Ditalak ketika usai melahirkan, sungguh sangat menyakitkan. Apalagi Naura baru menginjak usia 20 tahun, harus kehilangan bayi yang dinyatakan telah meninggal dunia. Bagai jatuh tertimpa tangga dunia Naura saat itu, hingga ia sempat mengalami depresi. Untungnya ibu dan sahabatnya selalu ada di sisinya, hingga Naura kembali bangkit dari keterpurukannya.
Selang empat tahun kemudian, Naura tidak menyangka perusahaan tempat ia bekerja sebagai sekretaris, ternyata anak pemilik perusahaannya adalah Irfan Mahesa, usia 35 tahun, mantan suaminya, yang akan menjadi atasannya langsung. Namun, lagi-lagi Naura harus menerima kenyataan pahit jika mantan suaminya itu sudah memiliki istri yang sangat cantik serta seorang putra yang begitu tampan, berusia 4 tahun.
“Benarkah itu anak Pak Irfan bersama Bu Sofia?” ~ Naura Arashya.
“Ante antik oleh Noah duduk di cebelah cama Ante?” ~ Noah Karahman.
“Noah adalah anakku bersama Sofia! Aku tidak pernah mengenalmu dan juga tidak pernah menikah denganmu!”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21. Tolong Jaga Rahasia, Bu!
Lepas dari Naura dan Adiba menangis bersama-sama, Alma merapikan overbed table agar tidak mengganggu kenyamanan kedua orang tersebut untuk berbicara dari hati ke hati.
“Naura, ceritakan pada Ibu apa yang selama ini terjadi antara kamu dengan Irfan,” pinta Adiba dengan lembutnya.
Alma sengaja ikut nimbrung duduk di tepi ranjang, karena mau bagaimana pun Alma merasa pasti Naura akan begitu sulit menceritakan luka lamanya yang masih membekas di hati wanita itu.
“Maaf Bu, bukan bermaksud saya lancang atau ikut campur. Mungkin jika Naura yang bercerita sendiri pasti akan terasa berat, apalagi ini bukan hanya menceritakan kisah masa lalu tapi ini menyangkut mental Naura pada saat itu, andaikan saat itu tidak kuat mungkin saat ini Naura tidak ada di sini, bisa saja masih ada di rumah sakit jiwa. Ibu bayangkan saja, Naura yang baru melahirkan anaknya dan dinyatakan meninggal oleh dokter, eh ... mas Irfan langsung menceraikannya. Bejat sekali mas Irfan,” ungkap Alma bersemangat untuk menceritakannya.
Naura mengusap kembali ujung matanya, sementara Adiba menatap pilu pada wanita yang ada di hadapannya. “Ya, Ibu bisa bayangkan. Belum kering jahitan, belum hilang rasa lelah habis melahirkan harus kehilangan bayi yang disayang dan yang ditunggu, terus harus menerima diceraikan suami,” ujar Adiba pelan.
“Saya sangat bodoh Bu waktu itu, pak Irfan membuat saya jatuh cinta padanya, perkenalan kami sangat singkat. Dia menyatakan cintanya dan ingin menikahi saya. Pada saat itu dia langsung melamar pada ibu saya, dan disambut baik. Dia juga cerita pada saya statusnya masih sendiri dan kedua orang tuanya telah tiada,” ujar Naura perlahan-lahan mencoba membuka luka lamanya.
“Apa! Irfan bilang orang tuanya telah meninggal saat menikah denganmu?” tanya Adiba dengan perasaan geramnya.
Naura mengangguk pelan.
“Kurang ajar tuh anak, orang tuanya masih hidup dibilang sudah mati!” Semakin geram Adiba sembari merematkan tangannya pada selimut yang dikenakan Naura.
Naura hanya bisa menceritakan awal mula bisa menikah dengan Irfan, dan cerita saat ia menjadi istri Irfan yang hanya dikunjungi seminggu sekali karena pria itu bekerja di Jakarta, dan kisah selanjutnya lebih banyak Alma yang bercerita.
Adiba menitikkan air matanya kembali, hatinya merasa sangat bersalah pada wanita yang sudah ditipu habis-habisan.
“Anakmu yang meninggal jenis kelaminnya apa, Naura?” tanya Adiba.
“Bayi saya yang meninggal adalah laki-laki, kalau anak saya tidak meninggal mungkin sekarang menjelang umur empat tahun. Bulan depan tanggal 10 September anak saya ulang tahun, andaikan saja dia masih hidup,” jawab Naura dengan matanya yang berkaca-kaca.
Degh! Jantung Adiba berdegup cepat, tanggal yang disebutkan Naura sama seperti tanggal lahir Noah, umurnya pun sama. “Semoga hasil tes DNA-nya cepat keluar,” batin Adiba yang semakin berkecamuk, tak menentu.
“Sampai saat ini Naura belum pernah tahu di mana pusara anaknya, Bu,” timpal Alma.
