Eliza yang belum move on dari mantan tunangannya-Aizel- menikah karena dijebak oleh Raiyan yang merupakan ipar tiri Aizel , sedangkan Raiyan yang awalnya memiliki kesepakatan dengan adik tirinya yaitu Ardini, sengaja melanggar kesepakatan itu demi membalas dendam pada Ardini.
"Kesepakatan Kita hanya sebatas kau membuat nya jatuh cinta, lalu meninggalkannya setelah Aku dan Aizel menikah, Kau melanggar kesepakatan Kita Raiyan. " ~Ardini
"Tapi di surat perjanjian itu juga tidak ada larangan kalau Aku mau menikahinya."
~ Raiyan
akankah kisahnya berakhir indah? akankah Eliza kembali pada Aizel setelah mengetahui semua fakta yang selama ini Raiyan sembunyikan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon erulia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2 Takdir yang Mempertemukan Kita.
Hasil kesepakatannya dengan Ardini kemarin membuat Raiyan segera melancarkan aksinya. Di sini lah ia sekarang. Duduk di salah satu meja kafe yang dekat dengan sang barista.
Posisi Raiyan saat ini sedang memantau wanita yang persis dengan foto yang Ardini kirim lewat wa barusan. Ia mengamati pergerakan Eliza yang sedang berkutat dengan mesin coffee maker.
Raiyan yang memiliki tubuh jangkung proporsional berhasil menarik perhatian kaum hawa di kafe ini. Apalagi ia memiliki pahatan wajah yang sempurna! Alisnya lebat berhidung mancung,kulitnya kuning Langsat di sertai bulu-bulu di area pelipis hingga dagu.
"Aku pesan espresso dan chiken sandwich nya satu." ujar Raiyan di meja barista,ia sengaja menunggu di situ agar Eliza terpikat dengan ketampanannya.
"Silakan dinikmati." ujar Eliza menyerahkan pesanan Raiyan.
Eliza tidak bereaksi seperti kebanyakan wanita yang Raiyan temui. Eliza terlihat dingin dan acuh atas ketampanannya.
"Jangan dulu bertanya hasilnya,Aku bahkan belum berkenalan dengan wanita itu." ujar Raiyan setengah berbisik di telepon.
"sabarlah Ar. Aku pasti bisa menaklukkannya. Ini baru permulaan,jangan meremehkan ku. Kau cukup duduk manis menunggu hasilnya,oke?" telepon terputus.
Raiyan kembali memutar otak untuk mendekati Eliza karena sepertinya ketampanan saja tak mampu membuat Eliza meliriknya.
"Hai manis. Bisa berikan Aku sedikit senyuman? Espresso ini rasanya terlalu kuat." gombal Raiyan tersenyum simpul sambil menunjuk ke arah gelas yang ia pegang, sedangkan Eliza hanya menarik ujung bibirnya dengan sedikit mengangguk.
"Anda ingin gula aren atau gula pasir?" Eliza pikir Raiyan sedang benar-benar membutuhkan gula di espressonya, padahal Raiyan sedang menggodanya.
"Gula pasir saja Nona. Siapa namamu?" tanya Raiyan pada Eliza.
"Eliza." Raiyan mengajak Eliza berjabat tangan.
"Raiyan. Senang berkenalan denganmu dan terimakasih atas bantuanmu." Raiyan menunjuk ke arah gula yang baru saja ia aduk.
Raiyan berbisik dengan teman Eliza yang bernama Adam, sejenak Adam melirik Eliza yang tengah sibuk dengan pekerjaannya,kemudian ia tak mampu menolak permintaan Raiyan setelah Raiyan mengeluarkan beberapa lembar uang merah.
...****************...
Eliza mendengus kesal melihat ban motornya yang kempes. Sekarang sudah pukul 23.00 wib dan ia menjadi orang terakhir yang pulang. Eliza berniat meninggalkan motor di sini dan memesan ojek online tapi begitu meraba saku celana ia tak menemukan ponselnya. Eliza bahkan memeriksa tas selempangnya. Tapi hasilnya nihil.
"Jangan-jangan ketinggalan di kafe." ujarnya semakin panik.
Tin!
klakson mobil dari arah belakang membuat Eliza terlonjak.
"Hai Eliz! Kau belum pulang?" tanya pria di dalam mobil setelah menurunkan kaca jendelanya.
"Ban motorku kempes dua-duanya. Maaf,boleh aku minta bantuanmu?" Eliza menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Tentu saja boleh, naiklah Eliza, Aku akan mengantarmu pulang." ajak Raiyan masih dari dalam mobil.
"Bukan itu. Aku ingin kau menelepon ke nomor ku karena Handphone ku hilang."
"Silakan." Raiyan memberikan handphone nya pada Eliza, gadis itu segera menelepon tapi yang terdengar hanya nada dering Kereta api.
"Aku izin bawa hpmu ke depan kafe sebentar ya,untuk memastikan apakah hpku ketinggalan di dalam. Raiyan tersenyum ramah. Ia menunggu dengan sabar.
