mampir mampir mampir
“Mari kita berpisah,”
“Mas rasa pernikahan kita sudah tidak bisa di pertahankan, mungkin ini memang salah mas karena terlalu berekspektasi tinggi dalam pernikahan ini.” Lirih Aaron sambil menyerahkan sesuatu dari sakunya.
Zevanya melakukan kesalahan yang amat fatal, yang mana membuat sang suami memilih untuk melepasnya.
Namun, siapa sangka. Setelah sang suami memutuskan untuk berpisah, Zevanya di nyatakan hamil. Namun, terlambat. Suaminya sudah pergi dan tak lagi kembali.
Bagaimana kisahnya? jadikah mereka bercerai? atau justru kembali rujuk?
Baca yuk baca!!
Ingat! cerita hanya karangan author, fiktif. Cerita yang di buat, bukan kenyataan!!
Bijaklah dalam membaca.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Toko mainan
Hati Marsha saat ini tengah bahagia, sebab Ayla mengajaknya ke toko mainan. Dia sudah memiliki uang, dan akan menggunakannya untuk membeli mainan.
CKLEK!
BRAK!!
Marsha membuka kasar pintu rumah, dia berjalan riang mendekati kucing yang sedang menggali tanah untuk pupnya. Namun, Marsha malah menghalangi kucing itu untuk menuntaskan kebutuhannya dengan menggendong nya dan memutarinya.
"MENGAPA YANG LAIN BICAAA!!! BELDUA DENGAN MUDAHNAAAA!! NAMUN KITA .... UHUK! UHUK KECELEK!"
Marsha melempar kucing itu kembali ke rumput, kucing itu tampak trauma dengan Marsha. Kemudian dia berlari menjauh dengan cepat.
"Cenang kali lacana hatiku, pagi yang celaaahh!! secelah hatikuuu!!"
Marsha menggerakkan dress yang dia pakai, dia berkeliling halaman rumah dengan perasaan bahagia.
"Mana ci kakak, lama banget. Lumutan Malcha ini nungguinna." Decak Marsha dengan kesal.
"KAKAAAAAKK!!"
"Iya-iya, ayo." Sahut Ayla dengan cepat, dia segera keluar menghampiri keponakannya yang sudah merengut kesal.
"Bu! kita pergi dulu!" Pamit Ayla sambil mengulurkan tangannya pada Marsha. Marsha lun menyambut uluran tangan Ayla.
"Ya, hati-hati!" Seru Bu Sri dari dalam rumah.
Ayla dan Marsha berjalan menuju jalan besar untuk mencari angkutan umum. Namun, langkah mereka harus terhenti lantaran sebuah motor yang berhenti di dekat mereka.
"Marsha?"
"Aa danteng!" Seru Marsha dengan senang.
Raihan datang dengan motor besar hasil menyewa, niat hati ingin jalan-jalan di kota bandung. Namun, dirinya malah bertemu dengan Marsha dan Ayla.
"Yang bening aja jadi belo matanya." Batin Ayla, berdecih sinis menatap ponakannya yang sangat centil itu.
"Mau kemana? mau sekalian aku antar?" Ajak Raihan, hitung-hitung. Dia bisa pdkt dengan Ayla.
"Engga u ...."
"BOLEH! BOLEH!!" Bukan Ayla, melainkan Marsha yang sudah heboh.
"Astaga." Ayla menepuk keningnya, keponakannya sangat cepat menggapai sesuatu yang menguntungkan baginya.
"Ayo naik!" Ajak Raihan.
Ayla baru menyadari jika ponakannya ternyata sudah duduk di depan Raihan sembari menatapnya dengan senyuman lebar.
"Awas saja kalau di rumah." Decak Ayla.
***
Zeva tengah menahan tangis, sebab telepon rumah sang majikan di putus semua. Dia bingung, haru bagaimana jika ingin menelpon Ayla untuk menanyakan kabar putrinya.
"Aku merindukan Marsha hiks ... aku merindukannya." Tak Tahan, Zeva menumpahkan tangisnya.
Kebetulan Jacob yang baru saja dari dapur dan melewati taman belakang pun menyempatkan untuk melihat Zeva yang duduk di kursi taman.
"Zeva? ada apa denganmu?" Tanya Jacob mendapati mata Zeva yang memerah.
Zeva langsung mengusap wajahnya, dia berdiri dan menatap canggung Jacob.
"Sa-saya hanya merindukan keluarga saya tuan," ujar Zeva.
"Oh, kenapa tidak kamu telpon saja?" Tanya Jacob dengan kening mengerut.
Zeva menggeleng kaku. "Ponsel saya sudah di jual, tadinya saya mau pakai telpon rumah. Tapi seperti nya sudah di putus." Ujar Zeva dengan melirihkan suaranya.
"Di putus? siapa yang putus?" Bingung Jacob.
Lalu, Jacob mengeluarkan ponselnya. Dia langsung menghubungi pihak yang bersangkutan. Setelah dia tahu, Jacob pun berdecak kesal.
