Ceritanya berkisar pada dua sahabat, Amara dan Diana, yang sudah lama bersahabat sejak masa sekolah. Mereka berbagi segala hal, mulai dari kebahagiaan hingga kesedihan. Namun, semuanya berubah ketika Amara menikah dengan seorang pria kaya dan tampan bernama Rafael. Diana yang semula sangat mendukung pernikahan sahabatnya, diam-diam mulai merasa cemburu terhadap kebahagiaan Amara. Ia merasa hidupnya mulai terlambat, tidak ada pria yang menarik, dan banyak keinginannya yang belum tercapai.
Tanpa diketahui Amara, Diana mulai mendekati Rafael secara diam-diam, mencari celah untuk memanfaatkan kedekatannya dengan suami sahabatnya. Seiring berjalannya waktu, persahabatan mereka mulai retak. Amara, yang semula tidak pernah merasa khawatir dengan Diana, mulai merasakan ada yang aneh dengan tingkah sahabatnya. Ternyata, di balik kebaikan dan dukungan Diana, ada keinginan untuk merebut Rafael dari Amara.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ayuwine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
kebahagiaan mereka
Setelah acara pernikahan yang mewah dan penuh kehangatan selesai, Ferdi dan Amara memilih untuk menikmati malam pertama mereka di sebuah hotel bintang lima yang telah disiapkan khusus untuk mereka.
Kamar hotel itu dihiasi dengan dekorasi yang romantis—kelopak mawar merah tersebar di atas tempat tidur berukuran king, lilin-lilin beraroma lavender memberikan pencahayaan hangat, dan sebotol sampanye dingin siap menyambut mereka. Ferdi membuka pintu kamar, lalu mempersilakan Amara masuk dengan senyum lembut yang penuh cinta.
Amara, yang mengenakan gaun malam berwarna putih yang sederhana namun elegan, tampak sedikit gugup. Ferdi, yang memperhatikan ekspresi itu, mendekat dan menggenggam kedua tangan istrinya. "Kamu tahu, aku sudah lama menunggu momen ini," bisiknya lembut.
Amara tersenyum kecil, mencoba mengatasi rasa gugupnya. "Aku juga, Ferdi. Aku hanya... masih merasa semua ini seperti mimpi," jawabnya pelan, menatap suaminya dengan penuh rasa syukur.
Ferdi tidak menjawab. Sebaliknya, dia menarik Amara ke dalam pelukannya. Dia mengecup lembut kening istrinya, lalu membisikkan kata-kata yang membuat hati Amara terasa tenang. "Mulai sekarang, tidak ada lagi yang perlu kamu khawatirkan. Aku akan selalu ada untukmu."
Amara menatap Ferdi dengan penuh cinta, lalu mengangguk. Mereka berdua berjalan ke balkon kamar hotel yang menawarkan pemandangan kota yang berkilauan di bawah sinar lampu-lampu malam. Udara malam yang sejuk menyelimuti mereka, menciptakan suasana yang semakin intim.
"Terima kasih sudah memilih aku," kata Amara, memecah keheningan.
Ferdi menggenggam tangannya erat. "Aku tidak pernah memilih siapa pun selain kamu, Amara. Kamu adalah segalanya untukku."
Malam itu, mereka menghabiskan waktu dengan berbincang-bincang santai, mengenang perjalanan mereka hingga akhirnya bersatu dalam ikatan suci pernikahan. Ketika suasana semakin larut, Ferdi membawa Amara kembali ke kamar.
Dengan perlahan, Ferdi mengangkat wajah Amara dan mengecup bibirnya dengan lembut. Ciuman itu penuh dengan rasa cinta dan penghargaan, bukan sekadar nafsu. Amara merespons dengan penuh kehangatan, dan malam pertama mereka pun menjadi momen yang penuh keintiman, cinta, dan kebahagiaan.
Bagi Ferdi dan Amara, malam itu bukan hanya awal dari kehidupan baru mereka sebagai suami istri, tetapi juga menjadi kenangan tak terlupakan yang akan mereka bawa bersama sepanjang hidup.
Seminggu berlalu sejak pernikahan mereka, Ferdi dan Amara akhirnya kembali menjalani kehidupan normal sebagai pasangan suami istri. Namun, kehidupan Ferdi kini terasa semakin lengkap dan menguntungkan. Sebagai menantu dari keluarga konglomerat, dia mendapatkan banyak hal yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.
Ferdi, yang kini mulai kembali mengelola perusahaan sang oma, merasa hidupnya berubah drastis setelah menikahi Amara. Dukungan penuh dari keluarga istrinya membuat jalannya di dunia bisnis terasa lebih mudah. Bahkan, nenek Amara—yang memiliki pengaruh besar dalam perusahaan keluarga—memberikan kepercayaan penuh kepada Ferdi untuk menjalankan salah satu perusahaan utama mereka.
Tidak hanya itu, nenek Amara juga memberikan mereka sebuah rumah mewah sebagai hadiah pernikahan. Rumah itu berada di kawasan elit, lengkap dengan segala fasilitas mewah yang membuat Ferdi semakin merasa beruntung.
