Varsha memiliki arti hujan menghiasi hidup seseorang dengan derai air mata.
Seorang wanita muslimah berdarah Indonesia harus dijodohkan dengan pria asing tidak dikenalnya. Pria kejam memakai kursi roda meluluh lantahkah perasaan seorang Varsha, seolah ia barang yang bisa dipermainkan seenaknya.
Rania Varsha Hafizha, harus hidup dengan Tuan Muda kejam bernama Park Jim-in, asal Negara Ginseng.
Kesabaran yang dimilikinya mengharuskan ia berurusan dengan pria dingin seperti Jim-in. Balas budi yang harus dilakukan untuk keluarga Park tersebut membuat Rania terkurung dalam sangkar emas bernama kemewahan. Ditambah dengan kehadiran orang ketiga membuat rumah tangga mereka semakin berantakan.
“Aku tidak mencintaimu, hanya Yuuna... wanita yang kucintai.”
“Aku tidak bisa mengubah mu menjadi baik, tetapi, aku akan ada di sampingmu sampai Tuan jatuh cinta padaku. Aku siap terluka jika untuk membuatmu berubah lebih baik.”
Bisakah Rania keluar dari masalah pelik tersebut?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agustine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 31
...🌦️...
...🌦️...
...🌦️...
Kepakan sayap setinggi-tingginya, tinggalkan luka masa lalu dalam bayang dan tidak usah ditengok ataupun dikenang lagi. Hilangkanlah bak debu tertiup angin biarkan jejaknya tak terlihat dan menghilang.
Seperti itulah seharusnya menghilangkan kenangan atau kenyataan pahit yang tengah melanda. Jika tidak menguntungkan dan hanya menyimpan rasa sakit lebih baik tinggalkan. Tidak usah berkecimpung di dalamnya dan enyahkan dalam kehidupan.
Tekad bulat sudah diambil seorang Park Jim-in. Malam ini ia tidak tidur hanya memikirkan mengenai hidupnya saat ini. Ada seseorang yang butuh perlindungan dan penjagaannya. Sudah cukup ia menyakiti sosok rapuh itu kemarin, saat ini ia ingin membahagiakannya, meskipun harus kehilangan segalanya.
Biarkankah, semua menghilang bak pasir dalam genggaman. Semakin digenggam maka kehilangan yang didapatkan. Lebih baik bebaskan dan memasarahkan semuanya pada yang Di Atas. Allah tahu apa yang terbaik untuk dirinya maupun keluarganya.
Harta bisa dicari. Namun, cinta ke mana hendak diraih? Cinta tulus tidak datang dua kali. Begitulah yang dipikirkan Park Jim-in sampai menemukan keputusan tersebut.
Di lantai dua tepatnya di dalam kamar bernuansa hitam putih lembut itu Rania masih tertelap dalam buaian. Mimpi indah yang tengah dikecap memperlihatkan ketenangan dalam wajah ayunya. Jim-in tidak kuasa menahan kesedihan dalam diam. Saat netranya memandang lurus sang istri sejak itu pula hatinya benar-benar seperti ada yang merematnya kuat.
"Aku akan membahagiakanmu," ucapnya tegas.
Seakan terdengar, kedua sudut bibir Rania terangkat. Jim-in duduk di tepi tempat tidur lalu menggoyang-goyangakn tubuh istrinya pelan.
"Sayang, ayo bangun," ujarnya berkali-kali.
Dari alam bawah sadarnya, Rania merasakan ada pergerakan seseorang. Dengan berat ia berusaha membuka kelopak matanya. Perlahan tapi pasti netra jelaga sebening embun di pucuk daun menampkan diri. Ia membalikan badan ke sisi kiri di mana sang suaminya berada.
Seketika Rania terkejut melihat wajah tegas Jim-in di sana.
"Ayo pergi."
Dua kata yang membuat kesadarannya yang belum pulih sepenuhnya hilang kembali. Jim-in pun membantunya bangun dan dengan setengah mengantuk Rania dipaksa untuk beranjak dari tempat tidur.
Dua koper besar yang berada di ambang pintu menjadi tumpun penglihatan Rania dengan dahi lebarnya mengerut dalam tidak mengerti. Tanpa mengatakan apa pun mereka berjalan meninggalkan kamar.
Jam masih menunjukan pukul dua dini hari. Udara dingin mencengkramnya erat saat pasangan suami istri membuka pintu depan. Lagi-lagi Rania dibuat bingung saat dirinya dibawa masuk ke dalam taksi yang sudah menunggu mereka sedari tadi.
Sepanjang perjalanan Jim-in terdiam seraya setia menggenggam tangannya erat. Bak dibius dalam keheningan, Rania tidak kuasa mengatakan apa pun. Ia hanya mengikuti ke mana sang suami membawanya pergi.
Beberapa jam kemudian taksi yang ditumpangi mereka pun berhenti di depan sebuah bangunan sederhana bercat coklat tua. Jim-in kembali membantu istrinya keluar lalu menggandeng tangannya berjalan memasuki pekarangan.
Seketika itu juga ia terkejut kala iris bulatnya memandang rumah tepat di depannya. Ia menoleh ke samping menuntut penjelasan dari Jim-in kenapa membawanya ke tempat itu. Sebelum menjawab sang suamu lebih dulu menariknya masuk ke dalam.
Ia pun mendudukan Rania di sofa ruangan.
