Aku sangka setelah kepulanganku dari tugas mengajar di Turki yang hampir 3 tahun lamanya akan berbuah manis, berhayal mendapat sambutan dari putraku yang kini sudah berusia 5 tahun. Namanya, Narendra Khalid Basalamah.
Namun apa yang terjadi, suamiku dengan teganya menciptakan surga kedua untuk wanita lain. Ya, Bagas Pangarep Basalamah orangnya. Dia pria yang sudah menikahiku 8 tahun lalu, mengucapkan janji sakral dihadapan ayahku, dan juga para saksi.
Masih seperti mimpi, yang kurasakan saat ini. Orang-orang disekitarku begitu tega menutupi semuanya dariku, disaat aku dengan bodohnya masih menganggap hubunganku baik-baik saja.
Bahkan, aku selalu meluangkan waktu sesibuk mungkin untuk bercengkrama dengan putraku. Aku tidak pernah melupakan tanggung jawabku sebagai sosok ibu ataupun istri untuk mereka. Namun yang kudapat hanyalah penghianatan.
Entah kuat atau tidak jika satu atap terbagi dua surga.
Perkenalkan namaku Aisyah Kartika, dan inilah kisahku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septi.sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 8
Puas melepas rindu terhadap cucunya, tuan Abdullah bangkit lalu mengajak anak, menantu serta cucu-cucunya untuk makan siang bersama, karena memang waktu sudah menunjukan pukul 1 siang.
"Ayo semua kita makan siang bersama!!" seru tuan Abdullah membuka suara.
Narendra kembali lagi dengan sang bunda, berjalan bergandengan bersama dengan begitu gembira, yang dimana dapat dilihat dari langkah keduanya.
Bu Sinta mengeratkan tanganya pada sang suami dengan sesekali menatapnya dengan tersenyum, begitu bersyukur melihat senyum diwajah putrinya telah kembali.
'Ya Allah, engkau tunjukan kuasamu melalui putraku sendiri! Terimakasih..!!' jerit batin Asiyah sembari menatap putranya dengan tersenyum bangga.
** **
'Aku ngga akan biarkan putraku direbut oleh mbak Aisyah! Sebisa mungkin Narendra dan juga mas Bagas harus bersamaku kembali!'
"Arrghhh...!!"
Teriak Melati yang merasa frustasi sembari memukul setir mobilnya. Pikiran serta perasaanya benar-benar terancam setelah kedatangan Aisyah mengambil putranya kembali.
Setelah mendapat menolakan dari suaminya, kini Melati memutuskan untuk pulang terlebih dahulu. Madu dari Aisyah itu menyangka bahwa Bagas dan juga Narendra sudah berada dirumah menunggu kedatanganya.
Melati keluar dari dalam mobil dengan langkah tergesa, karena tidak sabar akan bertemu dengan putra maupun suaminya.
Wajahnya sudah mulai geram saat membuka pintu kamar putranya masih kosong tanpa penghuni, begitupun kamarnya dengan Bagas.
Rumah megah dua lantai itu bagaikan tertelan masa, karena tidak ada suara maupum jeritan sang putra yang biasanya memenuhi seantero bangunan tersebut.
Melati kembali menuruni anak tangga, saat melihat mertuanya keluar dari kamar dengan penampilan elegant serta tas branded yang sudah berada dalam tangan keriputnya, menandakan sang mertua akan bepergian siang ini.
"Bu..tunggu sebentar!"
Bu Dewi menoleh mengerutkan dahi, saat melihat sang menantu seperti orang kebingungan.
"Ada apa Melati? Kenapa?" jawabnya, saat berhasil mengusap lengan menantu kesayanganya itu.
"Apa mas Bagas belum pulang sejak tadi?"
"Kamu bukanya tadi dari kantor Bagas?! Lha kok nanya sama ibu..! Ibu kira kalian pulang bersama!" jawabnya, "Mana Narendra?"
