Sudah sepantasnya kalau seorang istri menuntut nafkah pada suaminya. Namun bagaimana jika si suami sendiri yang tidak ada keinginan untuk menunaikan kewajibannya dalam menafkahi keluarga? Inilah yang dialami Hanum Pratiwi, istri dari Faisal Damiri selama 5 tahun terakhir.
Hanum memiliki seorang putra bernama Krisna Permana, yang saat ini masih kuliah di Jurusan Informatika. Tentu saja Hanum masih memerlukan biaya yang cukup banyak untuk biaya pendidikan putranya, ditambah juga untuk biaya hidup mereka sehari-hari. Hanum harus memutar otak untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, bahkan seringkali meminjam kepada saudara dan teman-temannya. Beruntung sang anak bersedia membantu menitipkan kue di kantin, yang bisa dijadikan sumber income keluarga. Namun pendapatannya yang tak seberapa itu, hanya cukup untuk transport dan uang saku sang anak, kalaupun ada lebih untuk membeli beras.
Bagaimana Hanum bertahan dalam 5 tahun ini? Apakah kesulitan ini mengharuskannya menyerah? Lalu bagaimana
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ida Nuraeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17 Menikmati Takdir
Mendekat pada Sang Pencipta akan memberikan ketenangan, dan harapan itu akan selalu tumbuh kembali. Namun sifat manusia pada umumnya baru mendekat pada Sang Khaliq di saat dalam keterpurukkan, Seakan lupa pernah merasakan nikmatnya berjaya dan serba berkecukupan, membuatnya lupa akan kehadiran Sang Khaliq. Dan Hanum pun menyadari akan hal itu. Dalam sujudnya di sepertiga akhir malam, banyak sesal yang disampaikan pada-Nya, karena sempat terbuai dengan nikmat duniawi. Dan kini, dikala Sang Pemilik Kehidupan memberikan ujian sebagai wujud kasih sayangNya, Hanum baru mendekat kembali. Seperti malam ini, dia menghiba, merayu Sang Pemilik untuk memperhatikannya kembali. Dalam lantunan doa yang diucapkannya, banyak harapan yang diminta dengan sepenuh hati.
Di keheningan malam yang mendekati akhir, hanya suara angin yang masih terdengar iramanya. Hanum menengadahkan kedua tangannya, memohon kekuatan dan pertolongan Allah.
"Ya Allah Ya Robbana, Engkaulah sebaik-baik penolong, dan hanya Engkau yang mengetahui apa yang akan terjadi pada kami esok hari. Berikanlah kekuatan kepada hambamu ini untuk bisa melalui ujian kasih sayangMu. Hamba sadar kalau selama ini telah lalai dengan-Mu, terbuai dengan harta yang Engkau titipkan. Hamba terlalu sombong mengakui yang bukan milik hamba, hingga Engkau mengingatkan kembali dengan cara-Mu. Terima kasih Ya Allah Engkau telah mengambilnya, sehingga hamba tidak terjerumus dalam kesombongan yang lebih dalam. Hamba yakin Engkau memiliki maksud yang lain dengan ujian ini. Hamba ikhlas Ya Allah, bismillah hamba bisa melalui semua ujian ini melalui pertolongan-Mu. Mudahkan hamba untuk melaluinya dan tetaplah berikan petunjuk-Mu agar hamba tidak salah melangkah" sepenggal doa yang Hanum lantunkan menjadi penawar kegundahan.
Selesai memanjatkan doa, kemudian dilanjutkan dengan berdzikir. Hanum begitu terlarut dalam dzikirnya, sampai terlihat menetes air mata di pipinya. Beban berat yang harus dipikulnya untuk menafkahi keluarga kecil mereka, membuatnya untuk menjadi wanita yang kuat, tidak egois dengan memikirkan keinginannya sendiri. Ingatan Hanum kembali mengenang beberapa puluh tahun yang silam, saat dirinya masih di Sekolah Dasar.
Flashback 30 tahun lalu
Ayah Hanum lulusan SMA yang beruntung menjadi ASN, sedangkan ibunya adalah seorang ibu rumah tangga. Hanum merupakan anak pertama dengan 4 orang adik, 3 orang laki-laki dan yang terakhir perempuan. Saat itu yang sudah bersekolah baru Hanum di kelas 4 dan Sanny di kelas 2. Gaji ASN dengan latar belakang pendidikan SMA tidaklah besar, padahal saat itu mereka juga belum punya rumah, masih mengontrak dan sering berpindah-pindah mencari kontrakan yang murah. Untuk makan sehari-hari kadang ibunya memasak telur satu butir lalu dicampur dengan parut kelapa atau dicampur tepung terigu, agar bisa dimakan sekeluarga. Sering juga mereka makan hanya dengan kerupuk dan kecap atau kuah bumbu sop. Hanum kecil sudah belajar cari uang dengan membantu berjualan susu sapi segar milik tetangganya setiap sore. Dia menjajakan susu dengan berjalan kaki sejauh 10 km. Tapi Hanum tidak pernah mengeluh lelah, karena mendapat bayaran setiap botol yang laku sebanyak Rp 25. Kadang pulang sekolah juga ikut kuli membungkus kerupuk meskipun tidak setiap hari, tergantung produksinya. Semua upah yang didapatkannya selalu diberikan kepada sang Ibu, paling dia hanya mengambil untuk jajan sekali. Hanum sudah ditempa menjadi pribadi yang kuat sejak kecil, dituntut untuk selalu bekerja keras dan hidup prihatin.
