Cahaya Di Balik Gunung

Cahaya Di Balik Gunung

Bab 1: Perjalanan Dimulai

Raka memandang ke arah pegunungan yang terbentang luas di kejauhan. Jalannya terasa panjang dan berliku, namun keinginannya untuk menemukan jawaban membakar semangatnya. Perjalanan ini bukan hanya perjalanan biasa, tetapi sebuah petunjuk yang membawanya pada jawaban yang telah lama ia cari.

Hari itu, matahari terbenam perlahan di balik horizon. Wararna kemerahan keemasan memantul di atas permukaan sungai kecil yang mengalir deras dari pegunungan tersebut. Udara pegunungan yang sejuk dan semilir angin terasa menenangkan, namun di dalam dada Raka, ada satu hal yang membuat hatinya tak tenang.

Setiap hari ia bertanya-tanya—apa yang akan ia temukan di akhir perjalanan ini? Apakah petunjuk dari peta ini benar-benar akan membawanya pada jawaban tentang masa lalu dan apa yang ia cari selama ini? Semakin ia memikirkan hal itu, semakin ketakutan menghinggapi dirinya.

“Raka, kau yakin kita harus ke sana?” suara lembut Amara memecah kesunyian yang mulai menyelimuti mereka berdua.

Raka berbalik. Amara berdiri di sampingnya, rambutnya yang hitam panjang berkibar lembut diterpa angin. Wajahnya yang tenang tetapi penuh teka-teki itu membuat Raka sadar bahwa ia tak bisa menanggung beban ini sendirian. Amara adalah seseorang yang sangat ia percayai, walau terkadang sikapnya yang misterius membuat Raka bertanya-tanya tentang maksud di balik semua perkataannya.

“Aku yakin, Amara,” jawab Raka tegas sambil menatap peta yang ia genggam erat. “Peta ini bukan sekadar gambaran kosong. Aku merasa ini akan membawaku pada jawaban yang sudah lama aku cari.”

Amara menghela napas panjang dan memejamkan mata sejenak. Ia mengerti betapa pentingnya perjalanan ini bagi Raka, tetapi ia juga merasakan ketakutan yang sama. Sesuatu tentang perjalanan ini tak terasa biasa. Perasaan itu seperti bisikan yang datang dari kegelapan yang tak kasat mata.

“Apa yang kita cari benar-benar ada, Raka?” tanya Amara dengan suara yang pelan, nyaris seperti bisikan.

Raka menghela napas dan mengulangi kalimat yang sama dalam hatinya. Petunjuk yang ia miliki adalah segalanya. Jika mereka salah, maka ia tahu, ia tak akan pernah bisa kembali ke kehidupan sebelumnya. Tapi jika ia benar... jawaban yang ia cari akan mengubah segalanya.

“Lihat ini,” ujar Raka sambil menunjukkan peta kuno yang sudah ia pegang sejak beberapa hari lalu kepada Amara. “Ada simbol ini di sini, Amara.” Ia menunjuk simbol berbentuk lingkaran dengan garis-garis bercahaya yang membentuk pola menyerupai pusaran di ujung peta itu.

Amara mendekat dan memerhatikan peta itu dengan seksama. Cahaya senja yang memudar membuat simbol itu semakin misterius di bawah pandangan mereka.

“Ini bukan hanya peta biasa,” lanjut Raka sambil menatap simbol tersebut. “Simbol ini memiliki arti, dan aku yakin ini akan membimbing kita.”

Amara menatapnya dengan pandangan penuh keraguan, namun ia tahu bahwa membujuk Raka untuk berhenti bukanlah hal yang mudah. Raka adalah sosok yang keras kepala dan memiliki semangat yang tak tergoyahkan.

“Baiklah,” ujar Amara akhirnya sambil menarik napas. “Kalau kita sudah di sini, kita akan teruskan perjalanan ini dan melihat ke mana ini membawa kita.”

Mereka melanjutkan perjalanan melewati jalan setapak yang membelah bukit dan pepohonan yang menjulang tinggi. Jalannya berkelok-kelok, dipenuhi semak belukar dan angin yang berhembus dari celah-celah pohon. Sepanjang perjalanan, mereka bertemu dengan berbagai hal—suara binatang malam yang samar, bayangan pohon yang bergerak di bawah cahaya matahari senja, dan desiran angin yang seolah memiliki nyawa sendiri.

Selama perjalanan itu, Raka sering kali memikirkan kata-kata Amara. Apakah mereka benar-benar siap untuk apa yang akan mereka temui? Perjalanan ini bukan hanya tentang pencarian simbol atau artefak. Ini juga tentang kebenaran yang tak diketahui dan mungkin akan mengubah segalanya.

---

Malam menjelang lebih cepat dari yang mereka duga.

