Bukan bacaan untuk bocil.
Blurb...
"Hem..ternyata cewek cupu ini cantik juga"
Gumam Albian, saat menanggalkan kacamata tebal dari wajah Khanza.
Demi memenangkan taruhan dengan teman-temannya. Albian yang notabenenya adalah pria paling populer di kampus, sampai rela berpacaran dengan Khanza si gadis cupu dan penyendiri.
Berkat pesona yang dimilikinya. Albian berhasil membuat gadis cupu dan lugu seperti Khanza, kini pasrah berada di bawah kungkungannya.
"A-aku takut Al. Bagaimana kalau aku hamil?"
Tanya Khanza saat Albian menanggalkan kancing kemeja oversize miliknya. Namun Albian yang otaknya sudah diselimuti kabut hawa nafsu tidak mendengarkan ucapan Khanza. Meniduri gadis cupu itu adalah bagian dari taruhan mereka.
"Tenang saja sayang, semua akan baik-baik saja kok"
Ucap Albian sembari menelan salivanya saat melihat gunung kembar milik Khanza yang padat dan menantang.
ikuti kisah selengkapnya dengan membaca karya ini hingga selesai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alisha Chanel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kecewa berat
"Bagaimana aku bisa menikahi dia oma? Sementara dia selalu menghindar dariku sekarang" Batin Albian.
Mendengar ucapan Oma Shana, Albian hanya mampu mengulum senyumnya saja.
"Iya oma, suatu hari nanti aku pasti akan mengenalkan gadis itu pada kalian dan menjadikannya istriku"
Yakin Albian sembari menggenggam tangan putih sang oma yang sudah terdapat guratan-guratan halus karna termakan usia.
"Kapan?" Tanya semua orang antusias.
Arjuna, Rinjani dan Oma Shana menatap penuh harap ke arah Albian.
"Ya nanti.." Entah nanti itu kapan, tapi Albian yakin hal itu pasti akan terjadi.
***
***
"Terima kasih pak, kembaliannya di ambil saja"
Ucap Hanum dengan ramah, menyodorkan selembar uang 50 ribuan pada driver taksi online yang sudah terlihat berumur itu.
"Terima kasih non" Balas driver taksi online tersebut, dengan kedua netranya yang menatap lekat ke arah Khanza dan Hanum secara bergantian.
"Cantik-cantik tapi kok berandal" Batin driver taksi online tersebut.
Pria paruh baya itu masih menganggap kalau Khanza dan Hanum adalah anak-anak nakal yang pergaulannya sudah di luar batas.
"Jam segini mereka baru pulang ke rumah. Apa orang tua mereka tidak Khawatir?" Batin pria paruh baya itu lagi.
"Ya Allah, Semoga Alika tidak seperti mereka" Harapnya sembari membayangkan anak gadisnya di rumah.
Setelah driver taxi online itu pergi, Hanum mengajak Khanza untuk masuk ke dalam sebuah rumah yang tak kalah besar dan mewah dari rumah milik bude Citra.
"Assalamualaikum..." Teriak Hanum setelah membuka pintu rumahnya.
"Waalaikumsalam.." Jawab Hanum pula.
Khanza sampai mengernyitkan dahinya ketika Hanum mengucapkan salam dan menjawabnya sendiri.
"Di rumah ini gak ada orang, jadi kita harus menjawab salam kita sendiri. Menjawab salam itu hukumnya wajib bukan?"
Hanum buru-buru menjelaskan sebelum Khanza menganggap dirinya aneh.
"Apa rumah besar ini rumah kamu Hanum?" Tanya Khanza penasaran.
"Hem" Gadis berparas ayu itupun menganggukan kepalanya.
Bukannya lega saat mendengar jawaban dari Hanum, Khanza malah jadi semakin penasaran saja.
"Punya rumah sebagus ini? Tapi kenapa malah Hanum tinggalkan untuk merantau diluar kota, kerja di pabrik pula?"
Batin Khanza sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Rumah besar ini pasti harganya sangat mahal, itu artinya Hanum bukanlah orang biasa."
"Rumah ini pemberian dari papa aku. Saat mama meninggal, aku cuma tinggal sendirian saja di rumah ini. Mama aku cuma istri kedua sedangkan papa lebih banyak menghabiskan waktu dengan istri pertamanya."