"Apa-apaan dia, kenapa seenaknya memutuskan saluran telpon rumah. Awas saja anak itu,"
Zeva melihat kepergian Jacob dengan kebingungan, hingga teriakan pria itu membuatnya mengerti.
"AAROOONN!!"
Zeva terdiam, jadi suaminya lah yang memutuskan sambungan telpon itu? tapi kenapa?
Jacob menghampiri Aaron yang sedang bersantai di ruang keluarga sembari melihat dokumen.
"Ada apa?" Tanya Aaron dengan santai tanpa memperdulikan Jacob yang marah padanya.
"Kenapa kamu memutuskan saluran telepon rumah hah?! APa kamu terganggu sehingga kamu memutusnya!"
"Kenapa marah? lagian kita semua pakai ponsel, apa sepenting itu telpon. rumah? boros listrik, san aku sedang menghemat." Jawab Aaron dan tanpa salah.
"KAUU!!" Jacob benar-benar geram dengan adiknya, tapi Aaron tetap lah Aaron. Jacob akan kalah telak jika berdebat dengan adik tirinya itu.
Dengan perasaan kesal, Jacob pergi dari saja. Dia pergi ke kamarnya dan kembali menghampiri Zeva yang masih duduk di kursi taman.
"Zeva." Panggil JAcob.
"Ya?" Sahut Zeva dan beranjak dari duduknya.
Jacob menyodorkan sebuah kotak persegi panjang, hal itu tentunya membuat Zeva kebingungan.
"Buat saya?" Tanya Zeva menunjuk dirinya.
"Ya iya buat Kamu, buat siapa lagi? Orang disini cuman kamu, gak mungkin saya kasih pohon kan?" Walau Jacob sudah berkata seperti itu, Zeva ragu untuk mengambilnya.
"Hais, ambillah!" Paksa Jacob, bahkan pria itu menarik tangan Zeva dan memberikan kotak berisikan ponsel itu.
Zeva melihat ponsel yang ada di tangannya, entah dia harus bahagia atau justru merasa tak enak.
"Dengan begitu ... Kamu bisa menghubungi keluargamu," ujar Jacob sembari tersenyum.
"Terima kasih." Kata Zeva.
"Sama-sama, saya tinggal dulu." Balas Jacob.
Setelah kepergian Jacob, Zeva membuka kotak ponselnya. Dia mengeluarkannya dengan hati-hati, menatap takjub ponsel mahal di tangannya.
"Merek apel di gigit, mahal ini pasti." Gumam Zeva
Prok!
prok!
prok!
Atensi Zeva teralihkan pada seseorang yang bertepuk tangan, dirinya langsung berdiri saat melihat Aaron yang datang padanya.
"Tuan Aaron." CIcit Zeva.
"Waw, ponsel baru dari majikan. Sangat jarang loh majikan kasih ponsel ke bawahannya, apalagi yang kerjanya baru sebentar. Kecuali kalau ... kamu memang sengaja membuatnya merasa simpati sama kamu."
Zeva menekuk wajahnya kesal, ingin dia menghantam wajah menjengkelkan Aaron dengan ponsel baru itu. Tapi sayang, harganya mahal.
"Kalau iya emang kenapa? tuan iri gak di kasih? bilang bos!" Sinis Zeva dan berlalu pergi meninggalkan Aaron yang melongo di buatnya.
"Dia sudah mulai berani melawanku? awas saja dia." Lirih Aaron dengan mengetatkan rahangnya, menatap kepergian Zeva dengan kekesalan yang memeluk hatinya.
***
Marsha bebas memilih mainan yang dia suka, dan tentunya Raihan yang menyuruh anak itu.
Di saat yang sama, keduanya di serang kecanggungan. Mereka sudah seperti sepasang suami istri yang sedang menemani anak mereka.
"Oh ya, siapa namamu?" Tanya Raihan melirik kaku ke arah Ayla.
"Ayla." Jawab Ayla dengan singkat.
"Ooh Ayla, aku panggil Ay boleh?" Tanya Raihan dengan menahan senyumnya.
"Boleh." Jawab Ayla.
"Oke ayang! aku Raihan, salken!" Seru Raihan dengan tersenyum manis.
"Eh?!" Bentar, seperti ada yang salah. Ayla masih bergeming hingga beberapa saat.
Ayla perempuan yang sangat pemalu, tapi jika sudah kenal. Mereka akan di dikagetkan dengan sikap bar-bar Ayla.
Tatakan keduanya tertuju pada Marsha yang tengah berada di rak mainan, terkadang anak itu mengambil boneka dan kembali menaruhnya ketika melihat yang lebih bagus.
"Dia sangat menggemaskan." Ujar Raihan memecah keheningan.
"Ya, sayangnya jalan hidupnya tak semulus itu." Lirih Ayla.
Raihan menoleh ke arah Ayla, di tatapannya dengan lekat wajah cantik gadis itu.
"Sejak dalam kandungan, Marsha merasakan kepahitan hidup. Dia tidak pernah merasakan elusan seorang ayah, bahkan kehadirannya pun tidak diketahui oleh ayah kandungnya."