NovelToon NovelToon
Cahaya Di Balik Gunung

Cahaya Di Balik Gunung

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Reinkarnasi / Romansa / Fantasi Wanita / Fantasi Isekai
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Ihsan Fadil

Raka adalah seorang pemuda biasa yang bermimpi menemukan arti hidup dan cinta sejati. Namun, perjalanan hidupnya berbelok saat ia bertemu dengan sebuah dunia tersembunyi di balik mitos dan legenda di Indonesia. Di sebuah perjalanan ke sebuah desa terpencil di lereng gunung, ia bertemu dengan Amara, perempuan misterius dengan mata yang seakan memiliki segudang rahasia.

Di balik keindahan alam yang memukau, Raka menyadari bahwa dirinya telah terperangkap dalam konflik antara dunia nyata dan kekuatan supranatural yang melingkupi legenda Indonesia—tentang kekuatan harta karun kuno, jimat, serta takhayul yang selama ini dianggap mitos.

Dalam perjalanan ini, Raka harus menghadapi berbagai rintangan, termasuk rasa cintanya yang tumbuh untuk Amara, sembari berjuang mengungkap kebenaran yang tersembunyi di balik cerita rakyat dan keajaiban yang mengikat mereka berdua. Akan tetapi, tidak semua yang bersembunyi bisa dipercaya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ihsan Fadil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 31: Percakapan di Bawah Cahaya Bulan

Senja telah berlalu, membawa kesejukan malam yang meresap ke seluruh lembah. Bintang-bintang mulai bermunculan, menghiasi langit dengan kilauan seperti berlian. Amara, Raka, dan Arjuna memutuskan untuk berhenti di sebuah dataran tinggi yang dikelilingi pepohonan rindang. Tempat itu memberikan pemandangan indah ke arah lembah, di mana desa kuno yang baru saja mereka tinggalkan masih terlihat samar-samar dalam keremangan.

Mereka membuat api unggun kecil di tengah lingkaran batu. Nyala api memantul di wajah mereka, memberikan suasana yang hangat di tengah hawa dingin. Namun, meski tubuh mereka hangat, pikiran mereka masing-masing dipenuhi dengan berbagai pertanyaan yang belum terjawab.

Amara duduk bersandar pada sebuah batu besar, matanya memandang ke arah bulan yang bersinar terang di langit. Liontin di lehernya memantulkan cahaya bulan, memberikan aura mistis di sekitarnya.

Raka memecah keheningan. "Apa yang sebenarnya kau pikirkan, Amara?" tanyanya, suaranya lembut namun penuh rasa ingin tahu.

Amara menghela napas panjang. "Aku hanya mencoba memahami semuanya. Warisan, tanggung jawab, dan... keputusan yang harus aku ambil ke depannya."

Arjuna yang duduk di seberang api unggun, mengaduk-aduk kayu bakar dengan sebuah ranting. "Tidak mudah menjadi pewaris sesuatu yang begitu besar," katanya pelan. "Aku bahkan tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya."

Masa Lalu yang Menyakitkan

Amara menoleh ke arah mereka, senyum tipis terukir di wajahnya. "Kalian tahu," katanya, suaranya terdengar seperti bisikan di tengah malam. "Aku tumbuh besar dengan selalu merasa ada sesuatu yang hilang. Aku tidak pernah tahu siapa orang tuaku, dari mana asal usulku. Liontin ini..." Ia menyentuh liontin di lehernya. "Hanya satu-satunya petunjuk yang aku punya."

Raka menatapnya dengan penuh perhatian. "Dan sekarang kau tahu," katanya. "Tapi mengetahui kebenaran kadang-kadang lebih berat daripada ketidaktahuan."

Amara mengangguk, matanya kembali memandang bulan. "Aku tidak pernah meminta ini. Tapi aku tidak bisa lari. Orang tuaku mengorbankan segalanya agar aku bisa melanjutkan apa yang mereka tinggalkan. Aku harus menghormati itu."

Arjuna berhenti mengaduk api dan menatap Amara. "Tapi itu bukan berarti kau harus menanggung semuanya sendirian. Kami di sini bersamamu, Amara."

Amara tersenyum tipis, tapi air mata mulai menggenang di matanya. "Aku tahu. Dan aku bersyukur memiliki kalian. Tapi di saat yang sama, aku takut."