Ketika mereka akhirnya sampai di sebuah kawasan berbatu yang dipenuhi kabut tipis, senja telah berganti gelap. Cahaya bulan yang redup memantul dari permukaan sungai yang mengalir deras di bawah mereka. Udara di sekitar mereka semakin dingin, dan ketenangan malam memaksa mereka berhenti sejenak untuk beristirahat.

Raka memutuskan untuk mencari tempat yang cukup terlindung dari angin dan membangun api kecil untuk menghangatkan tubuh mereka. Amara duduk di sisi lain jalur setapak sambil memeriksa beberapa kayu yang mereka kumpulkan. Wajahnya terlihat serius, namun tak bisa ia sembunyikan ketegangan yang sama seperti yang dirasakan Raka.

“Raka,” suara Amara memutuskan kesunyian di malam itu. “Kita harus berhati-hati. Semakin kita mendekati tujuan ini, semakin banyak yang akan kita temui—hal-hal yang mungkin tak kita mengerti atau yang bahkan berbahaya.”

Raka menatap api yang mulai membesar di hadapan mereka. Nyala api berwarna merah keemasan memantulkan bayangan samar di wajah mereka berdua.

“Aku tahu,” jawabnya perlahan sambil menghangatkan tangannya di depan api. “Tapi kita harus terus berjalan. Ini adalah satu-satunya cara kita bisa memahami semuanya.”

Suara angin malam semakin terdengar. Semakin lama, mereka semakin merasakan bahwa perjalanan ini bukan sekadar petunjuk dari simbol atau peta, tetapi sebuah panggilan yang lebih dalam—sesuatu yang bahkan mereka belum mengerti.

---

Suasana malam itu semakin membebani pikiran mereka. Raka dan Amara tahu bahwa ini baru permulaan dari perjalanan yang akan membawa mereka ke tempat yang tak mereka ketahui—jawaban, bahaya, dan takdir mereka.

Apakah mereka siap untuk apa yang akan mereka temui?

Dan bagaimana jika petunjuk ini hanya membawa mereka pada kebohongan dan kegelapan yang tak bisa mereka tembus?

Perjalanan mereka baru saja dimulai, dan misterinya masih tersembunyi di balik kabut yang menutupi pegunungan itu.

Raka memandangi bara api yang terus berkelap-kelip di hadapan mereka. Panasnya yang menjalar ke telapak tangan memberikan ketenangan sesaat, tetapi ketegangan dalam dirinya tetap belum reda. Amara duduk di sampingnya, matanya memantulkan cahaya api dengan kilauan yang sulit ditebak. Dia seperti menyimpan banyak hal dalam pikirannya, dan hal itu membuat Raka semakin penasaran.

“Amara,” Raka memutuskan untuk memecahkan kebisuan itu. “Kau sudah tahu banyak tentang perjalanan ini, kan? Apa yang kau rasakan tentang simbol ini?” Ia menunjuk peta yang masih ia genggam. “Kau bisa memberitahuku, kan?”

Amara memandangi bara api sejenak sebelum mengalihkan pandangan pada Raka. Tatapannya lembut, tetapi ada keraguan di balik mata itu. “Ada banyak hal yang belum aku pahami, Raka,” katanya akhirnya. “Simbol ini memiliki kekuatan yang jauh lebih dalam daripada sekadar petunjuk. Aku bisa merasakannya, seperti sebuah kehadiran yang mengintai dari jauh.”

Raka menatapnya serius. “Kehadiran apa maksudmu?”

Amara menghela napas panjang sebelum melanjutkan, “Kita mungkin berhadapan dengan kekuatan yang sudah lama tertidur, kekuatan yang mungkin tidak kita pahami sepenuhnya.”

Kata-kata itu menggantung di udara, dan Raka merasakan jantungnya berdebar lebih cepat. Kekuatan apa yang ia maksudkan? Perasaannya yang sebelumnya hanya tentang petunjuk dan perjalanan kini semakin dipenuhi oleh ketakutan yang tak terjelaskan.

“Apakah maksudmu bahwa kita berbahaya?” tanya Raka dengan suara yang bergetar.

Amara menggelengkan kepala pelan. “Tidak, bukan berbahaya, Raka. Tapi kita harus berhati-hati. Perjalanan ini akan mengungkap banyak rahasia, tetapi rahasia itu mungkin tak selalu indah.”

Raka memejamkan mata sejenak, mencoba mencerna perkataan Amara. Kakinya yang masih bergetar karena perjalanan panjang dan semangat yang tak kunjung padam terasa semakin lelah mendengar ini. Ia tahu Amara bukan hanya berbicara omong kosong—ada sesuatu yang ia rasakan, semacam intuisi atau firasat, yang membuat kata-kata itu terasa lebih serius dari yang semestinya.

