Kecelakaan yang menimpa Nasya bersama dengan calon suaminya yang menghancurkan sekejap kebahagiaanya.
Kehilangan pria yang akan menikah dengan dirinya setelah 90% pernikahan telah disiapkan. Bukan hanya kehilangan pria yang dia cintai. Nasya juga kehilangan suaranya dan tidak bisa berjalan.
Dokter mengatakan memang hanya lumpuh sementara, tetapi kejadian naas itu mampu merenggut semua kebahagiaannya.
Merasa benci dengan pria yang telah membuat dia dan kekasihnya kecelakaan. Nathan sebagai tersangka karena bertabrakan dengan Nasya dan Radit.
Nathan harus bertanggung jawab dengan menikahi Nasya.
Nasya menyetujui pernikahan itu karena ingin membalas Nathan. Hidup Nasya yang sudah sepenuhnya hancur dan juga tidak menginginkan Nathan bisa bahagia begitu saja yang harus benar-benar mengabdikan dirinya untuk Nasya.
Bagaimana Nathan dan Nasya menjalani pernikahan mereka tanpa cinta?
Lalu apakah setelah Nasya sembuh dari kelumpuhan. Masih akan melanjutkan pernikahan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31 Berusaha Untuk Jadi Istri
"Memang selama ini Nasya tidak melakukan hal yang positif?" tanya Nasya.
"Bukan seperti itu sayang. Kamu sekarang jauh lebih dewasa. Bunda merasa sangat bahagia melihat kamu yang seperti ini," ucap Malika tersenyum yang memegang pipi Nasya.
"Nasya apapun pilihan kamu, Bunda sangat bahagia dan selalu memberikan dukungan kepada kamu. Dia laki-laki yang baik dan kamu sudah melihat bagaimana kebaikannya, tanpa dia memperlihatkannya dan harus memamerkan kepada kamu,"
"Sayang jangan menyimpan dendam apapun lagi kepada dia, anggaplah semuanya sudah menjadi takdir untuk kalian berdua. Jalani apa yang sudah ada, jangan melihat lagi ke belakang. Kamu adalah Nasya anak yang Bunda kenal yang selalu ingin memperbaiki segalanya," ucap Malika dengan memberikan saran yang membuat Nasya menganggukkan kepala.
"Iya Bunda. Terima kasih untuk Bunda yang selalu memberikan nasehat kepada Nasya. Nasya masih belajar untuk menerima semua ini dan yang pasti seperti apa yang bunda katakan. Nasya tidak akan melihat ke belakang lagi," jawab Nasya yang membuat Malika tersenyum.
"Ya. Sudah kamu lanjutkan saja membuat sarapannya. Bunda mau mau ke kamar sebentar," ucap Malika.
Nasya menganggukkan kepala dan langsung pergi.
Nasya hanya tersenyum, setelah pulang dari Swiss wajahnya memang tidak pernah terlihat lesu dan selalu saja ceria. Dia kembali seperti Nasya yang dulu.
Setelah menyiapkan sarapan itu Nasya kembali ke dalam kamar dan melihat Nathan yang tampak bersiap-siap dengan pakaian yang sangat rapi, memakai kemeja dan sekarang sedang memakai dasi.
Mereka memang sudah membicarakan tadi malam tentang pekerjaan Nathan dan Nasya tidak punya hak untuk menyuruh Nathan terus saja berada di sisinya dan lagi pula dia sudah sembuh. Jadi Nathan harus kembali bekerja. Lagi pula Nathan adalah kepala keluarga yang harus memberikan nafkah kepada Nasya.
"Aku membuatkan kamu sandwich, semoga kamu menyukainya," ucap Nasya yang berdiri di hadapan Nathan. Dia tampak gugup sekali yang baru pertama kali memaksakan Nathan makanan.
Nathan yang merespon dengan mengarahkan mulutnya yang membuka sedikit. Nasya mengerutkan dahi yang akhirnya dia mengerti yang ternyata Nathan ingin disuapi karena dia memang sedang memakai dasi.
Nathan menggigit sedikit lalu mengunyahnya dan Nasya benar-benar sangat penasaran dengan reaksi Nathan.
"Enak," jawab Nathan yang membuat Nasya tersenyum. Merasa usahanya tidak sia-sia.
"Roti yang dicampur dengan sayuran dan bukankah memang sangat enak," lanjut Nathan.
Raut berubah menjadi mengkerut, memang benar Sandwich yang dia buat bukanlah suatu hal yang istimewa, karena itu hanya campuran saja dan tidak ada hal yang ribet untuk membuatnya.
"Tapi tetap saja ini sangat enak," Nathan membalikkan senyum Nasya.
"Kamu jika tidak jahil kepadaku sekali saja. Maka kamu tidak akan puas!" kesal Nasya.
"Karena wajah kamu yang jutek itu memang harus sering dijahili," jawab Nathan begitu entengnya berbicara.
"Isssss!" sahut Nasya dengan menarik ujung bibirnya yang terlihat begitu kesal.
"Makan lagi!" Nasya yang kembali menyuapi Nathan dan dengan senang hati Nathan memakannya.
"Hmmmm, aku ada sesuatu untuk kamu," ucap Nathan secara tiba-tiba.
"Apa itu?" tanya Nasya.
Nathan yang terlihat berjalan menuju nakas dan membuka laci yang mengambil kotak kecil dan kembali ke hadapan sang istri.