"Takut apa?" tanya Raka, suaranya penuh kehangatan.

"Takut kehilangan kalian," jawab Amara lirih.

Keheningan yang Bermakna

Keheningan kembali meliputi mereka. Hanya suara kayu yang terbakar dan gemerisik daun dihembus angin malam yang terdengar.

Raka berdiri, berjalan ke arah Amara, lalu duduk di sebelahnya. Ia menatapnya dengan serius. "Amara, dengarkan aku. Kau tidak akan kehilangan kami. Aku, Arjuna, kami di sini bukan karena kewajiban, tapi karena kami memilih untuk ada di sini. Kau tidak sendirian."

Amara menoleh, menatap mata Raka. Ada ketulusan yang dalam di sana, sesuatu yang membuat hatinya sedikit lebih tenang.

Arjuna tersenyum dari tempatnya duduk. "Kau tahu, aku tidak pernah menyangka hidupku akan berubah seperti ini. Dulu aku hanya seorang peneliti yang terobsesi dengan peninggalan kuno. Tapi bertemu kalian... membuatku menyadari bahwa ada hal yang lebih besar dari sekadar pengetahuan."

Amara menatap Arjuna. "Dan aku bersyukur kau ada di sini, Arjuna. Pengetahuanmu selalu menjadi penuntun kami."

Arjuna mengangkat bahunya. "Pengetahuan tidak ada artinya tanpa tindakan. Dan kau, Amara, adalah orang yang memimpin tindakan itu."

Rahasia di Balik Hati

Raka, yang sejak tadi diam, tiba-tiba berbicara dengan nada serius. "Amara, ada sesuatu yang harus kukatakan."

Amara menatapnya, terkejut oleh nada suaranya. "Apa itu?"

Raka mengambil napas dalam-dalam, seolah mencoba menemukan kata-kata yang tepat. "Selama perjalanan ini, aku mulai menyadari sesuatu. Sesuatu yang aku tidak pernah pikirkan sebelumnya."

Arjuna, yang menyadari perubahan suasana, bangkit dari tempat duduknya. "Aku rasa aku akan berjaga di sekitar. Pastikan tidak ada bahaya yang mendekat," katanya, memberi ruang untuk mereka berdua.

Amara mengangguk, meskipun matanya tetap tertuju pada Raka. "Apa yang ingin kau katakan, Raka?"

Raka menatapnya dengan tatapan yang dalam. "Aku tahu ini mungkin bukan waktu yang tepat, tapi aku harus jujur. Selama perjalanan ini, aku mulai menyadari betapa pentingnya kau bagiku. Bukan hanya sebagai teman, bukan hanya karena tanggung jawab kita terhadap artefak. Tapi karena aku... aku peduli padamu, Amara."

Amara terdiam, tidak tahu harus berkata apa. Ia bisa merasakan kejujuran di balik kata-kata Raka, dan hatinya bergetar.

"Raka..." ia akhirnya berkata, suaranya bergetar. "Aku tidak tahu harus berkata apa."

"Kau tidak perlu mengatakan apa-apa," kata Raka cepat. "Aku hanya ingin kau tahu. Apa pun yang terjadi, aku akan ada di sini untukmu."

Amara tersenyum, air mata mengalir di pipinya. "Terima kasih, Raka. Kata-katamu berarti banyak bagiku."

Langkah Menuju Masa Depan

Malam itu berlalu dengan percakapan yang menghangatkan hati. Mereka berbicara tentang masa lalu, harapan, dan ketakutan mereka. Amara merasa sedikit lebih ringan, mengetahui bahwa ia tidak harus menghadapi semua ini sendirian.

Ketika akhirnya mereka berbaring di bawah langit berbintang, Amara memandang ke arah bulan sekali lagi. Ia merasa bahwa untuk pertama kalinya, ia memiliki keluarga—orang-orang yang benar-benar peduli padanya dan siap mendukungnya apa pun yang terjadi.

Namun, di kejauhan, suara gemuruh halus terdengar. Amara menoleh, melihat awan gelap yang perlahan mendekat. Ia tahu bahwa tantangan berikutnya sudah menunggu. Tapi untuk malam ini, ia membiarkan dirinya merasa damai, bersyukur atas orang-orang di sisinya.