Ferdi duduk di ruang kerjanya, memandangi berkas-berkas yang perlu ia tandatangani. Sesekali, ia tersenyum kecil, memikirkan betapa jauhnya hidupnya telah berubah. Ia, yang dulu hanya seorang pengusaha biasa, kini menjadi bagian dari salah satu keluarga terkaya di kota ini.
Namun, di balik semua itu, Ferdi tidak lupa bahwa keberuntungan ini datang berkat Amara. Ia tahu bahwa tanpa cinta dan kepercayaan dari istrinya, ia tidak akan berada di posisi ini.
Sementara itu, Amara tetap menjalani perannya sebagai istri yang mendukung suaminya. Meskipun hidup mereka kini dipenuhi dengan kemewahan, Amara tetap rendah hati dan tidak pernah menunjukkan sikap sombong. Ia sering mengunjungi neneknya untuk berbincang atau sekadar memastikan bahwa segala kebutuhan keluarga terpenuhi.
Namun, kebahagiaan mereka ini tidak lepas dari pandangan orang lain. Banyak yang iri dengan Ferdi, menganggapnya sebagai pria beruntung yang mendapatkan segalanya hanya karena menikahi anak konglomerat. Di sisi lain, ada pula yang meragukan niat Ferdi, menganggapnya hanya memanfaatkan Amara demi harta keluarganya.
Tetapi, Ferdi tidak terlalu memikirkan apa kata orang. Baginya, yang terpenting adalah membuktikan dirinya layak mendapatkan semua tanggung jawab yang telah diberikan. Ia ingin menunjukkan bahwa ia tidak hanya mengandalkan status sebagai suami Amara, tetapi juga kemampuan dan dedikasinya untuk menjaga nama baik keluarga mereka.
Di tengah kesibukan mereka, Ferdi dan Amara tetap meluangkan waktu untuk bersama, menikmati momen-momen kecil yang mengingatkan mereka pada alasan mengapa mereka saling mencintai. Namun, di balik kebahagiaan ini, adakah tantangan baru yang akan menguji hubungan mereka? Ataukah semuanya akan berjalan lancar seperti yang mereka impikan?
Sementara Ferdi dan Amara menikmati kebahagiaan pernikahan mereka, di sisi lain, Sinta, adik perempuan Ferdi, merasa semakin kesepian. Sejak kakaknya menikah, perhatian yang selama ini selalu ia dapatkan dari Ferdi perlahan-lahan berkurang. Ferdi yang dulu selalu memenuhi setiap keinginannya, kini lebih fokus pada Amara dan kehidupan barunya sebagai suami.
Di kamar tidurnya, Sinta termenung, menatap langit-langit dengan hati yang penuh rasa kesal. Baginya, Amara adalah penyebab utama semua perubahan ini. Status Amara sebagai seorang janda membuat Sinta semakin muak.
“Kenapa dia?” gumam Sinta dengan nada penuh kebencian. “Kenapa kak Ferdi memilih seorang janda, padahal dia bisa mendapatkan wanita yang jauh lebih baik?”
Sinta merasa Amara telah merebut segalanya darinya—bukan hanya perhatian Ferdi, tetapi juga posisinya sebagai orang yang paling disayang di keluarga mereka. Ia tidak pernah membayangkan bahwa suatu hari, ia harus berbagi tempat di hati Ferdi dengan wanita lain, apalagi wanita yang menurutnya "tidak pantas" seperti Amara.
Keadaan ini membuat Sinta semakin tenggelam dalam perasaannya sendiri. Dia mulai menghindari keluarga besar dan jarang berinteraksi dengan Ferdi. Bahkan, ketika Ferdi mencoba menghubunginya untuk memastikan dia baik-baik saja, Sinta hanya menjawab singkat atau bahkan tidak merespons sama sekali.
Namun, di balik kemarahannya, Sinta juga merasa hampa. Ia merindukan Ferdi, kakaknya yang selalu menjadi pelindung sekaligus sahabat baginya. Ia merindukan hari-hari ketika Ferdi selalu ada untuknya, tanpa ada orang lain yang memisahkan mereka. Tapi harga dirinya terlalu tinggi untuk mengakui semua itu, apalagi di depan Amara.
“Dia hanya janda. Kenapa aku harus kalah darinya?” pikir Sinta, sambil menggenggam erat bantal di tangannya. “Aku akan pastikan dia tidak bisa merebut kak Ferdi sepenuhnya dariku.”
Di dalam hatinya, Sinta mulai menyusun rencana. Dia ingin memastikan bahwa Amara tidak akan bisa mengambil Ferdi darinya lebih jauh. Entah bagaimana caranya, Sinta berniat untuk mendapatkan kembali perhatian Ferdi, bahkan jika itu berarti membuat Amara merasa tidak nyaman di rumah barunya sendiri.
Sinta tahu, langkah ini mungkin akan memperburuk hubungannya dengan kakaknya. Tapi, bagi Sinta, kehilangan Ferdi adalah hal yang tidak bisa ia terima. Dan jika Amara adalah penyebabnya, maka Amara juga yang harus bertanggung jawab.