Ternyata benar dugaan Eliza, sayup-sayup ia mendengar nada dering ponselnya dari dalam kafe. Eliza tak akan bisa pulang di jam segini, ojek pangkalan sangat jauh, bahkan uangnya tak cukup untuk naik taksi, angkutan umum pun sudah sepi kala ini. Mau tak mau ia harus menumpang di mobil pria yang baru tadi siang di kenalnya.
Disinilah Eliza sekarang. Ia duduk di sebelah Raiyan yang sedang mengemudi.
"Kau sudah lama bekerja di sana Eliza?" tanya Raiyan berusaha memecah keheningan di antara mereka.
"Aku sudah tiga tahun kerja di kafe itu. Maaf sebelumnya, sebenarnya Aku lupa siapa namamu, jadi Aku tidak tahu harus memanggilmu apa." jawab Eliza jujur,ia merasa tak enak dari tadi berbicara dengan pria ini tanpa menyebutkan nama bahkan tanpa panggilan mas, atau pak. Ia tak bisa menebak berapa usia Raiyan.
"Namaku Raiyan. Kau boleh memanggil nama lengkap ku, atau Iyan, atau yang,sayang juga boleh,terserah mu saja." ucap nya kembali tersenyum simpul.
"Baiklah, Raiyan. Aku sangat bersyukur bertemu denganmu malam ini, kalau tidak pasti badanku bentol-bentol digigit nyamuk."
"sama-sama Eliza. Sepertinya kita memang di takdirkan untuk bertemu. kapan-kapan boleh kan Aku menghubungimu atau mengajakmu keluar sekedar jalan-jalan?"
Untuk hal yang satu itu, Eliza sedikit ragu. Ada perasaan minder setelah ia patah hati,Eliza masih belum mendapatkan pengganti Aizel. Eliza masih belum membuka hatinya untuk pria mana pun.
Aizel yang ia cintai selama lima tahun dan memperlakukannya seperti ratu saja bisa berubah dalam semalam. Lalu Lelaki seperti apa yang harus ia percaya?
Sadar Eliza! Raiyan hanya mengajakmu keluar,bukan berarti dia akan mengajakmu menikah.
"Kalau aku tak boleh mengajakmu keluar, traktir lah Aku makan kapan-kapan Eliza. Bukankah kau merasa berhutang Budi saat ini?" ujar Raiyan pasrah, sedikit banyak ia tahu karakter Eliza seperti apa setelah mengamati Eliza dari siang tadi. Eliza pasti tipe orang yang selalu merasa tak enak pada orang yang sudah berbuat baik padanya.
"Baiklah, tapi Aku yang tentukan tempatnya,boleh kan?" Raiyan mengangguk, ia senang karena Eliza sudah mulai masuk jebakannya.
...****************...
Raiyan senyum-senyum sambil mengacak rambutnya yang basah dengan handuk kecil. Ia baru saja mengirimkan ucapan selamat pagi kepada Eliza. hari ini Raiyan berniat memberikan kejutan manis untuk Eliza. Ia sudah mengirimkan buket mawar lewat seorang kurir.
Sementara di kafe Eliza tersenyum kikuk di goda oleh beberapa rekan kerjanya.
Siang nya Eliza kembali tersipu mendapat perlakuan manis dari Raiyan. Kali ini ia mengirimkan box makanan sehat, lengkap dengan kolagen yang berbentuk sachet.
"Kau sudah menerima box nya?" tanya Raiyan di telepon sambil duduk di kursi putarnya.
"Hem.. kenapa Kau melakukan ini?" tanya Eliza masih penasaran.
"Menurutmu? Jika pria melakukan hal-hal yang manis kepada seorang wanita,itu pertanda apa?"
"Entahlah. Aku sudah pernah diperlakukan dengan manis oleh seseorang,tapi pada akhirnya aku di buang. oleh sebab itu zaku ingin tahu apa tujuanmu melakukan ini, Raiyan." ucap Eliza serius, ia memainkan ujung apron yang menempel di tubuhnya.
"Jujur saja. Aku tertarik sejak pertama kali melihatmu, Eliza. Aku tak tahu seburuk apa cerita cintamu di masa lalu. Tapi boleh kah Kau mengizinkanku masuk ke duniamu walaupun hanya sebentar? Mungkin dua bulan, tiga bulan,atau empat bulan. Bolehkah Eliza?" tanya Raiyan dengan rayuan mautnya.
"Maaf Raiyan. Saat ini Aku hanya bisa menerimamu sebagai teman, Kau boleh masuk ke hidupku. Tapi Aku tak bisa memberikan status lebih dari teman.." lirih Eliza sambil membuka box makanan dari Raiyan.
"Baiklah Eliza, Aku terima keputusanmu, bukankah cinta juga berasal dari teman? " sambung Raiyan seakan tak ingin menyerah.
"Boleh aku tanya satu hal lagi? Apa yang kau lihat dari orang sepertiku? Maksudku.. dari segi fisik Aku tak cantik dan menarik,apalagi kesan pertamaku untukmu juga tak terlalu ramah."
"Kadang Tuhan tak perlu memberikan alasan untuk jatuh cinta, bagiku Kau seperti takdir yang di kirim untukku, Eliza." ujarnya mengakhiri telepon. Ia tak boleh membiarkan Eliza bertanya lebih jauh tentang tujuan pendekatan ini.