Malam itu adalah awal dari sebuah hubungan yang lebih dalam, dan janji bahwa mereka akan menghadapi apa pun bersama-sama, di bawah cahaya bulan yang menjadi saksi perjalanan mereka.

Senja telah berlalu, membawa kesejukan malam yang meresap ke seluruh lembah. Bintang-bintang mulai bermunculan, menghiasi langit dengan kilauan seperti berlian. Amara, Raka, dan Arjuna memutuskan untuk berhenti di sebuah dataran tinggi yang dikelilingi pepohonan rindang. Tempat itu memberikan pemandangan indah ke arah lembah, di mana desa kuno yang baru saja mereka tinggalkan masih terlihat samar-samar dalam keremangan.

Mereka membuat api unggun kecil di tengah lingkaran batu. Nyala api memantul di wajah mereka, memberikan suasana yang hangat di tengah hawa dingin. Namun, meski tubuh mereka hangat, pikiran mereka masing-masing dipenuhi dengan berbagai pertanyaan yang belum terjawab.

Amara duduk bersandar pada sebuah batu besar, matanya memandang ke arah bulan yang bersinar terang di langit. Liontin di lehernya memantulkan cahaya bulan, memberikan aura mistis di sekitarnya.

Raka memecah keheningan. "Apa yang sebenarnya kau pikirkan, Amara?" tanyanya, suaranya lembut namun penuh rasa ingin tahu.

Amara menghela napas panjang. "Aku hanya mencoba memahami semuanya. Warisan, tanggung jawab, dan... keputusan yang harus aku ambil ke depannya."

Arjuna yang duduk di seberang api unggun, mengaduk-aduk kayu bakar dengan sebuah ranting. "Tidak mudah menjadi pewaris sesuatu yang begitu besar," katanya pelan. "Aku bahkan tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya."

Masa Lalu yang Menyakitkan

Amara menoleh ke arah mereka, senyum tipis terukir di wajahnya. "Kalian tahu," katanya, suaranya terdengar seperti bisikan di tengah malam. "Aku tumbuh besar dengan selalu merasa ada sesuatu yang hilang. Aku tidak pernah tahu siapa orang tuaku, dari mana asal usulku. Liontin ini..." Ia menyentuh liontin di lehernya. "Hanya satu-satunya petunjuk yang aku punya."

Raka menatapnya dengan penuh perhatian. "Dan sekarang kau tahu," katanya. "Tapi mengetahui kebenaran kadang-kadang lebih berat daripada ketidaktahuan."

Amara mengangguk, matanya kembali memandang bulan. "Aku tidak pernah meminta ini. Tapi aku tidak bisa lari. Orang tuaku mengorbankan segalanya agar aku bisa melanjutkan apa yang mereka tinggalkan. Aku harus menghormati itu."

Arjuna berhenti mengaduk api dan menatap Amara. "Tapi itu bukan berarti kau harus menanggung semuanya sendirian. Kami di sini bersamamu, Amara."

Amara tersenyum tipis, tapi air mata mulai menggenang di matanya. "Aku tahu. Dan aku bersyukur memiliki kalian. Tapi di saat yang sama, aku takut."

"Takut apa?" tanya Raka, suaranya penuh kehangatan.

"Takut kehilangan kalian," jawab Amara lirih.

Keheningan yang Bermakna

Keheningan kembali meliputi mereka. Hanya suara kayu yang terbakar dan gemerisik daun dihembus angin malam yang terdengar.

Raka berdiri, berjalan ke arah Amara, lalu duduk di sebelahnya. Ia menatapnya dengan serius. "Amara, dengarkan aku. Kau tidak akan kehilangan kami. Aku, Arjuna, kami di sini bukan karena kewajiban, tapi karena kami memilih untuk ada di sini. Kau tidak sendirian."

Amara menoleh, menatap mata Raka. Ada ketulusan yang dalam di sana, sesuatu yang membuat hatinya sedikit lebih tenang.

Arjuna tersenyum dari tempatnya duduk. "Kau tahu, aku tidak pernah menyangka hidupku akan berubah seperti ini. Dulu aku hanya seorang peneliti yang terobsesi dengan peninggalan kuno. Tapi bertemu kalian... membuatku menyadari bahwa ada hal yang lebih besar dari sekadar pengetahuan."