flashback end
Dan sekarang di usianya yang sudah mendekati 50 tahun, kejadian masa kecil itu kembali terulang. Dia harus membuat kue untuk membiayai keluarganya. Untuk makan pun harus menunggu dulu hasil jualan baru beli beras dan lauknya. Namun dia tidak pernah menceritakan masalah ini pada keluarganya ataupun sahabat-sahabatnya. Hanya Teh Nunung yang tahu, karena berkaitan erat dengan amanah yang diembannya di komunitas ODOJ. Saat mulai terlihat tanda-tanda perekonomian keluarganya menurun, Hanum mengajukan resign dari amanah yang diembannya. Namun Teh Nunung dan pengurus yang lain malah meminta lanjut, dengan alasan koordinasi pekerjaan banyak melalui daring.
Saking terlarutnya dalam kenangan masa lalu, sampai Hanum tak menyadari adzan Subuh sudah berkumandang. Hanum langsung menunaikan sholat Subuh, dan lanjut bersiap menggoreng kue yang akan dijualnya.
"Bu, tempat kue yang satunya mana? Yang ini nggak bisa menutup rapat karena kunciannya patah" tanya Faisal sambil menunjukkan tempat kue yang tutupnya tidak berfungsi lagi.
"Coba cari di dalam lemari dapur, rasanya sih disimpan disitu. Kalau nggak ada di lemari, berarti di rak besi." jawab Hanum
"Tapi yang ini lebih kecil, apa muat untuk Cireng? Hari ini menggoreng berapa?"
"Seperti biasa 150 pcs. Coba ditukar dengan tempat roti goreng, kan ukurannya sama dengan yang rusak itu!" saran Hanum setelah melihat tempat kue pengganti.
"Oke kalau begitu, biar Ayah lepas dulu gambar roti gorengnya, terus nanti dipasang di tempat yang lebih kecil ini"
"Yang kemarin habis semua roti goreng sama Cireng nya?"
"Alhamdulillah habis."
"Alhamdulillah"
"Ayah tuh mulailah cari kerja lagi, nggak ada salahnya kalau mencoba menerima tawaran dari Barata!" Hanum mencoba mengingatkan lagi suaminya.
"Ayah tuh sudah nggak mood mengerjakan penagihan seperti dulu, rasanya telinga sakit dan kepala pusing. Mungkin karena sudah terbiasa nggak mendengar nada-nada bicara yang keras dan penuh intimidasi." jawab Faisal terus terang menyiratkan penolakan atas tawaran Barata.
"Yah, kewajiban mencari nafkah itu ada pada suami selaku kepala keluarga. Kalau istri tuh hanya membantu. Nah kalau Ayah nggak pernah mencoba mencarinya bagaimana memenuhi tanggung jawab sebagai kepala keluarga?" pelan-pelan Hanum mengingatkan tugas suami.
"Lah siapa bilang Ayah nggak mencari, selama ini juga Ayah mencoba mencarinya, memang belum rejeki saja" elak Faisal
"Cobalah Ayah tuh keluar rumah, mungkin datangi komplek perumahan yang masih membangun" ucap Hanum lagi
"Kalau memang belum rejeki, mau dimana pun nggak akan berhasil Bu. Sudahlah kita ikuti saja apa yang terjadi setiap harinya." ujar Faisal lagi.
"Iya betul. Itu kalau memang kita sudah berupaya mati-matian. Lah kita berusaha saja belum, terus harus pasrah dengan takdir gitu? " tanya Hanum lagi dengan nada yang sebal
"Sudahlah Bu, kita bahas ini ujung-ujungnya ribut. Sekarang sih tinggal kita jalani saja apa adanya. Kalau takdir kita tertulisnya seperti ini, ya sudah kita nikmati saja" ujar Faisal lagi tanpa ada rasa bersalah sedikitpun .
Hanum hanya bisa menggelengkan kepala dan mengusap dadanya mendengar ucapan Faisal.
"Yah, dalam ada dua jenis takdir dalam Islam, yaitu takdir muallaq dan takdir mubram.
Takdir muallaq adalah ketetapan Allah SWT yang masih dapat diubah melalui usaha, sedangkan takdir mubram adalah ketentuan atau ketetapan Allah SWT yang sudah pasti terjadi dan tidak dapat diubah. Nah mencari nafkah itu termasuk takdir Muallaq, jadi harus kita yang mengubahnya." Hanum masih berusaha membuka fikiran Faisal.
"Sudahlah nggak usah bahas masalah ini lagi, bikin suasananya jadi nggak enak saja. Hidup kita susah seperti sekarang ini, karena memang sudah takdir Allah, jadi kita nikmati saja." balas Faisal sambil berlalu kembali ke kamar.
"Astaghfirullah... Ya Allah lembutkanlah hati suami hamba, bukakanlah fikirannya agar mau berikhtiar untuk mencari nafkah" doa Hanum.
Karena sesungguhnya Allah membenci orang-orang yang malas, dan Hanum tidak ingin suaminya menjadi orang yang malas. Makanya berulang kali diingatkan, diberitahu, disupport supaya tetap berikhtiar, meskipun hasilnya belum pasti. Minimal ikhtiar itu sudah dikerjakan, dan biar Allah yang menentukan hasil akhirnya.