"Narendra masih bersama mbak Aisyah bu. Aku hanya takut jika Narendra akan teracuni otaknya!! Bisa saja kan, mbak Aisyah berkata yang tidak-tidak dengan putraku!" tuduh Melati memulai membakar amarah sang mertua, agar semakin membenci istri pertama Bagas.
Mata bu Dewi menajam, "Kurang ajar!! Dasar menantu tidak pantas. Ibu sudah sejak dulu menyuruh Bagas menceraikanya, namun suamimu masih kekeh mempertahankan rumah tangganya dengan si Aisyah itu! Entah apa yang dia lihat dari wanita tidak becus itu," geram bu Dewi.
Mendengar itu melati menarik sudut bibirnya sebelah, merasa unggul atas pembelaan dari mertuanya itu. Sementara bu Dewi, mata hatinya pun sudah tertutup oleh kehadiran Melati. Kesalahan serta kekurangan apapun yang dimiliki sang menantu kesayangan itu tidak akan mampu menggoyahkan ketegaran bu Dewi, walaupun hingga saat ini Melati belum juga memberinya seorang keturunan.
"Saat ini, hanya Narendra lah yang menjadi tameng agar Bagas tetap berada disisimu, Melati!! Kamu harus bisa merebut kembali hati Bagas melalui putranya. Dengan begitu, rumah tanggamu akan baik-baik saja!" tandas sang mertua mencoba membangkitkan semangat pada jiwa Melati, agar tidak terkalahkan oleh menantu pertamanya.
Melati tersenyum sinis, tatapanya menerobos jauh sembari bersidekap dada, "Ibu tenang saja...! Aku akan merebut kebahagiaanku kembali. Aku akan membuat mas Bagas jatuh cinta lagi kepadaku!!"
"Ya sudah, lebih baik kamu dirumah saja! Nanti ibu akan mampir dikantor suamimu untuk memintanya pulang kerumah! Kamu tenang saja," diusapnya surai Melati dengan sayang, "Kalau begitu ibu pamit dulu!"
Melati hanya mengangguk, membiarkan sang mertua pergi. Dirinya masih mematung diruang tengah menatap kepergian sang mertua, hingga benar-benar menghilang dari pandanganya.
Untuk saat ini hanya mertuanya lah yang menjadi kekuatan untuknya. Bagas tidak akan menolak jika ibunya sudah membuka suara.
Setelah itu, Melati naik kembali kelantai dua menuju kamarnya.
Rupanya pemandangan tadi tidak luout dari tatapan kepala pelayan tua, yang sejak tadi mendengar obrolan antara tuan rumah dan juga menantunya.
Mbok yem yang bersembunyi dibalik tembok pemisah antara ruang makan dan ruang tengah, saat ini tengah mengelus dadanya karena merasa kasian terhadap nona mudanya, yakni Aisyah.
"Dorr....!" sentak Niroh sang pelayan muda, saat melihat mbok Yem tengah bersandar pada dinding.
"Ya Allah Niroh...! Kamu ngagetin simbok aja. Untung mbokmu ini nggak jantungan!" geram mbok Yem dengan memukul lengan Niroh, namun dengan pelan.
"Lagian simbok ngalamun disini. Memang ada apa sih mbok?" ingin tahunya sembari mengedarkan pandangan kearah ruang tengah yang sudah tidak ada siapa-siapa lagi.
"Sudah, ayo kita kerja lagi. Nggak ada apa-apa. Kamu ini masih muda tapi kepomu itu lho, nggak hilang-hilang!!" geram mbok Yem seraya pergi dari posisinya semula.
Niroh hanya mengangkat sebelah alis, lalu segera menyusul pelayan tua tadi.
** **
Sebelum pergi keacara arisan, bu Dewi singgah sebentar kekantor sang putra, untuk bertemu sebentar dengan putranya tersebut.
Semua karyawan menunduk segan, saat wanita tua dengan penampilan elegant itu mulai masuk kedalam aula depan.
"Apa putra saya ada keluar tadi?" tanyanya pada pihak resepsionis.
Anita dan Rahma saling melempar tatap sebelum menjawab pertanyaan ibu dari bosnya itu.