Sontak saja Adiba semakin terkejut. “Astagfirullah, beneran Naura, sampai sekarang kamu belum tahu makamnya?”
“Iya Bu, waktu itu Pak Irfan yang mengurusnya, melihat jenazahnya saja saya tidak dikasih lihat.”
“Astagfirullah.” Adiba mengelus dadanya, sedikit demi sedikit wanita paruh baya itu mulai bisa menemukan titik terang anak siapa Noah itu, meski harus bersabar menunggu hasil tes DNA. “Keterlaluan, Irfan!”
“Bu, sekali lagi saya minta maaf atas kesalahan saya yang telah menikah dengan anak Ibu. Sungguh saya tidak bermaksud menggoda suami orang. Dan kalau bisa saya mau minta tolong pada Ibu, anggap saja masalah pernikahan saya dengan Pak Irfan tidak pernah terjadi, karena saya juga ingin berhenti bekerja dan telah melupakannya. Tolong simpan rahasia ini Bu untuk selama-lamanya, lagi pula Pak Irfan juga sepertinya tidak mengenalku, kami layaknya orang asing saat ini,” pinta Naura dengan memelasnya.
Adiba menghela napasnya, lalu meraih tangan Naura untuk digenggamnya. “Ini bukan kesalahanmu Naura, ini kesalahan Irfan yang telah menipumu. Ibu justru malu sebagai orang tuanya, maafkan anak Ibu, pasti saat itu kamu sangat terpuruk dan hancur. Ibu akan merahasiakannya, tapi dengan syarat terima bantuan Ibu jika kamu memang ingin berhenti bekerja, dan jangan pernah putus hubungan sama Ibu. Kalau kamu setuju Ibu akan merahasiakannya dan akan pura-pura tidak tahu masalah pernikahanmu,” pinta Adiba agak sedikit mengancam.
Naura agak tercengang, lalu ia menatap sahabatnya. “Naura, terima saja kebaikan Bu Adiba ketimbang kamu berhutang di mana-mana,” bujuk Alma menyetujui ide Adiba.
Agak bimbang hati Naura, tapi ia menginginkan rahasia itu tidak terkuak lagi, dan biarkan terkubur kembali. “Bu Adiba janji akan menyimpan rahasia ini? Dan tidak bertanya pada Pak Irfan?” tanya Naura agar hatinya lebih yakin lagi.
“Iya Naura, Ibu berjanji akan menyimpan rahasia ini,” balas Adiba berdusta. “Jika hasil tes DNA telah keluar, dan Noah adalah anakmu, Ibu akan berjuang mengembalikannya padamu, dan terpaksa Ibu akan membongkar rahasia ini,” batin Adiba.
“Baiklah Bu, kalau begitu saya akan terima bantuan Ibu,” jawab Naura terpaksa menerima agar urusannya kelar.
“Terima kasih mau menerimanya, dan satu lagi ... Ibu adalah mertuamu jangan anggap orang lain ya.”
“Hah!” Naura tercenung mendengarnya, apalagi wanita paruh baya itu memeluknya.
“Meski kamu sudah bercerai dengan Irfan, tolong anggap Ibu adalah mertuamu ya,” pinta Adiba ketika memeluk Naura. Hati wanita itu mencelos, tak bisa berkata-kata, bingung harus menanggapinya seperti apa, haruskah berbahagia atau semakin sedih.
“Ante!!” Suara anak kecil menggema dengan langkah kaki kecil nan riang terdengar memasuki ruangan.
“Ante ... Noah atang!” seru bocah tampan itu dengan senyuman yang begitu lebar.
Adiba merenggangkan pelukan, lalu melirik ke arah belakang bahunya.
“Eh ... ada Oma!” seru Noah, langkah kakinya semakin cepat mendekati ranjang Naura.
“Jangan lari-lari Dede, nanti jatuh lagi,” pinta Naura langsung mengulurkan tangannya, wajahnya yang sembab tersenyum hangat melihat kedatangan Noah.
Alma yang masih duduk di tepi ranjang mengerjapkan matanya berulang kali saat melihat bocah tampan itu, kemudian ia menatap sahabatnya dengan pandangan bingung.
“Ini anak siapa? Dan kenapa agak mirip Naura wajahnya?”
Noah begitu tiba, langsung minta naik ke atas ranjang sama oma-nya dan langsung memeluk Naura, kemudian mengecup pipi wanita itu.
“Noah bawain loti buat Ante nih, bial Ante cepet cembuh,” ujar Noah dengan menunjukkan paper bag di tangan kanannya.
“Masya Allah, makasih banyak Dede ganteng,” balas Naura dengan rasanya yang begitu bahagia.
Dengkul Alma terasa lemas saat melihat Noah dan Naura duduk berdampingan. “Mirip, kenapa mereka berdua mirip!”
Bersambung ... ✍️
carilah kebenaran sekarang
diacc ya thor /Drool//Drool/
terutamakamu sofia