Amara menatap Arjuna. "Dan aku bersyukur kau ada di sini, Arjuna. Pengetahuanmu selalu menjadi penuntun kami."

Arjuna mengangkat bahunya. "Pengetahuan tidak ada artinya tanpa tindakan. Dan kau, Amara, adalah orang yang memimpin tindakan itu."

Rahasia di Balik Hati

Raka, yang sejak tadi diam, tiba-tiba berbicara dengan nada serius. "Amara, ada sesuatu yang harus kukatakan."

Amara menatapnya, terkejut oleh nada suaranya. "Apa itu?"

Raka mengambil napas dalam-dalam, seolah mencoba menemukan kata-kata yang tepat. "Selama perjalanan ini, aku mulai menyadari sesuatu. Sesuatu yang aku tidak pernah pikirkan sebelumnya."

Arjuna, yang menyadari perubahan suasana, bangkit dari tempat duduknya. "Aku rasa aku akan berjaga di sekitar. Pastikan tidak ada bahaya yang mendekat," katanya, memberi ruang untuk mereka berdua.

Amara mengangguk, meskipun matanya tetap tertuju pada Raka. "Apa yang ingin kau katakan, Raka?"

Raka menatapnya dengan tatapan yang dalam. "Aku tahu ini mungkin bukan waktu yang tepat, tapi aku harus jujur. Selama perjalanan ini, aku mulai menyadari betapa pentingnya kau bagiku. Bukan hanya sebagai teman, bukan hanya karena tanggung jawab kita terhadap artefak. Tapi karena aku... aku peduli padamu, Amara."

Amara terdiam, tidak tahu harus berkata apa. Ia bisa merasakan kejujuran di balik kata-kata Raka, dan hatinya bergetar.

"Raka..." ia akhirnya berkata, suaranya bergetar. "Aku tidak tahu harus berkata apa."

"Kau tidak perlu mengatakan apa-apa," kata Raka cepat. "Aku hanya ingin kau tahu. Apa pun yang terjadi, aku akan ada di sini untukmu."

Amara tersenyum, air mata mengalir di pipinya. "Terima kasih, Raka. Kata-katamu berarti banyak bagiku."

Langkah Menuju Masa Depan

Malam itu berlalu dengan percakapan yang menghangatkan hati. Mereka berbicara tentang masa lalu, harapan, dan ketakutan mereka. Amara merasa sedikit lebih ringan, mengetahui bahwa ia tidak harus menghadapi semua ini sendirian.

Ketika akhirnya mereka berbaring di bawah langit berbintang, Amara memandang ke arah bulan sekali lagi. Ia merasa bahwa untuk pertama kalinya, ia memiliki keluarga—orang-orang yang benar-benar peduli padanya dan siap mendukungnya apa pun yang terjadi.

Namun, di kejauhan, suara gemuruh halus terdengar. Amara menoleh, melihat awan gelap yang perlahan mendekat. Ia tahu bahwa tantangan berikutnya sudah menunggu. Tapi untuk malam ini, ia membiarkan dirinya merasa damai, bersyukur atas orang-orang di sisinya.

Malam itu adalah awal dari sebuah hubungan yang lebih dalam, dan janji bahwa mereka akan menghadapi apa pun bersama-sama, di bawah cahaya bulan yang menjadi saksi perjalanan mereka.

Dalam pikirannya, Amara berjanji kepada dirinya sendiri. Apa pun bahaya yang akan datang, ia akan tetap melindungi apa yang berharga—bukan hanya warisan leluhurnya, tapi juga orang-orang yang ia sayangi.

1
Yurika23
Aku mampir ya thor..nyimak dulu yah ..gabut nih...bosen, kesel ..nopelku sepi pengunjung...udah aja baca2 ke nopel senior....
Ihsan Fadil: sama aja thor
total 1 replies
anggita
sip⭐ lah
anggita
👍👍👌👌..,,
anggita
😱.. wouu 🐉👹
anggita
like👍iklan ☝☝. moga novelnya lancar.
Ihsan Fadil: aamiin makasih
total 1 replies
anggita
novelnya cukup menarik. mungkin sering promosi aja biar pembacanya bertambah👏.
anggita
Raka.. Amara,, 😘
Leni Martina
semangat Thor,baca dulu ya
Ihsan Fadil: oke semangT
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!