"Apa ini?" tanya Nasya dengan sangat penasaran dan membuat Nathan membuka kotak tersebut.
Mata Nasya terbuka lebar berbinar melihat isi kotak itu ternyata kalung yang sangat indah. Nathan mengambil benda tersebut dan meletakkan kotak itu di atas meja.
"Aku sangat berharap kamu menyukainya," ucap Nathan.
"Kamu memberikanku hadiah?" tanya Nasya.
"Iya. Kamu itu izin untuk memakaikannya?" tanya Nathan yang membuat Nasya menganggukkan kepala.
Nasya yang langsung memutarkan tubuhnya dengan mengarahkan rambutnya ke sebelah kanan agar Nathan bisa memakaikan kalung Indah tersebut.
Kepala Nasya yang tertunduk melihat dalam inisial kalung itu terdapat dua huruf N yang saling berdekatan.
"Kamu suka?" tanya Nathan yang membuat Nasya kembali membalikkan tubuh dengan kepalanya yang masih tertunduk memegang mainan itu.
"Apa ini artinya inisial nama kita berdua?"tanya Nasya mengangkat kepalanya.
Nathan menganggukkan kepala, "waktu di swis aku melihat kalung itu, ukirannya sangat indah dan aku berharap kamu menyukainya," ucap Nathan.
"Jadi membelikan kalung ini di Swiss. Kamu benar-benar sangat effort," ucap Nasya.
"Kamu belum menjawab pertanyaanku. Kamu menyukainya?" tanya Nathan.
"Ini sangat indah sekali dan bagaimana mungkin aku tidak menyukainya. Terima kasih sudah memberikan hadiah seindah ini," ucap Nathan.
"Sama-sama. Aku senang jika kamu menyukainya," ucap Nathan yang membuat Nasya menganggukkan kepala dan Nathan yang langsung membawa istrinya itu ke dalam pelukannya.
Memeluk sembari mengusap-usap rambut belakang Nasya. Nasya merasa benar-benar sangat bahagia sekali. Nathan setiap hari selalu saja menunjukkan keseriusannya.
"Oh iya Nasya. Nanti sore setelah aku pulang kerja. Kita langsung ke rumah orang tuaku ya," ucap Nathan. Nasya mengerutkan dahi dan melepas pelukan itu.
"Untuk apa?" tanya Nasya.
"Memang ke rumah orang tua sendiri harus memiliki kepentingan? Nasya aku sudah lama tidak menginap di sana dan bukankah kamu juga harus mencoba melakukan pendekatan dengan Mama," ucap Nathan.
"Hey! kenapa ekspresi kamu seperti itu? Kamu tidak ingin datang ke rumahku?" tanya Nathan.
"Aku takut," jawab Nasya.
"Apa yang kamu takutkan?" tanya Nathan dengan dahi mengkerut.
"Aku tidak terlalu begitu akrab dengan Tante Santi. Dia juga seperti tidak menyukaiku. Jadi aku merasa tidak punya nyali jika harus bertemu dengannya," jawab Nasya dengan jujur.
"Jangan berpikiran buruk seperti itu. Bagaimana Mama bisa akrab dengan kamu jika kamu sendiri tidak ingin mencoba untuk mendekatinya. Nasya yang terjadi hanyalah kesalahpahaman dan jangan membuat kesalahpahaman ini berlarut-larut. Jika bukan kita yang memulai jadi siapa lagi,"ucap Nathan yang begitu sangat lembut berbicara dengan istrinya.
Apa yang dia lakukan pasti demi kebaikan keluarganya dan sangat tidak mungkin juga istrinya terus memiliki jarak dengan ibunya.
"Jadi bagaimana? Kamu setuju bukan jika kita akan menginap beberapa hari di rumah Mama?" tanya Nathan yang saat ini belum mendapatkan jawaban dari sang istri.
"Beberapa hari?" tanya Nasya memastikan dengan dahi mengkerut.
"Iya. Nasya proyek yang aku bicarakan pada kamu tadi malam itu tidak jauh dari rumah dan kantorku juga tidak jauh dari rumah. Aku harus mengejar proyek itu. Jadi jika kita tinggal di rumah kamu. Jaraknya cukup jauh sekali dan memakan waktu. Aku memutuskan untuk beberapa hari kedepan kita tinggal di rumah orang tuaku," ucap Nathan.
Nasya yang terdiam yang pasti terlihat keraguan di wajahnya.
"Hey! Kamu jangan khawatir, jika kamu dan keluarga kamu menerima aku dengan baik di rumahmu dan mana mungkin orang yang ada di rumahku memperlakukan kamu tidak baik. Jadi jangan pernah memikirkan apapun. Semua pasti akan baik-baik saja. Bukankah aku pasti selalu ada di samping kamu," ucap Nathan yang meyakinkan istrinya itu.
"Aku sedang mencari rumah ataupun Apartemen untuk kita berdua tinggal dan karena waktunya juga begitu mepet dan aku juga banyak pekerjaan, jadi belum teratasi. Jika kamu merasa jenuh setelah tinggal beberapa hari. Kita akan pinda ke Apartemen yang jauh lebih dekat di tempat pekerjaanku," ucap Nathan yang mengatakan semua itu yang pasti tidak ingin istrinya berpikiran hal-hal yang aneh.
Bersambung....