Cerita Hanum panjang lebar. Khanza hanya mengangguk saja untuk meresponnya, tak tahu juga harus bicara apa. Terlalu banyak hal yang mengejutkan Khanza tentang gadis di hadapannya itu.
"Jadi daripada aku tinggal sendirian di rumah ini, lebih baik aku merantau ke Jakarta. Aku bisa bertemu dengan banyak orang saat tinggal di kostan atau tempat kerja, jadi tidak kesepian lagi" Dusta Hanum.
Karna alasan sebenarnya Hanum sampai nekat merantau ke Jakarta adalah, karna di kota itulah papa dan istri pertamanya tinggal.
Hanum ingin selalu melihat sang ayah walau dari kejauhan. Sedangkan pabrik tempatnya bekerja sangat dekat lokasinya dengan rumah sang ayah.
Tapi akhir-akhir ini sang ayah sangat jarang ada di rumah, jadi Hanum memutuskan untuk pulang kampung saja.
"Sabar ya, kamu gak sendirian kok di dunia ini"
Ucap Khanza sembari memeluk dan menepuk punggung Hanum untuk menguatkan.
"Aih, apa-apaan sih Za, aku baik-baik aja kok"
Hanum melerai pelukan Khanza. Hanum adalah wanita independent, ia tidak mau di kasihani oleh siapapun.
"Aku sudah cerita semua tentang aku, sekarang giliran kamu Za" Tuntut Hanum.
Awalnya Khanza menolak, tapi Hanum terus memaksa. Akhirnya Khanza menyerah juga, ia menceritakan semua tentang dirinya pada Hanum.
Tak peduli walau malam sudah semakin condong ke arah pagi, tapi kedua gadis itu terus saja berbagi kisah tentang hidup masing-masing.
***
"Menikah dengan pria brengsek seperti Albian, tidak! Aku tidak mau!" Khanza menggelengkan kepalnya dengan tegas.
Sebagai jawaban atas pertanyaan Hanum, kenapa Khanza tidak meminta pertanggung jawaban dari pria yang telah menanam benih di rahimnya.
Khanza memang sudah menceritakan semua tentang dirinya pada Hanum, tentang ia yang hanya di jadikan bahan taruhan oleh kekasihnya, tentang ia yang di usir dari rumah karna orang tuanya malu memiliki anak yang hamil di luar nikah.
Dan tentang kebenciannya pada Albian, hingga mampu mengalahkan rasa cintanya pada pria yang pernah mengisi hatinya itu.
"Ooo..jadi nama pria itu Albian!" Geram Hanum. Mendengar cerita Khanza, Hanum jadi ikut merasa kesal pula pada pria yang bernama Albian-Albian itu.
"Sudah cukup! Jangan sebut nama Albian lagi di hadapanku" Kesal Khanza.
"Tapi barusan kau menyebutkan namanya" Balas Hanum pula, membuat Khanza jadi gelagapan sendiri.
"T-tidak itukan hanya contoh!" Khanza menjelaskan.
"Hem begitu, apa kau masih mencintai pria itu Za?"
deg!
Jantung Khanza berdebar saat mendapat pertanyaan itu. Ia bingung harus menjawab apa.
"T-tidak! Tentu saja tidak, hanya orang bodoh yang akan mencintai pria seperti Albian" Jawab Khanza akhirnya. "Seperti aku yang dulu, bodoh!" Lanjut batinnya.
Butuh waktu cukup lama untuk mengucapkan kalimat itu, karna Khanza harus berperang dulu dengan batinnya sendiri, barulah ia bisa mengatakan tidak mencintai Albian lagi.
Hanum mengulum senyumnya saat mendengar jawaban Khanza. Gadis berkulit sawo matang itu mengangguk-anggukan kepalanya seakan memahami sesuatu.
Hanum masih bisa melihat cinta di mata Khanza untuk pria itu, hanya saja rasa cinta itu terkalahkan oleh rasa kecewa yang teramat berat.
💕💕💕💕
#Hallo teman-teman haluku, dukung terus karya ini dengan cara like, komen, vote and hadiah sebanyak-banyaknya ya. Makasih juga buat yang udah dukung karya ini, berkat dukungan dari teman-teman karya ini masuk 20 bab terbaik🙏🥰#
the real kembar ini mah,, slalu bertengkar...