"Hei kalian..! Dimana pak Bagas?" ulang Bu Dewi yang sudah merasa jengah, karena terabaikan pertanyaanya.
Rahma mulai bersuara walau terdengar sedikit gugup, "Emt, itu bu...pak Bagas sedang ada rapat dengan claent diluar," terangnya.
Bu Dewi terdiam dengan mencerna ucapan sang resepsionis didepanya. Wanita tua itu tidak akan bertanya lebih jika menyangkut masalah perusahaan putranya.
"Kalian berdua tidak bohong kan dengan saya?!" lanjutnya kembali dengan tatapan mengintimidasi.
"Tidak bu! Jika anda tidak percaya, bisa langsung sendiri menghubungi pak Bagas!" tandas Anita tak gentar saat membuka suara.
Bu Dewi hanya melirik senis kearah mereka, lalu pergi kembali dari sana tanpa ucapan permisi atau apapun. Dan hal itu membuat kedua wanita resepsionis saling menghela nafas dalam serta bergeleng kepala.
"Kita pergi sekarang, bu?" kata pak Yanto saat nyonya besarnya sudah kembali masuk kedalam mobil.
Satu tangan terangkat kedepan, tanda dia tidak ingin diganggu terlebih dahulu.
Ponsel sudah berada ditelinga, siap untuk menunggu jawaban atas panggilan yang dibuatnya. Namun sudah beberapa menit Bagas tidak kunjung menerima panggilan tersebut.
"Apa Bagas memang benar-benar meeting ya?" gumamnya berbicara sendiri.
Dimasukanya kembali ponsel tersenut kedalam tas, "Kita langsung menuju lokasi saja, Yanto!" terangnya.
"Baik bu, laksanakan!"
Pak Yanto membawa sang tuan rumah menuju tempat, yang dimana bu Dewi akan melakukan aktivitas rutin, yakni arisan dan berkumpul dengan para istri pejabat.
Memang, sebelumnya Bagas sudah memberi peringatan terhadap pihak kantor, jika sang ibu pasti akan datang mencarinya. Dia sudah menduga kalau istri keduanya itu tidak akan tinggal diam, atas sikap dinginya tadi.
"Bagus Anita!" Bagas memutus sambungan telfonya dari sang resepsionis, yabg memberi informasi atas kedatangan ibunya tadi.
Siang ini posisi Bagas berada diapartemen miliknya. Setelah dari sekolahan Narendra, Bagas berniat membersihkan ruang-ruang yang sempat vakum dari aktifitas apapun. Dia sudah menempatkan satu orang pelayan disana, untuk mengurus segala keperluan rumah yang akan dia tempati dengan istri pertama serta putranya.
"Bagaimana mbak, apa semua sudah bersih?" kata Bagas saat berhenti dimeja makan sembari mengedarkan pandang kesekeliling ruangan.
"Sudah tuan. Tinggal belanja saja! Kalau begitu saya pamit kebawah dulu!" balas mbak Inah sang pelayan baru.
"Baik, terimkasih mbak! Semoga nanti istri saya betah tinggal disini," balasnya menatap nanar dengan penuh harap.
"Semoga nyonya betah tuan!"
Selepas kepergian sang pelayan. Bagas berjalan kembali menuju kamarnya dengan Asiyah dulu. Pria tampan yang masih menggunakan setelan jas tersebut mulai membuka pintu secara perlahan. Satu malam kamar tersebut sudah dia tiduri, dan tidak merubah apapun dari tangan Aisyah dulu. Sang pelayan hanya bertugas membersihkan tanpa boleh menyentuh ataupun mengganti yang menjadi tatanan semula sang istri.
Bagas berhenti disebelah nakas, untuk mengambil sebingkai foto Aisyah saat masih muda dulu.
"Malam ini, aku akan menjemputmu untuk pulang Ara! Aku tidak bisa jika harus menunggu sampai besok. Aku akan meminta maaf terhadap abah dan bundamu. Semua akan aku akui dihadapan mereka nanti!" gumam Bagas mengulas senyum hangat, saat tanganya mengusap foto sang istri.
**