dilan yang polos. Namun saat ini dirinya tidak bisa berbuat apapun meskipun bisa saja dirinya melawan takdir.
Nafas berat Dilan sudah begitu terasa di sela lehernya.
"Abang berangkat kerja ya, dek..!! Kalau lama disini bisa bablas nggak jelas." Pamit Bang Rama menghindari 'masalah'.
"Sebentar lagi.. Dilan mau begini..!!" Rengek Dilan tak mau melepaskan Bang Rama.
Bang Rama menepuk keningnya. "Mati aku." Perlahan nafas Bang Rama menguar berat di balik rasa gelisahnya. Matanya terpejam tak ingin terus menatapata Dilan namun semakin matanya terpejam semakin besar pula angan dan harap melayang-layang. Desah nafas itu lama kelamaan semakin memburu. Jemarinya mengepal terbuka berulang dalam kecemasan.
Jika dulu dirinya berani 'nakal' pada setiap wanita yang menjadi 'mainannya' di masa lampau, kini rasa sayangnya pada Dilan malah membuatnya tak karuan. Ia sungguh tobat setobat-tobatnya, ketakutan berhadapan dengan Dilan. Dosa yang membayang terus menekan batinnya.
Wajah Bang Rama mendekat menyambar bibir manis Dilan. Gigitan kecil nan lembut memanjakan sang istri namun beberapa detik kemudian Bang Rama tersadar.
Bang Rama memilih menarik diri dan memeluk Dilan dengan erat. Tak ada kata terucap dari bibirnya.
"Abang masih kuat?" Tanya Dilan.
"Tidak kuat pun Abang bisa apa" Jawab Bang Rama pasrah. Ia membenahi anak rambut Dilan sembari menata perasaannya yang berantakan. "Harus sabar, harus kuat demi kamu juga demi anak."
Dilan hanya berkedip-kedip tanpa bisa menjawab apapun, sungguh dirinya tidak paham jika inginnya yang hanya sekedar memeluk Bang Rama bisa menjadi 'bahaya' untuk dirinya sendiri.
"Abang mohon sama kamu, tujuh bulan ini tolong tidak melakukan hal-hal yang bisa memancing senjata sampai terkokang. Senjatanya belum pernah di uji coba, dek. Takut meledak tidak tentu arah." Kata Bang Rama mengingatkan.
"Sungguhkah Abang tidak pernah 'nakal' dengan perempuan di luar sana?" Tanya Dilan ragu, ingin tidak bertanya tapi hatinya penasaran.
"Yaaaa.. namanya laki, Neng. Nyerempet dikit lah. Tapi demi Allah Abang tidak pernah macam-macam. Tidak semua laki-laki senakal Abang, sulit untuk di jelaskan darimana datangnya kelakuan br*****knya Abang. Abang hanya bisa menjamin, semua ini milik Bu Danton." Bisik Bang Rama. "Sabar ya, bantu Abang sedikit. Abang bisa saja melakukannya sekarang. Tapi Abang takut tidak sanggup menerima siksaannya di neraka. Dosa Abang sudah numpuk. Masa mau Abang top up terus."
.
.
.
.
kemana muran??? apa sdh berubah jd Indi.
selamat ya bang Rama n Dilan.. ats kelahiran bang Arre.. 🥰☺