“Mari kita beristirahat dulu,” ujar Amara akhirnya, memutuskan topik yang membebani pikiran Raka lebih lanjut. “Kita harus melanjutkan perjalanan ini lebih awal besok pagi.”

Raka menatap api, membiarkan pikiran-pikirannya berlarian bebas. Kelelahan mulai menguasai tubuhnya. Tidur malam di pegunungan ini akan terasa sulit, tetapi ia tahu ia harus tetap berusaha.

---

Pagi yang Datang Cepat

Keesokan harinya, sinar matahari menyinari lembah dengan keemasan yang menawan. Burung-burung kecil berterbangan di atas pepohonan, dan udara pagi yang segar membangkitkan semangat baru dalam diri Raka dan Amara. Mereka berkemas dengan cepat sambil memeriksa persiapan mereka.

Pagi ini terasa berbeda. Sesuatu yang samar dan tak terjelaskan menggelayuti udara. Raka bisa merasakannya, seakan petunjuk dari simbol itu semakin mendekat ke dalam pemahaman mereka.

“Raka,” suara Amara membawanya kembali ke kenyataan, “periksa peta kita. Kita harus memastikan kita tetap di jalur yang sama dan tidak melewatkan petunjuk penting.”

Raka membuka peta dan memeriksa setiap detailnya. Sejak kemarin, mereka terus bergerak berdasarkan peta itu, mengikuti simbol-simbol dan jejak yang tersembunyi di berbagai tempat. Dengan tekad yang lebih kuat hari ini, mereka memulai perjalanan mereka lebih cepat.

Jejak mereka membawa mereka ke lembah yang dalam, ke arah sebuah kompleks reruntuhan kuno yang masih tertutup dengan semak-semak.

“Menurut peta ini,” ujar Raka sambil menunjukkan ke arah sebuah simbol berbentuk huruf tertentu di peta, “kita harus menuju ke kompleks itu. Itu adalah lokasi yang akan membimbing kita lebih dekat pada jawaban.”

Amara menatap kompleks itu dengan tatapan waspada. “Kita harus siap menghadapi apapun yang kita temui di sana. Tempat-tempat seperti ini biasanya memiliki penjaga, atau lebih buruknya, jebakan.”

Raka mengangguk. “Kita akan tetap berhati-hati. Semua ini berawal dari petunjuk ini, dan kita harus mengevaluasi setiap detail dengan seksama.”

Mereka berjalan melalui jalur yang semakin sempit, berpindah dari satu jalur setapak ke jalur lainnya sambil mendaki bukit dan melewati lembah kecil yang dipenuhi pohon dan semak. Setiap langkah yang mereka ambil semakin mendekatkan mereka ke lokasi yang ada dalam peta.

---

Jejak Reruntuhan

Setibanya di kompleks itu, Raka dan Amara memandang reruntuhan yang terlihat sangat tua dan usang. Batu-batu berlumut dan ukiran yang hampir tak terlihat menghiasi dinding bangunan yang setengah runtuh ini. Semuanya membangkitkan perasaan aneh dalam diri mereka—seperti ada sejarah yang pernah hidup di sini.

“Lihat ini,” ujar Amara sambil menunjuk ke sebuah ukiran yang mulai terlihat di salah satu dinding bangunan yang sudah runtuh. “Ada simbol yang sama seperti di peta kita.”

Raka mendekat dengan hati-hati. Saat ia melihat ukiran itu lebih dekat, darahnya berdebar cepat. Ukirannya sama—simbol lingkaran bercahaya dengan pola pusaran yang mirip dengan simbol pada peta mereka.

“Ini berarti kita berada di tempat yang tepat,” ucap Raka dengan semangat yang baru.

Amara menatapnya, tetapi ketegangan tetap tergambar di wajahnya. “Hati-hati, Raka. Tempat ini mungkin memiliki rahasia yang lebih besar dari yang kita kira.”

Kedua sahabat itu berdiri di hadapan reruntuhan yang mulai membuka gerbang petualangan mereka yang sebenarnya. Keberanian mereka diuji, tetapi ketakutan tetap menyelimuti hati mereka. Mereka tahu ini baru awal dari perjalanan panjang mereka—dan rahasia dari simbol ini baru saja akan terungkap.

---

Keberanian mereka mengantarkan mereka pada petunjuk yang tak terduga. Rahasia ini akan membimbing mereka pada jawaban yang mungkin akan mengubah segalanya. Namun, perjalanan mereka akan diwarnai oleh ancaman, misteri, dan hal-hal yang lebih berbahaya dari yang mereka bayangkan.

Apakah mereka akan mampu mengungkap semua ini?

Terpopuler

Comments

Leni Martina

Leni Martina

semangat Thor,baca dulu ya

2024-12-11

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!