"Apa yang sebenarnya sedang Oppa lakukan? Kenapa membawaku ke sini? Ini rumah peninggalan mamah," ucap Rania menggebu tidak sabar mendengar penjelasannya.
Jim-in bersimpuh di depannya lalu menggenggam kedua tangan Rania yang masih lecet.
"Aku membawamu ke sini, karena kita tidak bisa tinggal di mansion lagi. Aku sudah meninggalkan semuanya di sana. Aku tidak ingin melihatmu terluka lagi. Sudah cukup perbuatanku menyakitimu waktu itu. Sekarang aku ingin membahagiakanmu dan tidak membiarkan siapa pun bisa melukaimu. Aku sangat mencintaimu, Sayang."
Kata-kata penuh cinta dan penyesalan mengalun bak musik pengiring tidur.
Rania tidak percaya Jim-in sampai rela meninggalkan kemewahan demi dirinya. Setumpuk keharuan sekaligus kebahagiaan tersimpan erat dalam kelopak maga. Seketika setetes air mengalir terjun di pipi gembilnya. Tangan tegap Jim-in terulur menghapusnya pelan.
"Biarkan air mata ini yang terakhir menetes dari matamu. Setelahnya aku hanya ingin melihat senyum bahagia dari bibirmu. Jika pun ada air mata..... aku harap itu air mata kebahagiaan."
Lagi-lagi suara tegas nan halus suaminya terngiang masuk dalam pendengaran.
Hari ini akan tercetak dalam kamus hidup seorang Rania mengenai penuturan tulus nan suci seorang Park Jim-in.
Tidak kuasa membendung kebahagiaan, Rania pun melemparkan diri menubruk tubuh tegap sang suami. Di sana ia menangis sejadi-jadinya menumpahkan segala perasaan yang selama ini dipendamnya.
"Aku mencintaimu, sangat..... sangat... mencintaimu," jujur Jim-in kemudian.
Rania semakin mengeratkan pelukannya.
"Aku juga sangat mencintaimu."
Untuk sesaat mereka saling merengkuh satu sama lain melengkapi kegelisahan dalam benak. Biarkan dinginnya udara berhembus seenaknya, asalkan mereka bisa menemukan kehangatan.
Beberapa saat kemudian mereka pun menggelar sejadah bersama bermunajat pada Sang Pemilik Kehidupan, menumpahkan semua kegalauan dalam hidup hanya pada-Nya.
...🌦️🌦️🌦️...
Sedangkan di mansion Park, pagi ini tengah terjadi kegaduhan. Hilangnya sosok Tuan Muda menyisakan kepanikan sekaligus kemarahan dari Nyonya Besar. Park Gyeong tidak menyangka jika perkataan sang putra tadi malam benar terjadi.
Anak semata wayangnya menghilang tanpa jejak. Bahkan mengucapkan satu kata saja enggan diberikan oleh si pewaris tersebut. Kilatan kemarahan tercetak di wajah tegasnya, Gyeong mengepalkan kedua tangan erat saat selintas pikiran menghinggapi kepalanya.
"Pasti Rania yang sudah menghasut Jim-in meninggalkan mansion dan membangkang ibunya sendiri. Awas saja aku tidak akan membiarkannya begitu saja," gertaknya serius menyisakan aura mencekam.
Semua pelayan yang berada di sana bergegas menyelamatkan diri dari amukan Sang Nyonya. Mereka tidak mau terkena imbas saat majikannya sudah seperti itu. Aura kelam memancar dalam diri wanita paruh baya tersebut. Gemertak giginya terdengar memilukan dengan sorot mata tajam siap memangsa siapa saja yang berjalan di hadapannya.
Wanita anggun nan arogan itu kini tengah bermain dengan tindakannya sendiri.
"Sang Oh, selidiki ke mana anak dan wanita itu pergi!! Jangan kembali sampai kamu dan anak buahmu menemukan mereka."
Perintah telak tidak ingin dibantah terucap jelas dari mulut merah menyalanya.
Setelah mengatakan itu Gyeong pun pergi dari sana menyisakan kepingan kekalutan. Sang Oh, pelayan yang sudah mengabdi bertahun-tahun dalam mansion adalah orang kepercayaan keluarga Park. Dari usianya dua puluh tahunan sampai sekarang pria paruh baya itu masih tetap berwibawa. Kepala pelayan sekaligus bodyguard yang melindungi nyonya dan tuannya kini tengah mendapatkan tugas terberat.
Sang Oh menghela napas kasar dan memandangi kepergian sang nyonya.
"Semoga kali ini Tuan Muda baik-baik saja. Bagaimana bisa aku memisahkan suami istri yang saling mencintai? Setidaknya aku ingin melihat tuan Jim-in bahagia," bisiknya mengikuti ke mana Nyonya Besar. "Perintahkan dua orang untuk melacak keberadaan Tuan Muda." Titahnya pada earphone yang terpasang di telinganya.
...🌦️KEPERGIAN🌦️...
GAK ETIS LANJUTIN NOVEL YANG SEHARUSNYA UDAH TAMAT, TAMAT YAH TAMAT JANGAN DI LANJUTIN. JADI KELUAR DARI ALUR.
makasih buat karyanya thor ,bunga sekebon buat thor 💜😍
rania itu jgn2 thor ya ,gpp thor semangat 😘